Temu Kangen Alumni yang Menggugah Memori

Temu Kangen Alumni yang Menggugah Memori

Ahad, 28 April 2024, sejumlah alumni datang memenuhi Pondok Pesantren Wisata An-Nur II “Al-Murtadlo” guna menghadiri acara Temu Kangen Alumni dan Halal Bihalal. Mereka hadir sekitar pukul delapan pagi dengan iringan musik banjari dan hadrah dari santri An-Nur II. Beberapa Alumni senang karena dapat bertemu teman lama mereka.

Oleh karena acara bertempat di Masjid An-Nur II, di jembatan terdapat banyak maha santri juga santri salafiyah putri yang menyambut kedatangan para alumni. Di sana pula mereka mengisi absen dan memindai kode QR, guna menghitung berapa jumlah alumni yang hadir dalam acara.

Sebelum pembuka acara, Ag. Syamsul Arifin dan Ag. Husni Mubarok membaca istigasah bersama dengan para alumni. Setelah itu MC membuka acara dengan surah Al-Fatihah dan membacakan runtutan kegiatan pada acara Temu Kangen ini. Kemudian acara berlanjut dengan sambutan-sambutan dari beberapa alumni.

Alumni Harus Berbakti

Salah satu alumni yang memberikan sambutan ialah Ustaz Alfi Zamroni. Pada sambutannya ia menyampaikan beberapa pengalamannya dengan KH. M. Badruddin Anwar. Ia juga menyampaikan, bahwasanya alumni harus bisa memberikan dampak baik pada masyarakat. Jika tidak bisa, lebih baik alumni itu kembali mengaji bersama kiai.

Sambutan lain datang dari KH. Muhammad Lukman. Sama halnya dengan Ustaz Zamroni, Kiai Lukman juga menceritakan beberapa pengalamannya bersama Kiai Bad. “Kiai Bad itu kiai yang penuh dengan karamah.” Ujar salah seorang habib yang Kiai Lukman sampaikan. Beliau juga sempat bercanda gurau dengan alumni yang lain saat memberikan sambutan.

Bapak Muhajir juga turut memberikan sambutan. Beliau mengungkapkan, bahwa sebenarnya masih belum menjadi alumni, karena sejak An-Nur belum berdiri, beliau sudah mengaji kepada Kiai Badruddin, dan hingga sekarang pun masih aktif menghadiri pengajian putra-putranya. Selepas itu Ag. Khoiruddin ikut memberikan sambutan. Beliau memberikan doa-doa pada alumni. Beliau juga sempat memberikan pantun yang membuat acara tersebut penuh dengan gelak tawa.

Selepas sambutan, panitia membagikan makanan berupa seporsi sate ayam atau soto untuk ramah-tamah. Sembari menikmati hidangan, para alumni saling bersenda gurau. Setelah ramah-tamah, Ag. Zainuddin Badruddin mengisi pengajian kitab Maa Ladzattu Al-Aysi.

Makna Kata SANTRI

Usai pengajian kitab, Dr. KH. Fathul Bari, S.S., M.Ag., mendapatkan manda menyampaikan mauizah untuk para alumni. Di awal, beliau menyampaikan pesan, “Para alumni, tetaplah jadi santri. Pesan Al-Maghfurlah Kiai Bad, ‘Dadio santri. Ndek pondok, santri. Ndek omah yo tetap santri (Jadilah santri. Di pondok, santri. Di rumah juga tetap santri)’.” Lalu Kiai Fathul menjelaskan singkatan kata SANTRI.

Pertama, huruf “S” yaitu sopan santun. Sebagaimana ungkapan, adab lebih tinggi daripada ilmu. Sebagaimana Imam Syafii bisa menjadi ulama besar bukan hanya karena ilmu, tapi akhlak. Selain itu, Kiai Fathul juga mengatakan jadikan ilmu seperti garam dan akhlak seperti tepung. Ketika membuat adonan, tepung jelas lebih banyak daripada garam.

Selanjutnya, huruf “A” itu amanah. “Santri iku kudu (itu harus) amanah, kudu bisa dipercaya,” jelas Kiai Fathul. Meski sudah keluar pondok harus tetap menjadi orang yang amanah. Lalu, “N” adalah neriman atau menerima apa adanya. “Lek urusan sugih kabeh wong gelem (Jika urusan kekayaan, semua orang mau). Tapi kalau menerima apa yang ada itu butuh belajar,” lanjut beliau.

Lalu, huruf “T” adalah tawadu. Ketika memiliki kelebihan, maka jangan sampai sombong sebab semuanya adalah titipan dari Allah. Kekayaan bahkan ketampanan adalah titipan yang akan berangsur hilang. Huruf “R” ialah rajin. Santri mesti bekerja keras. Kiai Fathul mengatakan, “Urusan usaha yo metenteng (juga rajin), urusan ibadah yo metenteng.” Ia yakin dengan rajin dan bekerja keras, pasti mendapatkan hasilnya. Ia tidak memikirkan hasilnya karena hasil adalah urusan Allah.

Terakhur, huruf “I” ialah inovatif atau menerima hal yang baru. Sebagaimana Kiai Badruddin lulusan pondok salaf tapi mendirikan pondok yang terdapat sekolah di dalamnya. Di akhir tausiah, Kiai Fathul Bari menyampaikan, “Yang paling menyedihkan bagi saya setiap bertemu orang adalah pertanyaan, ‘Pinten santrine sakniki (Berapa santrinya sekarang)?’” Beliau mengatakan bahwa itu adalah pertanyaan yang berat dan tidak beliau jawab karena ingat ucapan Kiai Badruddin, “Lek seng turu nek pondok, akeh. Lek santriku, titik (Kalau yang tidur di pondok, banyak. Sedangkan santriku, sedikit).”

Setelah itu, Kiai Fathul menutup tausiah beliau. Kemudian Agus Syamsul Arifin membacakan doa sebagai penutup acara. Lalu, para jemaah melaksanakan salat Zuhur berjemaah di area Masjid.

(Farkhan/Riki/Mediatech An-Nur II)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK