Karamah merupakan sesuatu yang tidak sesuai dengan logika manusia. Umumnya seseorang bisa memiliki karamah jika mampu melakukan suatu keistikamahan. Terkadang seseorang mendapat karamah walaupun belum mencapai suatu keistikamahan. Padahal orang yang mendapat karamah tanpa rida dari Allah Swt., ialah orang yang tertipu dan celaka.
Biasanya orang akan mendapat karamah setelah memiliki sebuah keistikamahan. Untuk menjaga sebuah keistikamahan butuh waktu yang sangat lama, bahkan hingga akhir hayatnya. Salah satu contoh istikamah ialah, membaca surah Al-Waqiah setiap malam, maka orang yang membacanya akan terhindarkan dari kefakiran.
Menjaga sebuah keistikamahan juga merupakan sesuatu yang tidak mudah dan hanya orang-orang tertentu yang dapat memilikinya. Berbeda halnya dengan karamah, karena orang biasa saja bisa mendapatkannya. Hal ini sesuai dengan ibarat,
الإستقامة خير من ألف كرامة
Artinya, “Istikamah lebih baik daripada 1.000 karamah.”
Karamah Istimewa
Menurut Abu Hasan Asy’ari, karamah yang sebenarnya ialah tambahnya iman, dapat melakukan perilaku-perilaku terpuji Nabi Muhammad saw., lahir dan batin, juga menutupi kewaliannya atau tidak mengaku-ngaku bahwa dirinya ialah seorang wali Allah. Ada yang berkata juga, bahwa karamah yang paling baik ialah dapat mengganti perilaku yang buruk dengan akhlak yang baik.
Sedangkan menurut Abi Muhammad Al-Murtaisi, jika ada orang yang bisa salat di atas air atau bahkan bisa terbang hingga ke Arab Saudi dan melakukan perkara di luar adat yang lain, masih lebih baik orang yang dapat melakukan perkara di luar nafsu.
Akan tetapi ujar Al-Bustomi, jika ada orang yang bisa melakukan perkara di luar logika jangan langsung percaya atau takjub kepadanya. Lihat dulu bagaimana cara dia melaksanakan syariat-syariat Islam, apakah ia melakukannya dengan benar? Karena di tahun-tahun sebelumnya, banyak sekali penipuan-penipuan berkedok karamah menggandakan uang. Padahal orang itu dapat menambahkan uang dengan membawa kantong di balik jubahnya.
Sebaiknya kita tidak mudah takjub kepada orang yang memiliki karamah, seperti mengambil uang dari saku yang sebelumnya kosong. Namun lebih baik kita takjub kepada orang yang sebelumnya memiliki uang di saku, dan saat ingin mengambilnya uang itu tidak ada, tapi sikapnya tidak marah ataupun panik.
Hakikat Manusia Mulia
Ada sebuah cerita dari seorang ulama yang mana seorang santri bertanya kepadanya, “Tuanku, engkau sangat hebat, karena bisa berjalan di atas air.” Akan tetapi ulama tersebut menanggapinya dengan biasa, “itu bukan apa-apa, sebatang kayupun bisa melakukannya.” Lantas sang santri menyebutkan kehebatan lainnya, “Tapi engkau juga bisa pergi ke Mekkah dalam satu detik.” Kemudian ulama tersebut menanggapi masih dengan cara yang sama, “Setiap jin dan setan mampu bepergian dari ujung Selatan ke utara dalam waktu satu detik.”
Santri tersebut masih mau mengagumi ulama itu, “Engkau juga bisa kebal akan senjata dan kebal api.” Ulama tersebut masih bersikap biasa, “Sebuah batu karang di Pantaipun dapat melakukannya.” Santri tersebut pun menyerah dan mulai bertanya, “Lantas sebenarnya apa kehebatan orang yang mulia?” Kali ini ulama itu menanggapi lain, “Manusia mulia ialah mereka yang bisa menjaga hatinya agar tidak berpaling kepada apapun selain Allah. Hatinya selalu berzikir dalam keadaan apapun, sehingga bisa bersabar ketika diuji dan bisa bersyukur ketika mendapat rezeki. Dengan zikirnya maka rasanya rata datar seperti air sehingga tidak senang ketika mendapat pujian dan tidak sakit hati ketika mendapat celaan. Dengan berzikir maka ia bisa terbang hijrah dari kegelapan perbuatan dosa ke jalan ketakwaan penuh cahaya dan kebal dari segala godaan setan.”
(Farkhan Wildana S./Mediatech)
1 Comment