Kajian Tafsir: Meninggalkan Larangan dan Berbuat Ihsan

Kajian Tafsir: Meninggalkan Larangan dan Berbuat Ihsan

Oleh: Dr. KH. Fathul Bari, S.S., M.Ag.

Sesungguhnya Allah memerintahkanmu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan…” (Q.S. An-Nahl: 90)

***

Pada ayat di atas Allah memerintahkan umat manusia untuk selalu berbuat adil dan ihsan. Maksud ihsan di sini adalah menunaikan kewajiban dari syariat atau beribadah kepada Allah seakan-akan merasa melihat-Nya dan dia merasa Allah melihatnya juga.

Jika seseorang yang beriman sudah merasa Allah selalu melihatnya, dia tidak mungkin berani melakukan perkara maksiat. Seperti halnya pencuri, jika dia merasa ada yang mengintai seperti kamera CCTV pasti si pencuri akan mengurungkan niatnya karena tidak mau perilakunya terekam.

Selanjutnya Allah juga memerintahkan kita untuk saling memberi kepada kerabat. Memberi merupakan suatu pekerjaan yang baik dan dalam ayat ini Allah lebih mengkhususkan memberi kepada kerabat. Jika kita memberi kepada kerabat kita mendapat dua macam pahala: pertama pahala sedekah dan kedua pahala silaturahmi.

Larangan-Larangan Allah

Kemudian Allah juga melarang kita untuk berbuat kemaksiatan, seperti halnya zina. Dalam surah Al-Isra ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina! Karena zina merupakan perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.”

Ada ulama yang menjelaskan perkara-perkara yang mendekati zina. Terkumpul dalam suatu syair seperti berikut:

نَظْرَةٌ فَابْتِسَامَةٌ فَسَلَامٌ فَكَلَامٌ فَمَوْعِدٌ فَلِقَاءُ

Arti dari sair di atas yaitu: awal mula terjadi saling melihat. Kemudian, memberi senyuman dan mengucapkan salam. Sesudah itu mereka saling berbicara dan saling berjanji untuk bertemu di suatu tempat, akhirnya mereka pun bertemu. Ketika pertemuan, datanglah setan, bisa-bisa menyebabkan perzinaan.

Pada zaman Nabi Muhammad saw., ada pemuda yang selalu berbuat maksiat seperti mencuri, mabuk-mabukan, dan berzina. Ketika ia masuk Islam ia mampu berhenti melakukan maksiat kecuali berzina. Pada suatu hari pemuda itu datang ke Rasulullah meminta izin agar Rasul memperbolehkannya untuk berzina.

Sebelum menjawab hal itu Nabi Muhammad memberi pertanyaan kepadanya, “Wahai pemuda apakah kamu rida jika ibumu berzina dengan laki-laki lain?” Pemuda tersebut menjawab, “Tidak!” Nabi bertanya lagi, “Wahai pemuda apakah kamu rida jika anak perempuanmu berzina dengan laki-laki lain?” Pemuda tersebut menjawab dengan jawaban yang sama.

Kemudian Rasulullah menjelaskan kepadanya bagaimana kamu mau melakukan zina, jika kamu sendiri tidak menukai hal itu. Itulah yang keluarga mereka rasakan ketika pemda tersebut berzina dengan seorang perempuan dari suatu keluarga.

Allah juga melarang kita berbuat kemungkaran. Pada zaman sekarang kemungkaran dapat terjadi di mana saja, kapan pun dan siapa pun pelakunya. Selain itu Allah melarang zalim kepada diri sendiri maupun orang lain. Dalam ayat ini Allah mengkhususkan zalim kepada orang lain pada lafaz الفَحْشَاء.

(ABU RAIHAN EFENDI/MEDIATECH ANNUR II)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK