Pasar Waqiah Ramadan: Utang yang Menjadi Gaya Hidup

Pasar Waqiah Ramadan: Utang yang Menjadi Gaya Hidup

Pasar Waqiah Malam ke-19 Ramadhan

Pada era sekarang, segala kemudahan turut mengiringi kehidupan manusia. Mulai dari olahan-olahan instan, kegiatan-kegiatan daring, hingga transaksi yang difasilitasi model berutang secara nyaman – penggunaan kartu kredit.

Hal tersebut kini bisa kita rasakan menjadi gaya hidup rata-rata manusia. Tak hanya orang-orang menengah ke bawah saja, bahkan golongan menengah ke atas sekalipun. Lantas apakah boleh kita berutang?

Berutang hukumnya boleh, tidak haram, juga tidak menjadikan pengutang itu hina. Nabi Muhammad pun semasa hidupnya pernah berutang. Namun jangan jadikan utang menjadi gaya hidup, jadikanlah utang sebagai pilihan akhir jalan keluar.

Ketika kita menjadikan utang sebagai gaya hidup. Maka saat waktu membayarnya tiba, utang itu akan terasa berat. Ketika itu, kita akan cenderung mengutamakan keinginan daripada kebutuhan – lebih-lebih kebutuhan membayar utang.

Gaya Utangnya Pengusaha

Pengusaha pun tak lepas dari berutang. Akan tetapi mereka telah menyiapkan langkah berutang begitu matang. Para pengusaha akan berutang jika rencana setelahnya telah pasti.

Pastinya mereka memiliki beribu rencana untuk membayar utang. Maka dari itu, para pengusaha tidak akan bangkrut karena terlilit utang. Langkah yang penuh perhitungan dan hati-hati seharusnya diterapkan oleh kebanyakan manusia. Tidak serta-merta berutang.

Jika kita memiliki utang dan pada saat jatuh tempo tidak segera membayar, padahal uangnya ada itu termasuk zalim. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ.

Mathlu Al-Ghani (orang kaya yang menunda-nunda pembayaran utang) adalah kezaliman.’” (HR. Bukhari)

Utang Urusan Akhirat

Utang menjadi urusan yang begitu penting. Oleh karena itu, akan menjadi salah satu urusan di akhirat. Bahkan orang mukmin atau syuhada’ – yang auto masuk surga – pun jika memiliki utang akan tetap ditagih, dan jiwanya akan terkatung-katung di akhirat sebelum utangnya lunas.

Dari Abu Hurairah, Nabi saw., bersabda,

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan utangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi)

Maka jika ada orang yang meninggal dan ia memiliki utang, keluarganya dianjurkan segera mengurusnya. Entah dengan melunasi atau memintakan rida kepada yang bersangkutan.

Doa Pelunas Utang

اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

“Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi)

Doa tersebut merupakan ajaran langsung dari Nabi Muhammad saw., kepada Sayyidina Ali r.a. Maka seyogyanya kita yang telah masuk dalam urusan utang-piutang, selain berusaha melunasi, hendaknya rajin berdoa. Meminta kemudahan kepada Allah Swt., Sang Maha Kaya. Allah Swt., tidak akan jatuh miskin meskipun melunasi utang semua hambanya. Tinggal bagaimana usaha dan doa hamba-Nya?

(Hanif Azzam Aufa/Mediatech An-Nur II)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK