Pengajian Ahad Legi: Ngaji, Ngaji, Ngaji

“Barang siapa yang melangkahkan kakinya untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya masuk surga.” (HR. Muslim) Begitulah tutur Habib Zain bin Abdullah Ba’abud membuka mauizah hasanah.

Menuntut ilmu (ngaji) sangat penting. Sampai-sampai duduk di majelis pengajian saja, dapat mengalahkan pahalanya salat sunah 1.000 rakaat. Coba bayangkan betapa besar pahala seseorang yang mau mengaji. Abdullah bin Umar pernah mengatakan, “Menuntut ilmu (ngaji) itu lebih utama daripada ibadah 60 tahun.”

Habib Zain menuturkan perkataan Imam Syafi’i dalam bahasa beliau, “Lek ono uwong gak seneng ngaji, uwong iku ora onok apik e babar blas.” (Jika ada seseorang yang tidak senang menuntut ilmu, maka orang tersebut tidak memiliki kebaikan sama sekali). Betapa pentingnya menuntut ilmu tersebut.

Maka, bersyukurlah kalian yang telah memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu. Karena sekali ngaji, pahala yang kalian dapatkan tidak sedikit. Pahalanya mengalahkan para ahli ibadah. Selain itu ahli ilmu itu hidupnya pasti terjamin.

Bukti Keberkahan Ngaji

Suatu saat, Habib Zain ziarah ke makam Habib Abu Bakar bin Husein Bafaqih di Aceh. Beliau merupakan seorang waliyullah. Kisahnya, beliau pernah bertemu Rasulullah SAW. Hal ini karena amalan ngaji kitab Bidayatul Hidayah. Setiap mengaji, beliau niat membaca, serta mengamalkan isi dari kitab tersebut. Berkat itulah beliau menjadi seorang wali.

Kekeramatan, juga bukti keberkahan ilmu beliau adalah ketika terjadinya tsunami Aceh pada 2004 silam. Makam beliau kala itu adalah salah satu bangunan yang sama sekali tak tersentuh kerusakan. Padahal, sekitarnya hancur semua.

Dari kisah ini, kita dapat menyimpulkan bahwa ngaji menyimpan keberkahan yang luar biasa. Oleh karena itu, kita akan mendapat pahala yang begitu besar dengan ngaji atau menuntut ilmu.

Ngaji Pencegah Dosa

Allah menghendaki orang masuk surga, maka Allah memberikan kesempatan berbuat baik baginya. Namun, jika Allah menghendaki orang itu masuk neraka, maka Allah tidak akan memberi mereka kesempatan berbuat baik sekalipun. Banyak orang jahil dalam agama, mudah terpeleset meninggalkan ketaatan. Orang-orang awam lah yang biasa menjadi korbannya.

Mereka yang awam dalam beragama, sering kali terjerumus ke perbuatan yang berujung dosa karena mereka tidak tahu. Sebab itulah mereka termasuk golongan yang merugi. Untuk mencegah hal seperti itu, mengaji adalah salah satu jalannya. Ketika mereka tahu ilmunya, mereka tidak kan terpeleset ke dalamnya.

Misalnya, orang yang memiliki tabungan 100 juta. Dan, itu sudah mencapai satu tahun. Berarti ia telah memenuhi syaratnya, nisab dan haul. Namun, ia tidak mengeluarkan zakat tersebut karena ia tak tahu hukumnya. Maka ia pun mendapat dosa. Ia meninggalkan kewajiban berzakat. Apa yang menyebabkan? Karena ia tidak memiliki ilmunya. Tidak pernah mengaji. Tidak mencari tahu tentang hukum zakat tersebut.

Selain zakat, kelalaian orang awam biasa terjadi kepada perempuan. Banyak ibu-ibu membuka aurat (tidak mengenakan jilbab, atau hanya mengenakan kemben) ketika menjemur pakaian di luar rumah. Padahal, kelihatan oleh tetangga yang bukan mahramnya. Akan tetapi mereka beranggapan tidak apa-apa. Sudah biasa, sudah mahram. Begitulah jawaban mereka. Namun, apakah tetangga itu termasuk mahram? Bukan. Lantas, mereka berarti berdosa. Karena ia tidak tahu hukumnya. Tidak pernah ngaji.

Juga yang kerap terjadi di masyarakat adalah menganggap ipar sebagai mahram. Sehingga, ketika di hadapan ipar, perempuan berpakaian ala kadarnya. Tidak mengenakan jilbab, atau berpakaian yang tak menutup auratnya. Padahal, ipar bukanlah mahram baginya. Sekali lagi, itu karena tidak ngaji.

Maka dari itu, ngaji dapat menjadi pencegah dosa. Karena dari yang sebelumnya tidak tahu, jadi tahu. Awalnya tidak tahu hukumnya, jadi mengerti. Sehingga meminimalisasi terjadinya dosa. Bahkan, menambah pahala bagi mereka. Apalagi mengamalkan sesuatu yang didapat dari mengaji.

Dosa Lebur Sebab Ngaji

Suatu saat, ada rentenir yang sedang menagih hutang. Ketika sampai, ternyata si pengutang tidak berada di rumah. Ia ikut majelis pengajian. Karena, si rentenir telah naik pitam. Maka, ia segera menghampirinya di majelis pengajian.

Sesampainya di sana, ia duduk. Sambil, menunggu si pengutang. Ketika ia ikut duduk di majelis tersebut, kebetulan tema yang tersampaikan adalah tentang riba. Rentenir ini secara tidak langsung mendengarkannya.

Setelah selesai pengajian rentenir tersebut tidak jadi menagih hutang. Ia ketakutan akibat tausiah dalam majelis tadi. Kemudian ia bertaubat. Dosanya yang terbilang banyak. Seketika lebur begitu saja. Ketika ia meninggal, Allah menerima taubatnya. Ia masuk surga.

Selaras dengan cerita di atas. Pada zaman Sayyidina Umar, ada seseorang yang keluar rumah, dosanya mencapai satu gunung. Lalu, ia mengikuti pengajian. Saat pengajian berlangsung, mauizah yang tersampaikan sangat keras. Sehingga ia ketakutan. Setelah ia pulang, dosa yang besarnya satu gunung itu lebur. Hanya karena ia ikut majelis pengajian. Juga merasa takut dengan apa yang ia dengar.

Dari sini, ngaji bukan hanya penting. Namun, sangat penting. Pahala yang ia dapatkan ketika mengikuti pengajian juga begitu besar. Allah sendirilah yang menjanjikannya. Karena ketika kita tidak ngaji, dan tidak tahu hukum, maka akan terjadi suatu hal yang fatal. Bisa-bisa menghalalkan sesuatu yang haram. Mengharamkan sesuatu yang halal.

“Lek ibadah e kenceng, tapi  nang barang haram doyan, maka Allah bakal membinasakannya.” (kalau ibadahnya serius, akan tetapi suka sesuatu yang haram, maka Allah akan membinasakannya). Begitulah penuturan beliau, Habib Zain bin Abdullah Ba’abud. Menandakan peran ngaji begitu penting bagi kehidupan kita semua. Semoga kita dapat istikamah menuntut ilmu. Amin.

(Hanif Azzam Aufa/Lingkar Pesantren)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK