Konsep “Perantara” dan Penerapannya

Dalam studi hukum Islam, kita mengenal satu konsep yang disebut dengan Dzari’ah (perantara)”. Konsep ini adalah salah satu kebutuhan yang harus ada dalam proses pensyariatan agama Islam. Baik “perantara” tersebut dibuka atau ditutup, keduanya sama-sama harus ada untuk merealisasikan kemaslahatan umat manusia atau menolak segala bentuk keburukan. 

Secara bahasa, “Dzari’ah (perantara)” adalah sesuatu yang mengantarkan kepada sesuatu yang lain. Menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, “Dzari’ah (perantara)” adalah sesuatu yang menjadi wasilah menuju sesuatu yang lain. Jika wasilah tersebut mengarah menuju sesuatu yang bermanfaat, maka itu memang dituntut syariat untuk direalisasikan. Sedang ketika wasilah tersebut mengarah ke sebaliknya, sudah barang tentu syariat menolak hal tersebut untuk direalisasikan.

Dari sini, Imam Al-Qarafi menjelaskan, yang namanya perantara itu adakalanya harus dibuka dan adakalanya pula ditutup. Tergantung ke mana wasilah itu berujung. Ketika wasilah tersebut menuju ke sesuatu yang wajib misalnya, maka harus dibuka (diwujudkan). Sedang ketika wasilah tersebut menuju hal yang distatusi haram misalnya, bisa dipastikan wasilah tersebut harus ditutup (tidak bisa diwujudkan).

Sebagian ulama sepakat bahwa konsep “Dzari’ah (perantara)” di atas bisa digunakan sebagai argumen dalam memutuskan hukum syariat. Namun, ada juga sebagian ulama yang menolak status tersebut. Sehingga normal saja ketika ada sekian ulama yang kemudian berbeda hasil dalam pemutusan hukum dengan ulama lainnya.

Aplikasi konsep “Perantara”

Ada sekian bukti yang coba ditawarkan oleh ulama yang memakai konsep “Dzari’ah (perantara)” sebagai argumen dalam memutuskan hukum syariat. Salah satunya adalah hadis di bawah ini,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ: «يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ، فَيَسُبُّ أَبَاهُ، وَيَسُبُّ أَمَّهُ

“Termasuk dosa besar adalah ketika ada seseorang yang melaknat orang tuanya sendiri. Kemudian ditanyakan, “Bagaimana bisa orang tersebut melaknat orang tuanya sendiri?” Akhirnya Nabi berkata, “Ketika dia memaki orang tua orang lain. Setelah itu, orang yang (orang tuanya) dimaki tersebut memaki orang tua (orang pertama).”  

Jadi, kita bisa memahami bahwa hadis tersebut mewanti-wanti seseorang untuk tidak gampang memaki orang tua yang dimiliki orang lain. Karena ujung-ujungnya, orang tuanya sendiri akan dimaki habis-habisan. Lebih baik menahan untuk tidak memaki, karena hal tersebut akan berujung ke bahaya yang lebih besar, yakni bumerang yang akan dirasakan oleh si pemaki tersebut.

Ada satu penerapan yang mungkin bisa menambah pemahaman kita perihal konsep di atas. Jadi, menurut sebagian ulama, sebagai masyarakat muslim, kita diperbolehkan untuk memberikan harta benda kepada daerah yang sedang berperang dengan mereka. Pemberian ini tidak lain adalah untuk menolak keburukan yang akan dialami oleh masyarakat muslim. Kondisi ini, dengan catatan bahwa masyarakat muslim memang tidak memiliki kekuatan besar untuk menghadapi kelompok penyerang untuk mempertahankan daerah muslim tersebut.

Sebenarnya, pemberian harta benda kepada kelompok penyerang masyarakat muslim tidak diperkenankan. Namun, kondisi memang mengharuskan pemberian tersebut dilaksanakan. Alasan mendasar adalah supaya bahaya lebih besar bisa diminimalisir. Atau lebih baiknya lagi, kemaslahatan bagi masyarakat muslim diharap bisa dirasakan oleh mereka. 

Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa kita dapati dari pembahasan di atas adalah sebagaimana berikut ini. pertama, “Dzari’ah (perantara)” adalah sesuatu yang mengantarkan kepada sesuatu yang lain. Kedua, adakalanya perantara tersebut harus ditutup atau dibuka. Ketiga, ulama masih berselisih dalam pemakaian konsep “Dzari’ah (perantara)” dalam argumen pensyariatan agama Islam.  

Semoga catatan ringkas di atas bisa menambah sedikit informasi kita perihal konsep hukum agama Islam. Sekian! Terima kasih!

Redaktur: Moch. Vicky Shahrul H.
Penyunting: M. Ihsan Khoironi

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK