Ngaji Tafsir: Menindaklanjuti Salah Paham Terhadap Wali Allah

wali, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

“(62) Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (62) (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (63) Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS. Yunus: 62-64)

***

Seserang bisa disebut wali karena mendapatkan pertolongan serta Allah mencintainya. Sehingga para waliyullah tidak memiliki kekhawatiran terhadap ujian-ujian yang Allah berikan saat di dunia. Mengenai ujian, ada beberapa ujian yang tertera dalam surah Al-Baqarah ayat 155, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Seorang wali akan bersabar untuk menghadapi hal-hal itu. Pada akhirnya, mereka akan bahagia tatkala di akhirat kelak. Sebab kesabaran itulah waliyullah bisa bahagia. Jika kita ingin hidup kita bahagia dan tidak sedih saat di akhirat, maka sabar adalah kuncinya.

Namun, Siapa Wali Allah yang Sebenarnya?

Sesuai dalam surah Yunus ayat 63, waliyullah adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Dengan begitu, mereka melakukan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sebagaimana makna dari takwa itu sendiri.

Namun nyatanya, kebanyakan orang salah paham terkait waliyullah. Ada orang yang bisa terbang mereka sebut wali. Orang yang bisa menghilang tak terlihat juga mereka sebut wali. Ada orang yang bisa terbang disebut wali. Padahal waliyullah bukan seperti itu. Apalagi kalau ada orang yang bisa terbang dan tidak melakukan salat, sudah jelas bukan wali.

Dari hal tersebut, seorang ulama yang mengatakan, “Ada orang yang bisa terbang atau berjalan di atas air, sesungguhnya mereka bukan seorang wali, tapi orang yang terkena istidraj (tertipu) atau pelaku bid’ah.”

Istidraj adalah tertipu atas nikmat yang Allah berikan kepada orang tersebut. Padahal Allah hanya memberinya nikmat ketika di dunia saja, tapi di akhirat Allah akan menyiksanya karena perbuatannya.

Sedangkan, hakikat wali itu tergantung seberapa tinggi iman orang tersebut kepada Allah SWT. Jika wali sudah beriman kepada Allah, pasti ia akan istikamah dalam melakukan ibadah. Apabila sudah istikamah, maka akan mendapatkan karamah. Karamah yang berasal dari istikamah ini yang biasa ada pada waliyullah. Sebagaimana ucapan ulama, “Istikamah lebih baik daripada seribu karamah.”

Maka jadilah orang yang mencari istikamah bukan pencari karamah karena istikamah adalah perintah Allah, sedangkan karamah adalah keinginan nafsu. Imam Syafi’i dan Abu Hanifah berkata, “Kalau ulama tidak disebut waliyullah, maka di muka bumi ini tidak wali sama sekali.” Jadi tidak ada yang pantas menjadi waliyullah kecuali ulama.

(Riki Mahendra Nur C/Mediatech)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK