Ras Pemalas Teratas

Bahkan seekor siput pun marah kala dihujat dan dianggap pemalas. Namun, apakah diri kita tahu bahwa si siput sudah bekerja keras?

Tak perlu diri kita teliti dengan begitu terperinci dan juga meluas. Cukup dengan melihat kesehariannya dalam menuntaskan aktivitas. Siput yang selama ini mondar-mandir di taman tanpa arah tujuan yang jelas. Yang selalu diam saat terganggu dan tak pernah membalas.  Apakah julukan rajin baginya sudah pantas?

Kalau iya, berarti Anda kurang mawas.

Diri ini tak ingin berbuat sarkas. Apalagi mengkritik penuh pedas. Faktor kelambatan siput terbentuk bukan karena sifat malasnya, tapi karena kualitas dirinya yang memang ampas. Berbeda dengan manusia yang bisa berkembang melewati ekspektasi seharga emas. Relasi ini tidak bisa disamakan secara tuntas. Baik di sisi mentalitas dan moralitas, manusia justru jauh di ambang batas. Namun, kenapa manusia bisa mengalami rasa malas?

Mulai dari rasa bosan yang menyelimut secara panas. Dari aktivitas yang dianggap terlalu lawas. Hingga kehidupan yang selalu mengemban banyak tugas. Akhirnya, manusia menciptakan alternatif sebagai jalan pintas. Sebuah hal baru yang penuh efektivitas. Yang pasti tercapai tanpa ada banyak energi yang terkuras.

Sekilas, muncul kenaifan diri yang sedikit terlepas. Juga keraguan yang amat bias. Akankah sikap berkembang ini melahirkan janin manusia pemalas? Atau malah menetaskan calon pemuda-pemudi berintegritas.

Menurut hipotesis saya yang muncul sepintas, semua tergantung pada hawa nafsu yang menindas. Dengan tetap menjaga formalitas. Tanpa menggugurkan kewajiban yang sudah digagas. Hasrat malas bekerja tidak akan jatuh pada anak cucu kita yang bersimbol kartu as.

Diriku spontan berpikir keras. Pikiranku pecah bak serpihan gelas. Satu hal janggal yang belum kukemas. Mengenai perilaku manusia yang membuat cemas. Yaitu cara mereka menyematkan akal cerdas.

Terkadang diri kita lupa pada sesuatu yang asas. Diri yang semena-mena dalam melaksanakan tugas. Hingga berleha-leha di atas ranjang kapas. Yang lagi-lagi membuang tinggi rasa disiplin dan sportivitas.

Paling tidak ada buah hikmah yang bisa kita kupas. Dalam sejarah manusia yang punya potensi emas, sampai kader-kader istimewa berkualitas. Rasa malas pasti menghantui mereka dalam setiap detik yang terkelupas.

Maka dengan sikap anti puas, diselingi dengan akal cerdas, tidak akan ada yang namanya kemalasan yang membuas. Segera tuntaskan tugas agar lepas rasa cemas yang menindas. Tidak ada lagi potensi yang terbunuh tewas. Tidak ada lagi yang menjadi nahas. Sebab  manusia selalu punya ciri khas dalam berpikir bebas. Sebab manusia itu sebaik-baiknya ras.

(MiSHèl/Lingkar Pesantren)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK