Semua Ditentukan di Akhir

“Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari Akhir (Kiamat) sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.” (Q.S. Al-Isra: 13)

Dulu waktu awal pengajian Ahad Legi, salah seorang panitia mengusulkan kepada KH. Fathul untuk memajang foto KH. Badruddin (kala itu masih hidup) di banner. “Ya, sudah. Saya akan izin dulu,” kisah KH. Fathul saat ngaji tafsir.

Saat meminta izin, KH. Bad menolak. “Oh, ojo. Wong iku gorong karuan apik. Masio saiki dadi wong apik gorong karuan apik. Soale opo o? Gak ngerti engkok akhir hayate koyok opo (Oh, jangan. Orang itu belum tentu baik. Meskipun sekarang jadi baik, belum tentu. Kenapa? Karena tidak tahu akhir hayatnya nanti seperti apa),” tiru beliau. Sebagai gantinya, KH. Badruddin memerintahkan untuk memajang foto KH. Anwar, abahnya yang telah wafat.

Dalam kisah ini KH. Badruddin menjelaskan bahwa seluruh amal perbuatan manusia tatkala hidup belum menjamin khusnul khotimah (akhiran baik) atau suul khotimah (akhiran buruk). Barulah kita boleh menilai derajatnya setelah meninggal.

Kisah Syekh Abdul Qadir dan Pemabuk

Kisah ini agaknya serupa dengan Syekh Abdul Qodir al-Jailani. Pada suatu perjalanan beliau bersama murid-muridnya tiba-tiba seorang pemabuk menghadang. Lantas Si Pemabuk melontarkan tiga pertanyaan kepada Syekh.

“Wahai Syekh, apakah Allah mampu mengubah pemabuk sepertiku menjadi ahli takwa?”

“Tentu mampu, Allah Mahakuasa.”

“Apakah Allah mampu mengubah ahli maksiat sepertiku menjadi ahli takwa setingkat dirimu?”

“Sangat Mampu, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”

“Apakah Allah mampu mengubah dirimu menjadi ahli maksiat sepertiku?”

Mendapati pertanyaan ketiga dari si pemabuk, Syekh Abdul Qadir menangis tersujud. Para muridnya bertanya gerangan apa yang membuat gurunya menangis.

Sang Guru menjawab, “Betul sekali Si Pemabuk itu. Pertanyaan terakhir yang menyebabkanku menangis karena takut kepada Allah. Kapan saja Allah mampu mengubah nasib seseorang termasuk diriku. Siapa yang bisa menjamin diriku bernasib baik, meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Pertanyaan itu pula yang mendorongku untuk bersujud dan berdoa kepada Allah agar tidak menjadikanku merasa aman terhadap rencana Allah. Semoga Allah memelihara kesehatanku dan menutupi aibku.”

Nilai Manusia Adalah pada Akhirnya

Dalam pikiran KH. Badruddin dan Syekh Abdul Qodir agaknya serupa: bahwa kuasa Allah bisa memuliakan siapapun sebaik syekh atau menghinakan serendah setan bahkan kemungkinan paling buruk: memusyrikkan manusia yang beriman.

Setidaknya hal ini telah tergambarkan dalam hadis Rasulullah ﷺ yang panjang:

«إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ المَلَكُ، فَيَنفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ.فَوَالله الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ! إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا.وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَايَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا» رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Artinya: “Sesungguhnya seorang dari kalian Allah kumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk sperma, kemudian menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus seorang Malaikat kepadanya untuk meniupkan ruh padanya, dan Allah memerintahkan empat kalimat: menulis rezekinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia.

Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia, sesungguhnya seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amal penghuni surga hingga jarak antaranya dan surga hanya sejengkal, lalu takdir mendahuluinya, lalu dia beramal dengan amal penduduk neraka lalu ia pun memasukinya. Dan sesungguhnya seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amal penduduk neraka hingga jarak antaranya dengan neraka hanya sejengkal, lalu takdir mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amal penduduk surga, maka ia pun memasukinya.”” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Seperti Panjat Pinang, Semua Penentuan di Akhir

Bayangkan saja, suatu hari Anda menonton pertandingan panjat pinang. Saat riuh sorakan penonton mengiringi kontestan yang hampir di puncak, sekonyong-konyong kelapa sebejibun menimpuk kepalanya dan membuatnya terjatuh. Sedangkan kontestan paling bawah, yang sama sekali tak penonton intip, mendadak tertiup angin kencang hingga sampai di puncak. Paling mengejutkan lagi, panitia menyatakan kontestan “tertiup angin” itu menang dengan sah! Seperti itulah perumpamaan hadis tersebut.

Kesimpulannya adalah hadis:

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

Artinya: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari)

Sehingga, keliru bila menilai mulia seseorang karena banyak amalnya tatkala hidup, juga memandang rendah karena maksiatnya. Puja-puji masyarakat terhadap kiai bukanlah tiket masuk surga dan gunjingan masyarakat pada pemabuk bukanlah lubang masuk neraka. Surga dan neraka barulah ditentukan setelah mereka meninggal: puncak sebenarnya panjat pinang kehidupan. Dan di sela-sela puja-gunjing itu, bukankah Allah maha mampu menghinakan seorang kiai dan memuliakan pemabuk?

(MOCH. ATHOILLAHIL QODRI/LINGPES)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK