BEKAL UTAMA NISFU SYAKBAN

BEKAL UTAMA NISFU SYAKBAN

ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Siti Aisyah ra., Rasulullah saw.,., bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ

“Sesungguhnya Allah Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu Syakban dan mengampuni (dosa) yang banyaknya melebihi jumlah bulu domba Bani Kalb.” [HR. Turmudzi]

Catatan Alvers

Hadis mengenai keutamaan Nisfu Syakban sering diperdebatkan, namun hadis di atas dinilai oleh ulama dari kalangan wahabi, Albani sebagai hadis shahih. Ia berkata:

وَجُمْلَةُ الْقَوْلِ أَنَّ الحَدِيْثَ بِمَجْمُوعِ هَذِهِ الطُّرُقِ صَحِيْحٌ بِلَا رَيْبٍ

Kesimpulannya adalah bahwa hadis ini dengan berbagai jalur periwayatannya adalah berstatus SHAHIH TANPA KERAGUAN. [As-Silsilah As-Shahihah]

Beliau melanjutkan : Mengingat kesahihan satu hadis bisa ditetapkan  oleh jumlah jalur periwayatan yang lebih sedikit dari jalur hadis di atas dengan catatan selamat dari status sangat dla’if sebagaimana status yang dimiliki oleh hadis ini.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa malam Nisfu Syakban berbeda dengan malam lainnya. Ia adalah istimewa sehingga Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, “Di malam Nisfu Syakban, kaum Tabiin dari penduduk Syam mengagungkannya dan bersungguh-sungguh menunaikan ibadah pada malam tersebut. Khalid bin Ma’dan, Luqman bin Amir dan lain-lain dari kalangan tabiin Syam mendirikan salat di dalam Masjid pada malam Nisfu Syakban. Perbuatan mereka disetujui oleh Al-Imam Ishaq Ibnu Rahawaih. Ibnu Rahawaih berkata mengenai salat sunah pada malam Nisfu Syakban di Masjid-masjid secara berjamaah: “Hal tersebut tidak termasuk bidah.” [Lathaif al-Ma’arif]

Sayyed Muhammad Bin Alwi Al-Maliki: Tidak ada doa tertentu yang dikhususkan untuk dibaca pada malam nisfu Syakban yang datang dari Nabi saw., begitu pula tidak ada salat khusus malam nisfu Syakban. Yang ada adalah anjuran untuk menghidupkan malam nisfu Syakban secara mutlak, yaitu dengan doa dan ibadah apapun.

فَمَنْ قَرأَ وَدَعَا وَصَلَّى وَتَصَدَّقَ وَعَمِلَ بِمَا تَبَسَّرَ لَهُ مِنْ أَنْوَاعِ الْعِبَادَةِ فَقَدْ أَحْيَاهَا وَنَالَ الثَّوَابَ عَىَي ذَلِكَ إِنْ شَاءَ اللهُ

“Maka barang siapa yang membaca (Al-Quran), Salat, sedekah, dan melakukan ibadah yang mudah baginya niscaya ia telah menghidupkan malam nisfu Syakban dan mendapatkan pahalanya insya Allah.” [Ma Dza Fi Syakban]

Namun ada sering dilupakan, padahal itu adalah yang paling utama untuk mendapatkan keagungan malam Nisfu Syakban. Apakah itu? membersihkan hati dari permusuhan. Rasul saw., bersabda :

إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

“Allah SWT., melihat (hamba-Nya) pada malam nisfu Syakban, maka Dia mengampuni semua  hamba-Nya, kecuali orang yang musyrik atau bermusuhan.” [HR. Ibn Majah]

Seberapapun seseorang salat, sebanyak apapun ia membaca Al-Quran dan sekhusyuk apapaun ia beribadah pada malam Nisfu Syakban namun jika ia masih memendam permusuhan di dalam hatinya maka ia akan dikecualikan dari orang-orang yang mendapatkan ampunan pada malam mulia itu. Orang yang demikian itu dalam hadis tadi disebut dengan istilah “Musyahin”. Al-Munawi menjelaskan:

أَيْ مُعَادٍ عَدَاوَةً نَشَأَتْ عَنِ النَّفْسِ الْأَمَّارَةِ

“Musyahin adalah orang yang bermusuhan dengan permusuhan yang muncul dari nafsu amarah (yang memerintahkan kepada kejelekan).” [At-Taysir Bi Syarhil Jami’ As-Shagir]

Maka dari itu marilah kita saling memaafkan. Sebesar apapun kesalahan saudara seiman mari maafkan, namun sekecil apapun kesalahan kita kepada mereka mari kita meminta maaf. Janganlah ragu untuk memaafkan sebab memaafkan itu bukan karena kita lemah namun karena kita menyadari bahwa semua orang melakukan kesalahan termasuk kita sendiri. Janganlah ragu untuk memaafkan sebab memaafkan bukanlah pekerjaan yang hina bahkan sebaliknya dengan memaafkan, kita akan menjadi bertambah mulia di sisi Allah Swt. Rasul saw., bersabda:

وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

“Dan tidaklah Allah menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan” [HR. Muslim]

Seseorang mendapatkan pahala besar bukan hanya karena ia banyak mengerjakan salat, puasa, berdzikir dan lainnya akan tetapi memaafkan juga mendatangkan pahala yang sangat besar. Allah Swt., berfirman:

فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

“Barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah” [Q.S. Asy-Syura: 40].

Orang yang memaafkan ia di akhirat akan masuk surga tanpa hisab. Ali bin Al-Husein ra., berkata: Tatkala di hari kiamat maka malaikat yang menyeru “Siapakah di antara kalian yang termasuk Ahlul Fadli (Pemilik Keutamaan)?” Maka segolongan orang berdiri dan dipersilahkan berangkat menuju surga. Di tengah perjalanannya ia dicegat malaikat lain sehingga terjadi tanya jawab berikut. Mau ke mana kalian? Mau ke surga. Bukankah kalian belum dihisab? Iya, belum. Siapakah kalian ini (sehingga bisa masuk surga sebelum dihisab)? Kami adalah ahlul Fadli (Pemiliki keutamaan). Apakah keutamaan kalian? Kami adalah orang-orang yang ketika dijahili maka kami bijaksana, ketika kami di zalimi maka kami bersabar, dan

وَإِذَا سِيءَ إِلَيْنَا عَفَوْنَا

“Ketika ada orang berbuat jelek kepada kami maka kami memaafkan mereka.”

Lalu malaikat itu berkata: Masuklah kalian ke dalam surga, Sungguh surga itu adalah balasan terbaik untuk orang-orang yang beramal. [Tafsir Al-Qurtubi]

Tidak hanya di akhirat, di dunia para pemaaf akan hidup dengan tenang dan bahagia sera tidurnya bisa nyenyak. Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata: Apabila seseorang datang kepadamu mengeluhkan akan perbuatan orang lain, maka katakanlah: “Wahai saudaraku, maafkanlah dia, karena sikap pemaaf lebih dekat kepada ketakwaan.”

Tetapi jika dia mengatakan: “Hatiku tidak dapat memaafkannya, akan tetapi aku akan membalasnya sebagaimana perintah Allah Azza wa Jalla.” Maka katakan kepadanya: “Jika engkau mampu untuk berlaku baik dalam membalas (maka lakukanlah). Namun jika tidak (dan khawatir melampaui batas), maka kembalilah kepada pintu maaf. Karena pintu maaf itu luas, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” Lalu beliau berkata:

وَصَاحِبُ الْعَفْوِ يَنَامُ عَلَى فِرَاشِهِ بِاللَّيْلِ، وَصَاحِبُ الِانْتِصَارِ يُقَلِّبُ الْأُمُورَ

“Seorang pemaaf akan tidur (nyenyak) di ranjangnya di malam hari, sementara orang yang membalas (dendam, ia akan susah tidurnya karena ia) membolak-balikkan perkara,” [Tafsir Ibnu Katsir]

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk saling memaafkan dan menjauhkan diri dari permusuhan sesama muslim. Fathul Bari memohon maaf jika selama ini ada perkataan atau tulisan yang menyinggung atau menyakiti Anda semua. Semoga kita semua mendapatkan ampunan-Nya pada malam yang mulia ini.

Salam Satu Hadis

Dr. H. Fathul Bari, S.S., M.Ag

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

NB.

Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK