TERJEMAH KISAH DARDIR MI’RAJ

DARDIR MI'RAJ, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

TERJEMAH KISAH ISRA’ MI’ROJ lil Imam Najmiddin Al Ghoithy (DARDIR Mi’raj)

Pada suatu ketika, saat malam telah tiba. Kerlap-kerlip bintang di langit cerah menjadi pesona yang begitu berharga. Menjadi saksi akan kemuliaan seorang manusia. Saat itu bertepatan tanggal 27 Rojab 11 kenabian, Nabiullah Muhammad SAW beristirahat. Tidur menyamping di samping Hijir Ismail. Dekat Baitullah.

Di samping kanan dan kiri beliau ada dua orang pemuda (Sayyidina Hamzah dan Sayyidina Ja’far bin Abi Tholib). Tiba-tiba di tempat tersebut, beliau didatangi oleh Malaikat Jibril dan Mikail. Selain kedua malaikat itu masih ada satu malaikat lagi, yaitu Malaikat Isrofil. Kemudian ketiga malaikat itu membopong Nabiullah Muhammad hingga sumur Zam-Zam. Lantas Nabiullah Muhammad ditelentangkan di sana. Adapun yang menjadi penanggung jawabnya adalah Malaikat Jibril.

Di dalam sebuah riwayat lain dijelaskan bahwa:

tiba-tiba atap rumah saya tersingkap. Lantas Malikat Jibril masuk. Setelah itu Jibril membedah/mengoperasi dada Nabiullah Muhammad. Dimulai dari bawahnya leher hingga sampai di bawahnya perut. Malaikat Jibril kemudian berucap kata kepada Malaikat Mikail: “Ambillah bokor emas yang berisikan air Zam-Zam. Saya hendak menyucikan hati dan batinnya (manah) Nabiullah Muhammad SAW. ” Setelah itu, Malikat Jibril mengeluarkan hatinya Nabiullah Muhammad SAW sampai tiga kali. Dan membuang semua kotoran yang terdapat di dalam batin Kanjeng Nabi. Adapun Malikat Mikail mondar-mandir sambil membawa tiga bokor emas yang di dalamnya berisikan air Zam-Zam.
Setelah melakukan semua hal itu, kemudian membawa bokor emas yang isinya penuh dengan hikmah dan iman. Selanjutnya isi bokor tersebut ditumpahkan ke dalam hatinya Kajeng Nabi hingga batin beliau berisi penuh dengan sifat: sabar, alim, yakin, dan islam. Lantas dikembalikan seperti sediakala. Dan diberikan gelar kenabian oleh kedua malaikat tersebut.
Selanjutnya Kanjeng Nabi Muhammad disediakan kendaraan Buroq. Lengkap dengan pelana dan kendalinya. Buroq adalah sejenis hewan yang berbuluh putih, tinggi melebihi Himar dan lebih pendek dari Bighol. Sekali melangkahkan kakinya. Sejauh mata memandang. Kedua telinganya selalu bergerak-gerak.
Saat naik gunung, kedua sukunya yang belakang memanjang. Dan saat turun gunung, kedua sukunya yang depan memanjang. Buroq itu memiliki sepasang sayap di kedua pupuhnya. Kedua sayap itu berfungsi untuk membantu kecepatan larinya. Buroq berjingkrak-jingkrak memperlihatkan kekuatannya.

Lantas Jibril meletakkan kedua tangannya tepat di kepala Buroq. Dan berkata: “Tidakkah kamu malu, wahai Buroq? Demi Allah! Orang yang hendak menaikimu ini adalah orang yang paling mulia di hadapan Allah SWT.” Lantas Buroq tersipu malu hingga keringatnya berkucuran laksana rerintik hujan. Dan dia pun tenang. Hingga Kanjeng Nabi naik di atas punggungnya.
Buroq itu sebenarnya sudah pernah dinaiki oleh para nabi sebelum Nabiullah Muhammad SAW. Sa’id bin Musayyap menjelaskan bahwa: “Buroq itu merupakan kendaraannya Nabi Ibrahim AS yang biasanya dinaiki untuk bepergian ke Baitul Haram (Mekah)”.
Selanjutnya Nabiullah Muhammad berangkat dengan didampingi Malikat Jibril di sebelah kanan dan Malikat Mikail di sebelah kiri. Menurut keterangan Ibnu Sa’id: “Jibril bagian memegang tempat duduknya, Mikail memegang tali kendalinya”.
Setelah itu kembali melanjutkan perjalanannya hingga sampai di kebun kurma. Jibril berkata kepada Kanjeng Nabi: “Saya persilahkan Kanjeng Nabi untuk turun, dan bersedialah kiranya untuk mengerjakan shalat di tempat ini.” Selanjutnya Kanjeng Nabi turun dan mengerjakan shalat sunnat dua rakaat. Kemudian berangkat lagi.

Jibril bertanya kepada Kanjeng Nabi: “Mengertikah ya Baginda Rasul, di tempat manakah Baginda Rasul mengerjakan shalat tadi?” Kanjeng Nabi menjawab: “Saya tidak tahu.” Jibril berkata: “Baginda tadi shalat di Thoyyibah (Madinah) ……Di tempat itulah kelak Baginda Rasul akan berhijrah.”
Tidak lama kemudian Buroq berangkat lagi dengan kecepatannya yang sangat kencang. Begitu sekali melangkahkan kakinya, sejauh mata memandang. Laksana kilatan halilintar sudah sampai tempat tujuan. Jibril berkata kepada Kanjeng Nabi: “Saya persilahkan Kanjeng Nabi untuk turun, dan bersedialah kiranya untuk mengerjakan shalat di tempat ini.” Selanjutnya Kanjeng Nabi turun dan mengerjakan shalat sunnat dua rakaat. Kemudian berangkat lagi.

Jibril bertanya kepada Kanjeng Nabi: “Mengertikah ya Baginda Rasul, di tempat manakah Baginda mengerjakan shalat tadi?” Kanjeng Nabi menjawab: “Saya tidak tahu.” Jibril berkata: “Baginda tadi mengerjakan shalat di Madin di dekat Sajaroh Musa (pohon tempat Nabi Musa berteduh ketika keluar dari Mesir, sebab dikejar-kejar Raja Fir’un).”

Lantas Kanjeng Nabi berangkat kembali: Buroq berlari dengan kencangnya. Dan berhentilah kembali. Jibril pun berkata: “Saya persilahkan Kanjeng Nabi untuk turun, dan bersedialah untuk mengerjakan shalat di tempat ini.” Selanjutnya Kanjeng Nabi turun dan mengerjakan shalat sunnat dua rakaat.

Kemudian berangkat lagi. Jibril bertanya kepada Kanjeng Nabi: “Mengertikah ya Baginda Rasul, di tempat manakah Baginda mengerjakan shalat tadi?” Kanjeng Nabi menjawab: “Saya tidak tahu.” Jibril berkata: “Baginda tadi shalat di Bukit Thursina. Tempat munajatnya Nabi Musa AS dan tempat Nabi Musa AS beraudensi dengan Allah SWT.”

Terus Kanjeng Nabi melanjutkan perjalanannya kembali hingga tiba di tanah yang terlihat bangunan gedung-gedung Negeri Syam berdiri kokoh. Jibril berkata: “Saya persilahkan Kanjeng Nabi untuk turun, dan bersedialah untuk mengerjakan shalat di tempat ini.” Selanjutnya Kanjeng Nabi turun dan mengerjakan shalat sunnat dua rakaat. Kemudian berangkat lagi.

Buroq berlari kencang. Larinya laksana menyambar-nyambar. Jibril bertanya kepada Kanjeng Nabi: “Mengertikah ya Baginda Rasul, di tempat manakah Baginda mengerjakan shalat tadi?” Kanjeng Nabi menjawab: “Saya tidak tahu.” Jibril berkata: “Baginda tadi shalat di Betlehem, tanah tempat Nabi Isa dilahirkan.”
Dan di tengah-tengah perjalanan, saat Kanjeng Nabi masih berada di atas punggung Buroq. Tiba-tiba Kanjeng Nabi melihat Jin Iffrit (Jin yang jahat). Yang bergegas mengikuti Kanjeng Nabi dengan membawa sebuah obor. Setiap kali Kanjeng Nabi menoleh ke belakang, Jin Iffrit terlihat masih ada.

Selanjutnya Jibril berkata: “Apakah Baginda Rasul menginginkan saya untuk mengajari baginda kalimat-kalimat, apabila kalimat-kalimat itu Baginda baca, tentu akan padam obor tersebut dan Iffrit akan tersungkur.”
Menjawab Kanjeng Nabi: :……Silahkan.” dan Jibril pun akhirnya berkata: :……Baginda Rasul saya persilahkan untuk membaca: Saya berlindung kepada Allah Yang Maha Mulia.

Dan kalimat-kalimat Allah yang sempurna. Yang tidak dapat dilanggar oleh orang-orang shalih dan jahat. Serta dari bala’-kejahatan yang turun dari langit. Dan bahaya kejahatan yang naik ke langit. Pun dari kejahatan makhluk melata di bumi.

Dan dari kejahatan hewan-hewan yang keluar dari dalam bumi (seperti ular, kalajengking, dan sebagainya). Serta dari bahaya fitnah-godaan di waktu malam dan siang tiba. Pun dari bencana yang datangnya tiba-tiba ketika waktu siang dan malam. Kecuali apabila datang sesuatu yang membawa rahmat-kesehatan. Wahai Dzat yang Maha Pengasih.” Dan akhirnya Jin Iffrit pun tersungkur.
Kemudian Kanjeng Nabi melanjutkan perjalanannya kembali hingga tiba di sebuah umat yang saat itu sedang bercocok tanam. Namun anehnya, tanaman yang baru saja ditanam itu dengan seketika bisa dipanen. Setiap kali dipanen, tanaman itu langsung kembali seperti semula. Kanjeng Nabi bertanya kepada Malikat Jibril: “Apa maksudnya dari semua itu?” Jibril menjawab: “Semua itu merupakan contoh dari umat Baginda Rasul yang berjihad berjuang fi sabilillah.

Satu amal shalih akan dilipat gandakan pahalanya hingga tujuh ratus kebaikan …… Serta contohnya orang-orang yang suka berinfaq harta benda, tenaga, dan pikirannya guna menyiarkan agama islam. Semua itu adalah sebagai ganti dari Allah SWT.
Selanjutnya Kanjeng Nabi mencium aroma yang sangat sedap keharumannya. Kanjeng Nabi bertanya: “Jibril, aroma harum apakah ini?” Jibril menimpali: “Ini adalah aroma harum Ibu Masyitoh. Seorang wanita yang bekerja sebagai juru sisir Raja Fir’un dan putri-putrinya. Suatu ketika, Masyito menyisir rambut putrinya Raja Fir’un. Tiba-tiba sisirnya terjatuh. Dengan sepontan Ibu Masyitoh bibirnya mengucap: ….. Dengan menyebut nama Allah, dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Celakalah Fir’un.” Putri Fir’un mendengar ucapan itu.

Dia terkejut dan bertanya: “Apakah kamu mempunyai tuhan selain Bapak saya?” Masyitoh menjawab: “Ya!”. Putri Fir’un bertanya kembali: “Beranikah kamu, saya laporkan kepada bapak saya atas apa yang baru saja kamu ucapkan?” Masyitoh menjawab: “Silahkan!” Lantas Putri Raja Fir’un tersebut melaporkan semua perkataan yang telah diucapkan Masyitoh kepada Raja Fir’un.

Selanjutnya Fir’un memanggil Msyitoh untuk menghadap dan bertanya: “Apakah kamu mempunyai tuhan selain saya?” Kemudian Masyitoh pun menjawabnya dengan tegas: “Iya, benar. Tuhan saya dan tuhan Baginda Raja itu adalah Allah SWT.”
Dewi Msyitoh itu memiliki dua putra laki-laki dan seorang suami. Setelah itu Raja Fir’un memanggil ke hadapannya dengan maksud ingin membujuk dan mempengaruhi agar Masyitoh dan suaminya berkenan meninggalkan agamanya. Namun Masyitoh dan suaminya tetap tidak mau murtad (menolaknya). Fir’un kemudian berkata: “Kalau begitu, saya akan benar-benar menghukum mati kalian berdua!” Dewi Msyitoh menjawabnya: “Silahkan! Saya hanya meminta yang terbaik dari Baginda Raja.

Apabila kami semua jadi dibunuh, saya berharap agar ditempatkan dalam satu tempat yang sama dan dikubur dalam satu kuburan yang sama pula.” Fir’un membalasnya: “Ini jadi hakmu. Saya akan melaksanakannya.” Raja Fir’un lalu memberi perintah agar segera menyiapkan ke’nce’ng dembogo (penggorengan yang terbuat dari tembaga yang sagat besar). Dan diisi dengan minyak Zaitun. Pun dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya Raja Fir’un memerintahkan agar Masyitoh beserta putra-putrinya segera dimasukan ke dalam tempat penggorengan tersebut.

Tidak lama kemudian, mereka semua di masukkan satu persatu hingga anaknya yang masih bayi dan baru berumur delapan bulan. Saat itu hati Dewi Masyito sempat ragu-ragu, keimanannya goyah. Lantas bayi yang masih menyusu itu berkata: “Wahai Ibuku! Bersedialah Ibu untuk segera mencelupkan diri. Janganlah maju-mundur, karena sesungguhnya Ibu itu memegang teguh sebuah kebenaran.” Selanjutnya Masyito beserta putra-putrinya dimasukkan ke dalam tempat penggorengan yang mendidih tersebut.

Perowi hadits berkata: “Bayi yang sudah sanggup berbicara semenjak ia berada di dalam ayunan itu ada empat: 1) Bayinya Dewi Masyitoh, 2) Bayi yang menjadi saksinya Nabi Yusuf, 3) Bayi saksinya Juraij, 4) Bayi Nabi Isa bin Maryam AS.”
Lantas Kanjeng Nabi melanjutkan perjalanannya kembali. Dalam perjalanan berikutnya, beliau bertemu dengan sekelompok orang yang memukul-mukul kepalanya sendiri dengan palu godam hingga kepalanya pecah. Tidak lama kemudian kepala tersebut kembali utuh seperti sediakala. Kemudian orang-orang tersebut kembali memukulinya lagi dengan tiada henti-hentinya. Kanjeng Nabi bertanya: “Jibril, siapa orang-orang tersebut?” Jibril menjawab: “Mereka adalah gambaran dari orang-orang yang berat dan bermalas-malasan dalam mengerjakan shalat maktubah.”
Setelah itu, Kanjeng Nabi meneruskan perjalanannya hingga bertemu dengan sekelompok orang yang semuanya setengah telanjang (hanya bercawat. Sekedar menutupi kemaluannya saja) yang digembalakan seperti unta dan kambing (digiring). Orang-orang tersebut memakan tumbuh-tumbuhan yang berduri dan Zakum. Bara dan batu mengangah dari neraka Jahannam.

Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa orang-orang tersebut?” Jibril menjawab: “Mereka adalah contoh dari sebagian umat Baginda Rasul yang sudah waktunya mengeluarkan zakat namun enggan mengeluarkan zakat. Yang seperti itu, bukanlah Allah yang menyengsarakannya, (namun akibat dari perbuatannya sendiri yang menyengsarakannya).”
Lantas Kanjeng Nabi meneruskan perjalanannya kembali. Kemudian bertemulah beliau dengan sekelompok orang yang jumlahnya sangatlah banyak. Mereka menunggu daging matang yang masih segar yang berada di dalam kuwali (cawan besar) dan daging lain yang masih mentah serta busuk. Anehnya, orang-orang tersebut memakan daging yang busuk dan meninggalkan daging yang matang lagi enak. Kanjeng Nabi berkata: “Siapa mereka ya Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah contohnya orang laki-laki dari umat Baginda Rasul yang sudah memiliki istri yang halal dan bagus, namun masih saja melakukan perbuatan zinah dengan wanita lain yang tidak halal serta buruk. Hingga lelaki tersebut menidurinya sampai pagi tiba. Serta contohnya seorang wanita yang sudah mempunyai suami halal dan baik, namun masih saja melakukan perbuatan zinah dengan lelaki lain yang buruk. Serta tidur bersama lelaki tersebut hingga pagi tiba.”
Kanjeng Nabi meneruskan kembali perjalanannya lantas bertemu dengan sebatang pohon yang penuh dengan duri melintang di tengah-tengah jalan. Hendak menyobek baju dan menyakiti sekujur tubuh orang-orang yang lewat di tempat itu. Kanjeng Nabi bertanya: “Maksudnya apa semua ini wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Semua ini adalah sebagian contoh dari umat Baginda Rasul yang senang begadang di pinggir jalan dan dalam begadangnya tersebut, mereka kerap membuat usil kepada orang-orang yang hendak melintas di depannya, sementara orang yang melintas tadi hendak melakukan perbuatan baik dan mulia.” Kemudian Jibril membaca sebuah ayat: “Dan janganlah kamu sekalian begadang di tepi-tepi jalan dengan maksud mengganggu dan berbuat usil kepada orang-orang yang hendak lewat, dan janganlah kalian semua menghalang-halangi agama Allah SWT.” (Al-Akhzab:56).
Selanjutnya Kanjeng Nabi meneruskan perjalanannya kembali hingga bertemu dengan orang-orang yang berenang di sungai darah yang dilempari bebatuan. Kanjeng Nabi bertanya: “Apa artinya semua ini wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Semua itu merupakan sebagian contoh dari orang-orang yang kerap memakan harta riba.”
Setelah itu Kanjeng Nabi berangkat kembali untuk melanjutkan perjalanannya. Beliau kemudian bertemu dengan orang-orang yang mengumpulkan kayu bakar, yang mengikat kayu tersebut dalam satu ikatan yang besar. Mereka tidak kuat memanggul kayu-kayu tersebut namun justru malah ditambahi beban kayu lagi. Kanjeng nabi berkata: “Apakah maksud semua itu Jibril?” Jibril menjawab: “Semua itu adalah sebagian contoh dari umat Baginda Rasul yang sudah banyak menerima tanggungan dan amanah dari sesamanya. Mereka sudah tidak mampu lagi melaksanakan tanggungan dan amanah tersebut namun masih berkenan menerima bahkan masih mencari-cari tanggungan dan amanah lagi. (seperti: hutang belum dibayar, namun sudah hutang lagi, dan hutang lagi)”.
Kemudian Kanjeng nabi berangkat lagi dan bertemu dengan sekelompok orang yang saling mengguntingi lisan dan bibirnya sendiri-sendiri dengan menggunakan gunting besi. Setiap kali digunting, lisan dan bibirnya terputus. Setelah itu kembali utuh seperti semula. Begitu seterusnya. Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa meraka wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah ahli fitnah (suka memfitnah) dan merupakan sebagian contoh dari umat Baginda Rasul yang ahli nasihat. Ahli memberi pembelajaran kepada orang banyak. Suka mengajak kepada kebaikan dan kemaslahatan namun dirinya sendiri tidak pernah mengerjakannya (tindakan menasehatinya hanya berorientasi pada harta, tahta, kedudukan, dan suka dimuliakan).”
Setelah itu, Kanjeng Nabi berjumpa dengan sekelompok kaum yang mencakar-cakar wajah dan dadanya sendiri-sendiri dengan kuku yang terbuat dari tembaga yang sangat tajam. Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa mereka wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah sebagian contoh dari oran-orang yang suka memakan daging manusia (kanibal). Artinya: orang-orang tersebut adalah orang-orang yang ahli mengumpat, senang menyebarluaskan aib orang lain. Senang membuat nama baik orang lain menjadi tercemar.”
Kanjeng Nabi berangkat meneruskan perjalanannya kembali, lantas menjumpai sebuah lubang yang sangat kecil. Dari dalamnya keluar sapi yang sangat besar. Sapi tersebut berusaha ingin masuk ke dalam lubang yang sangat kecil itu lagi, namun tidak bisa masuk. Kanjeng Nabi bertanya: “Apa maksud dari semua ini Jibril?” Jibril menjawab: “Semua ini adalah sebagian contoh dari umat Baginda Rasul yang salah berbicara. Mereka sudah terlanjur berbicara sedangkan ucapan yang diutarakan tadi adalah ucapan yang bersifat penting-rahasia-berbahya-merusak di dunia dan akhirat. Namun pada akhirnya mereka menyesali semua ucapannya tadi. Tentu saja ucapan tersebut tidak dapat ditarik kembali.”
Dalam penjelasan isra’ mi’raj tersebut, Kanjeng Nabi tiba-tiba dipanggil-panggil oleh seseorang dari arah kanan: “Wahai Muhammad! Bersedialah kamu untuk berhenti sebentar. Saya hendak bertanya sesuatu kepadamu.” Namun Kanjeng Nabi tidak menolehkan kepalanya sedikitpun dan enggan menjawab seruan orang tersebut. Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa dia wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Itu adalah seruan dari orang Yahudi. Ingatlah! Seumpama Baginda Rasul tadi berkenan menjawab seruan itu, sudah barang tentu umat Baginda Rasul akan menjadi Yahudi semuanya.”
Lantas Kanjeng Nabi berangkat lagi. Tiba-tiba beliau dipanggil-panggil seseorang dari arah kiri: “Wahai Muhammad, saya meminta kamu untuk berhenti sejenak dan menunggu saya. Saya ingin bertanya sesuatu hal kepadamu.” Namun Kanjeng Nabi tidak menghiraukannya. Kanjeng Nabi berkata: “Siapa lagi itu ya Jibril?” Jibril menjawab: “Itu adalah seruan yang berasal dari orang Nasrani. Ingatlah! Seumpama Baginda Rasul menjawab panggilan orang tersebut, tentu umat Baginda Rasul akan menjadi Nasrani semuanya.”
Selanjutnya Kanjeng Nabi berangkat lagi. Tiba-tiba beliau berjumpa dengan seorang wanita yang kedua lengannya terbuka. Dia memakai perhiasan yang serba indah. Dia kemudian memanggil-manggil: “Wahai Muhammad, bersedialah kamu untuk berhenti sebentar saja. Saya hendak bertanya kepadamu tentang suatu hal.” Namun Kanjeng Nabi enggan berhenti, tidak menoleh, dan tidak menghiraukannya. Kanjeng Nabi berkata: “Siapa wanita tersebut ya Jibril?” Jibril menjawab: “Itulah dunia. Seumpama Baginda Rasul tadi menjawabnya, sudah barang tentu seluruh umat Baginda Rasul akan memilih kehidupan dunia dan enggan memperhatikan kehidupan akhirat.” Dikisahkan dalam sebuah syair:
“Ingatlah: bahwa sesungguhnya dunia itu hanyalah tempat bersinggah bagi seseorang. Menetap di kala malam hari dan ketika pagi tiba, ia akan segera pergi lagi.”
Kemudian Kanjeng Nabi berangkat untuk melanjutkan perjalanannya kembali. Tiba-tiba beliau berjumpa dengan orang tua di tepi jalan. Dia memanggil-manggil: “Wahai Muhammad! Kemarilah sebentar!” Jibril berkata: “Bergegaslah dalam melangkah ya Rasulullah!” Lantas Kanjeng Nabi bertanya: “Siapakah orang tua tersebut ya Jibril?” Jibril menjawab: “Dia adalah musuh Allah SWT. Dia tidak lain adalah Iblis. Dia berusaha untuk menggoda Baginda Rasul agar berkenan mengikuti perbuatannya.”
Kanjeng Nabi mengayunkan kakinya kembali. Tiba-tiba berjumpa dengan seorang wanita yang sudah lanjut usia. Wanita tersebut berada di tepi jalan. Dia memanggil-manggil kepada Kanjeng Nabi: “Wahai Muhammad! Saya mohon kepadamu agar kamu berkenan untuk berhenti sejenak! Hamba hendak bertanya kepadamu.” Kanjeng nabi tidak menolehnya dan bahkan tidak menghiraukannya. Lantas Kanjeng Nabi berkata: “Siapa dia wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Itu adalah sedikit gambaran dari alam dunia yang usianya sudah sangat tua renta (sudah sangat dekat dengan datangnya hari kiamat).”
Setelah itu, Kanjeng Nabi melanjutkan perjalanannya kembali hingga sampai di Baitul Maqdis (Palestina). Beliau masuk lewat pintu gerbang Al-Yamani (kanan). Lantas Kanjeng Nabi turun dari Buroq dan mengikat Buroq tersebut di dekat Masjidil Aqsho. Di mana tempat itu adalah tempat yang dahulu pernah dijadikan oleh para Nabi untuk mengikat Buroqnya
Menurut salah satu riwayat: Malaikat Jibril mendekati sebuah batu yang sangat besar. Batu tersebut kemudian dilubangi oleh Jibril. Dan Buroq pun akhirnya diikat di bati tersebut. Lantas Kanjeng Nabi masuk ke dalam Masjidil Aqsho melalui pintu yang dicondongi matahari dan rembulan ketika baru terbit. Selanjutnya Kanjeng Nabi mengerjakan shalat dua rakaat berjamaah dengan Malikat Jibril.
Tidak lama kemudian, berkumpullah para nabi. Kanjeng Nabi melihat dan memperhatikan para nabi tersebut, sebagian ada yang masih berdiri, ada yang ruku’, ada pula yang sujud. Lantas ada yang beradzan dan dilanjutkan iqomah. Para nabi itu berdiri dan berbaris semuanya hingga menjadi beberapa shaf. Semuanya menunggu siapa yang akan menjadi imam shalat jamaah saat itu. Kemudian Jibril memegang tangan Kanjeng Nabi dan menariknya ke depan untuk menjadi imam. Selanjutnya Kanjeng Nabi pun menjadi imam dari para nabi untuk mengerjakan shalat dua rakaat.
Menurut riwayat Imam Ka’ab: “Malaikat Jibril yang beradzan. Lantas seluruh malaikat pun berbondong-bondong turun dari langit. Dan Allah SWT mengumpulkan seluruh nabi dan rasul. Selanjutnya Kanjeng Nabi menjadi imam shalat dari seluruh malaikat, nabi, dan rasul.”

Setelah salam, Jibril bertanya: “Wahai Muhammad! Tahukah kamu, siapa orang-orang yang shalat di belakangmu tadi?” Kanjeng Nabi berkata: “Saya tidak tahu!” Jibril menimpali: “Semuanya tadi, adalah para nabi dan rasul yang diutus oleh Allah SWT.”
Lantas para nabi dan rasul tersebut saling memuji Allah dengan puji-pujian yang bagus. Kemudian Kanjeng Nabi berkata: “Kamu sekalian saling memuji-muji kepada Tuhanmu. Dan saya juga akan memuja dan memuji-muji kepada Tuhan saya.”
Selanjutnya Kanjeng Nabi bergegas mengucap puji-pujian: “Segala puji itu hanya milik Allah. Dzat yang telah mengutusku sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dan kepada manusia dengan memberi kebahagiaan surga bagi orang yang patuh-taat. Dan menakut-nakuti dengan neraka bagi orang yang durhaka. Dan Allah SWT telah menurunkan Al-Quran kepadaku yang di dalamnya itu terdapat keterangan-keterangan tentang seluruh hal. Dan telah menjadikan umatku lebih bagus dari seluruh umat terdahulu. Yang dilahirkan untuk manusia yang lain. Dan telah dijadikan umatku menjadi umat yang “tengah-tengah-sedengan-dan pilihan”. Dan telah dijadikan umatku sebagai umat yang pertama dalam permulaan menakdirkan makhluk dan wujud umat yang terakhir. Dan Allah telah melapangkan dada dan hatiku, serta mengampuni segala dosaku. Dan telah mengangkat derajat serta namaku. Dan yang telah menjadikanku nabi yang paling awal dan paling akhir.”
Nabi Ibrahim AS berkata: “Sebab perkataan Kanjeng Nabi tersebut, Kanjeng Nabi dimuliakan Allah SWT melebihi kemuliaan seluruh nabi dan rasul.” Saat itu Kanjeng Nabi merasakan rasa haus yang begitu dahsyat. Jibril kemudian datang dengan membawa segelas arak dan segelas susu. Lantas Kanjeng Nabi mengambil dan memilih susu. Jibril berkata: “Baginda Rasul telah memilih fitrah (agama islam). Seumpama Baginda Rasul memilih arak, sudah dapat dipastikan bahwa umat Baginda Rasul akan banyak yang bersifat durhaka dan tidak ada yang menaati Baginda Rasul, kecuali hanya sedikit saja.
Menurut riwayat lain: “Sesungguhnya gelas yang telah dihidangkan itu ada tiga: adapun gelas yang nomor tiga tersebut berisi air putih. Jibril berkata: Seumpama Baginda Rasul tadi meminum air putih, sudah barang tentu umat Baginda Rasul akan mati tenggelam dalam kemaksiatan.

Dalam riwayat lain juga dijelaskan: “Gelas yang nomor tiga tersebut adalah madu yang merupakan pengganti dari air putih.”
Dan sesungguhnya Kanjeng Nabi juga melihat dan memperhatikan beberapa bidadari yang berada di sebelah kiri batu besar. Setelah itu beliau bersalam dan bidadari-bidadari itu pun menjawab salam beliau. Selanjutnya Kanjeng Nabi bertanya kepada para bidadari tersebut. Bidadari menjawabnya dengan perangai wajah yang berseri-seri dan membahagiakan pandangan.
Kanjeng Nabi lantas disediakan tangga. Sebuah alat untuk naiknya roh-roh manusia yang beriman. Tangga tersebut sangatlah bagus dan indah yang tiada bandingnya. Satu tangga terbuat dari perak dan satu tangga yang lain terbuat dari emas. Tangga tersebut berasal dari surga Firdaus. Tangga tersebut disemprot dengan lu’lu’-mutiara. Di sebelah kanan tangga ada malaikat. Di sebelah kirinya juga terdapat malaikat.
Lantas Kanjeng Nabi naik tangga bersamaan dengan malaikat Jibril hingga keduanya tiba di sebuah pintu dari beberapa pintu langit dunia, yang disebut dengan Babul Hafadhah. Di pintu tersebut terdapat penjaganya yang bernama Malaikat Ismail. Beliau yang diperintahkan sebagai penjaga langit dunia yang bertempat di angkasa. Selama-lamanya Malikat Ismail tidak pernah naik ke langit atasnya dan beliau juga tidak akan pernah turun ke bumi, kecuali ketika hari wafatnya Baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Adapun jumlah pengawal Malaikat Ismail adalah tujuh puluh ribu malaikat. Dan setiap satu orang malaikat ditemani tujuh puluh ribu malaikat. Selanjutnya Malaikat Jibril mengetuk pintu langit. Dan ditanyalah Malaikat Jibril: “Siapa itu?” Jibril menjawab: “Saya Jibril!” Lantas ditanya kembali: “Bersama siapa kamu?” Jibril menjawab: “Saya bersama Kanjeng Nabi Muhammad.” Dan ditanyalah sekali lagi: “Sudah diutus oleh Allahkah kamu untuk datang kemari?” Jibril Jawab: “ Ya! Sudah!” Baru kemudian dipersilahkan: “Silahkan masuk! Selamat datang! Saya bersyukur atas anugrah dari Allah SWT, sebab saya dapat bertatap muka dengan Baginda Rasul dan menjadi bagian dari keluarga Baginda Rasul. Semoga dimuliakan Allah SWT, saudara: yang seiman dan para da’i (wakil dari Allah) yang telah berkenan menyampaikan agama Allah SWT. Demikianlah sebagus-bagusnya saudara seiman, wakilnya Allah SWT, dan sebagus-bagusnya orang yang datang.
Lantas pintu langit pun segera di buka, tatkala keduanya masuk. Tiba-tiba di tempat tersebut berjumpa dengan Nabi Adam AS, yaitu bapak dari seluruh umat manusia. Adapun keberadaannya masih tetap sama seperti ketika diciptakan oleh Allah SWT (kulitnya tetap putih kemerah-merahan dan bercahaya, tinggi badanya kira-kira 60 dziro’ atau kurang lebih 29 meter. Lebar dadanya kurang lebih 7 dziro’ atau kurang lebih 3 meter)
Didatangkan kepada Nabi Adam AS arwahnya para nabi dan keturunannya yang beriman. Lantas Nabi Adam berkata: “Roh suci dan sukma yang bagus! Sama-sama masuklah kalian semua di dalam surga Firdaus / Illiyyin.”
Lantas didatangkan lagi kepada Nabi Adam AS roh-roh keturunannya yang sama-sama kafir. Dan Nabi Adam AS pun berkata: “Roh-roh yang busuk dan sukma yang durhaka, sama-sama masuklah kalian semua di dalam neraka Sijjin.”
Dan Nabi Adam AS melihat dari arah kanannya ada bayang-bayang (gerombolan-gerombolan nyawa) hitam dan pintu. Dan dari pintu tersebut, keluarlah aroma yang sangat semerbak harum. Dan dari arah kiri, Nabi Adam AS melihat bayang-bayang dan pintu. Dari pintu tersebut keluarlah aroma yang yang sangat busuk dan menyengat.
Ketika Nabi Adam AS menoleh ke arah kanan, dirinya bangga dan bergembira. Dan ketika menoleh ke kiri, dirinya sedih dan menangis.
Lantas Kanjeng Nabi bersalam kepada Nabi Adam AS. Dan Nabi Adam AS pun menjawab salam beliau. Nabi Adam AS lantas berkata: “Selamat datang wahai anakku yang shalih dan nabi yang shalih.” Lantas Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa itu ya Jibril?” Jibril menjawab: “Beliau adalah Bapak moyang Baginda Rasul, yaitu Nabi Adam AS. Adapun bayang-bayang hitam itu adalah keturunan Nabi Adam AS.

Sementara itu, gerombolan-gerombolan hitam sisi kanan adalah ahli surga, dan yang sisi kiri adalah ahli neraka.”
Apabila Nabi Adam AS melihat ke sisi kanan, beliau bangga dan bahagia hatinya. Dan apabila melihat ke sisi kiri, Nabi Adam AS menangis dan bersedih hati.

Pintu sebelah kanan adalah pintu surga. Ketika nabi Adam AS melihat anak keturunannya sama-sama masuk surga, hatinya bangga dan berbahagia.

Adapun pintu sebelah kiri adalah pintu neraka. Ketika Nabi Adam AS melihat anak keturunannya sama-sama masuk neraka, hatinya menangis dan bersedih.
Lantas Kanjeng Nabi melanjutklan perjalanannya kembali yang tidak jauh dari tempat tadi. Dan bertemulah beliau dengan orang-orang yang senang memakan harta riba dan harta benda anak yatim. Beliau juga bertemu dengan orang-orang yang gemar berzina dan sebagainya. Keberadaan mereka sangat menyedihkan dan mengenaskan (buruk). Seperti fenomena terdahulu. Justru malah lebih menyedihkan.
Lantas Kanjeng Nabi naik kembali ke langit yang kedua. Jibril mengetuk puntu langit dan meminta izin untuk masuk. Penjaga langit bertanya: “Siapa itu?” Jibril menjawab: “Saya Jibril!” Lantas penjaga langit bertanya kembali: “Bersama siapa kamu?” Jibril menjawab: “Saya bersama Kanjeng Nabi Muhammad.” Dan ditanyalah sekali lagi: “Sudah diutus oleh Allahkah kamu untuk datang kemari?” Jibril Jawab: “ Ya! Sudah!” Baru kemudian dipersilahkan: “Silahkan masuk! Selamat datang! Aduh … …, Saya rasa, saya mendapat anugrah dari Allah SWT, sebab saya dapat bertatap muka dengan Baginda Rasul dan menjalin persaudaraan. Semoga Baginda Rasul dimuliakan Allah SWT, dan saudara-saudara yang seiman dan para da’i (wakil dari Allah) yang telah berkenan menyampaikan agama Allah SWT. Demikianlah sebagus-bagusnya saudara seiman, wakilnya Allah SWT, dan sebagus-bagusnya orang yang datang.
Kemudian pintu langit pun segera dibuka. Ketika keduanya telah masuk, tiba-tiba mereka bertemu dengan Nabi Isa AS bin Maryam dan Nabi Yahya bin Zakaria yang keduanya hampir serupa pakaian dan rambutnya (ibunya nabi Yahya masih bersaudara dengan Dewi Maryam). Keduanya ditemani oleh sekelompok kaumnya.
Nabi Isa itu berperawakan standar. Kulitnya putih kemerah-merahan. Rambutnya panjang, kelihatan seperti orang yang baru saja mandi. Wajahnya serupa dengan Yarwah bin Mas’ud-ats Tsaqafi.
Kanjeng Nabi lantas berucap salam kepada Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS. Keduanya menjawab salam tersebut dan berkata: “Selamat datang saudaraku yang shalih dan nabi yang shalih.” Keduanya pun mendoakan Kanjeng Nabi dengan do’a yang bagus.
Lantas Kanjen Nabi dan Malikat Jibril naik ke Langit yang ketiga. Jibril meminta izin agar dibukakan pintu langit. Penjaga pintu langit pun bertanya: “Siapa itu?” Jibril menjawab: “Saya Jibril!” Lantas ditanya kembali: “Bersama siapa kamu?” Jibril menjawab: “Saya bersama Kanjeng Nabi Muhammad.” Dan ditanyalah sekali lagi: “Sudah diutus oleh Allahkah kamu untuk datang kemari?” Jibril Jawab: “ Ya! Sudah!” Baru kemudian dipersilahkan: “Silahkan masuk! Selamat datang! Sungguh saya telah mendapat anugrah dari Allah SWT, sebab saya dapat berjumpa dengan Baginda Rasul dan menjalin persaudaraan dengan Baginda Rasul. Semoga baginda rasul dimuliakan Allah SWT, saudara-saudara yang seiman dan para da’i (wakil dari Allah) yang telah berkenan menyampaikan agama Allah SWT. Itulah semulya-mulyanya saudara seiman, khalifah, dan sebagus-bagusnya orang yang datang.
Kemudian pintu langit pun segera dibuka. Ketika keduanya telah masuk, tiba-tiba mereka berdua berjumpa dengan Nabi Yusuf AS yang ditemani oleh sebagian umatnya. Kanjeng Nabi bersalam kepada Nabi Yusuf AS. Lantas Nabi Yusuf AS menjawab salam tersebut. Dan berkatalah Nabi Yusuf AS: “Selamat datang wahai saudaraku yang shalih dan nabi yang shalih!” Nabi Yusuf pun mendo’akan Kanjeng Nabi dengan do’a yang luhur.
Ketampanan Nabi Yusuf tersebut menyamai setengah dari ketampanan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Menurut salah satu riwayat: “Nabi Yusuf itu dianugrahi raut wajah yang indah melebihi keindahan wajah seluruh umat manusia. Wajahnya laksana bulan purnama yang sinar terangnya melebihi terang sinar semua bintang.” Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa dia wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Dia adalah saudara Baginda Rasul. Namanya Nabi Yusuf AS.”
Lantas Kanjeng Nabi dan Malikat Jibril naik lagi ke langit yang keempat. Dan Jibril meminta izin agar dibukakan pintunya. Penjaga langit bertanya: “Siapa itu?” Jibril menjawab: “Saya Jibril!” Lantas ditanya kembali: “Bersama siapa kamu?” Jibril menjawab: “Saya bersama Kanjeng Nabi Muhammad.” Dan ditanyalah sekali lagi: “Sudah diutus oleh Allahkah kamu untuk datang kemari?” Jibril Jawab: “ Ya! Sudah!” Penjaga langit lantas berucap: “Silahkan masuk! Selamat datang! Semoga kalian berdua dimuliakan Allah SWT, dimuliakan oleh saudara yang seiman dan para da’i (wakil dari Allah) yang telah berkenan menyampaikan agama Allah SWT. Begitulah semulia-mulianya saudara seiman, khalifah, dan sebagus-bagusnya orang yang datang.
Pintu langit lalu dibukakan. Setelah itu mereka berdua masuk. Tiba-tiba Kanjeng Nabi dan Malikat Jibril bertemu dengan Nabi Idris AS yang dimuliakan Allah SWT di tempat yang tinggi dan mulia. Kanjeng Nabi bersalam. Dan dijawablah salam tersebut oleh Nabi Idris AS. Beliau berkata: “Selamat datang wahai saudaraku yang shalih dan nabi yang shalih.” Lantas Nabi Idris mendo’akan Kanjeng Nabi Muhammad dangan do’a yang luhur.
Kemudian Kanjeng Nabi dan Malikat Jibril naik ke langit yang kelima. Jibril lalu minta izin untuk dibukakan pintunya. Penjaga langit pun bertanya: “Siapa itu?” Jibril menjawab: “Saya Jibril!” Lantas ditanya kembali: “Bersama siapa kamu?” Jibril menjawab: “Saya bersama Kanjeng Nabi Muhammad.” Dan ditanyalah sekali lagi: “Sudah diutuskah kalian oleh Allah untuk datang ke tempat ini?” Jibril Jawab: “ Ya! Sudah!” Penjaga langit lantas berucap: “Silahkan masuk! Selamat datang! Semoga kalian berdua dimuliakan Allah SWT, dimuliakan oleh saudara yang seiman dan para da’i (wakil dari Allah) yang telah berkenan menyampaikan agama Allah SWT. Begitulah semulia-mulianya saudara seiman, khalifah, dan sebagus-bagusnya orang yang datang.
Setelah itu pintu langit pun dibuka. Kemudian Kanjeng Nabi dan Malikat Jibril masuk, tiba-tiba mereka berdua berjumpa dengan Nabi Harun AS yang rambut dan jenggotnya sebagian putih dan sebagian hitam. Jenggot tersebut menjuntai ke bawah sepanjang pusar, sebab sangat panjangnya. Nabi harun dikerumuni oleh kaum Bani Israil. Saat itu Nabi Harun bercerita kepada kaum tersebut.
Kanjeng Nabi bersalam dan dijawab. Lantas Nabi Harun berucap: “Selamat datang wahai saudaraku yang shalih dan nabi yang shalih!” Kemudian Nabi Harun mendo’akan Kanjeng Nabi dengan do’a yang baik. Kanjeng Nabi bertanya kepada Malikat Jibril: “Siapakah dia ya Jibril?” Jibril menjawab: “Dia adalah seorang lelaki yang sangat dicintai oleh kaumnya. Namanya Nabi Harun bin Imran.”
Selanjutnya Kanjeng Nabi dan Malaikat Jibril naik lagi ke langit yang keenam. Jibril meminta izin agar dibukakan pintu langit tersebut. Penjaga pintu langit bertanya: “Siapa itu?” Jibril menjawab: “Saya Jibril!” Lantas ditanya kembali: “Bersama siapa kamu?” Jibril menjawab: “Saya bersama Kanjeng Nabi Muhammad.” Dan ditanyalah sekali lagi: “Sudah diutus oleh Allahkah kamu untuk datang ke mari?” Jibril Jawab: “ Ya! Sudah!” Penjaga pintu langit lantas berucap: “Silahkan masuk! Selamat datang! Semoga kalian berdua dimuliakan Allah SWT, dimuliakan oleh saudara yang seiman dan para da’i (wakil dari Allah) yang telah berkenan menyampaikan agama Allah SWT. Begitulah semulia-mulianya saudara seiman, khalifah, dan sebagus-bagusnya orang yang datang.
Kemudian pintu langit pun dibuka. Setelah itu mereka berdua masuk. Lantas Kanjeng Nabi bertemu dengan beberapa nabi yang saling diiringi oleh para kaumnya, namun hanya sedikit. Kanjeng Nabi juga berjumpa dengan nabi-nabi yang kaumnya banyak. Dan bertemu dengan nabi-nabi yang tidak berpengikut.
Kemudian Kanjeng Nabi berjumpa dengan serombongan orang yang sangat banyak yang memenuhi segala penjuru (segala arah). Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa mereka wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah Nabi Musa AS dan para pengikutnya. Namun saya harap Baginda Rasul untuk mengangkat kepala.” Tiba-tiba Kanjeng Nabi melihat serombongan orang yang juga berjumlah sangat banyak yang memenuhi segala penjuru. Jibril berkata: “Mereka semua adalah umatmu wahai Baginda Rasul.” Adapun selain iring-iringan tersebut, ada tujuh puluh ribu orang yang akan masuk surga tanpa dihisab, (semoga kita masuk dalam golongan tersebut).
Setelah Kanjeng Nabi dan Malikat jibril masuk, tiba-tiba mereka berdua bertemu dengan Nabi Musa AS bin Imran. Nabi Musa itu seorang lelaki yang berkulit putih kemerah-merahan. Tinggi badannya seperti orang Syanuah. Banyak-tebal bulunya. Apabila memakai baju rangkap dua, sungguh akan robek tertembus bulu tersebut.
Lantas Kanjeng Nabi bersalam, dan salam tersebut dijawab oleh Nabi Musa AS. Kemudian Nabi Musa berucap: “Selamat datang wahai saudaraku yang shalih dan nabi yang shalih.” Nabi Musa AS juga berdo’a untuk Kanjeng Nabi dengan do’a yang luhur.
Nabi Musa berkata: “Semua orang sama-sama berpikiran bahwa saya adalah orang termulia di hadapan Allah SWT dari pada Muhammad. Namun sesungguhnya Muhammadlah yang lebih mulia di hadapan Allah SWT dari pada saya.”

Ketika Kanjeng Nabi melewati Nabi musa AS, Nabi Musa menangis. Beliau ditanya oleh orang-orang banyak: “Ada apa kok menangis wahai Nabi Musa?” Nabi Musa menjawab: “Saya menangis sebab Muhammad diutus sesudah saya, namun umatnya sangat banyak yang masuk surga dari pada umat saya.”
Kaum Bani Israil sama-sama berpendapat bahwa sayalah yang paling mulia di antara seluruh keturunan Nabi Adam AS di hadapan Allah, namun sesungguhnya Muhammadlah yang lahir sesudah saya yang termulia. Sementara saya telah hidup di alam akhirat. Seumpama hanya Muhammad sendirian, saya tidak apa-apa, namun ini berbeda, Muhammad bersama-sama dengan umatnya, tentu saja saya menjadi iri dengannya.”
Lantas Kanjeng Nabi dan Malikat Jibril naik kembali ke langit yang ketujuh. Jibril meminta izin agar dibukakan pintu langit tersebut. Penjaga pintu langit bertanya: “Siapa itu?” Jibril menjawab: “Saya Jibril!” Lantas ditanya kembali: “Bersama siapa kamu?” Jibril menjawab: “Saya bersama Kanjeng Nabi Muhammad.” Dan ditanyalah sekali lagi: “Sudah diutus oleh Allahkah kamu untuk datang ke mari?” Jibril Jawab: “ Ya! Sudah!” Penjaga langit lantas berucap: “Silahkan masuk! Selamat datang! Semoga kalian berdua dimuliakan Allah SWT, dimuliakan oleh saudara yang seiman dan para da’i (wakil dari Allah) yang telah berkenan menyampaikan agama Allah SWT. Begitulah semulia-mulianya saudara seiman, khalifah, dan sebagus-bagusnya orang yang datang.”
Kemudian pintu langit pun terbuka. Ketika keduanya telah masuk, tiba-tiba mereka bejumpa dengan Nabi Ibrahim AS “Al-Kholil” yang duduk di sebuah kursi yang terbuat dari emas di depan pintu surga. Beliau menyandarkan punggungnya di Baitul Makmur. Saat itu Nabi Ibrahim sedang didampingi oleh sekolompok kaumnya. Lantas Kanjeng Nabi berucap salam dan dijawablah salam tersebut oleh Nabi Ibrahim AS.
Kemudian Nabi Ibrahim AS berkata: “Selamat datang wahai anakku dan nabi yang shalih.” Lantas Nabi Ibrahim berpesan: “Perintahkanlah kepada umatmu, agar memperbanyak tanaman dan perhiasan surga, karena sesungguhnya tanah surga itu sangatlah bagus-subur dan luas.” Kanjeng Nabi bertanya: “Apa tanaman surga tersebut?” Nabi Ibrahim AS berkata: “ Yaitu: laa khaula wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adhiim.”
Menurut salah satu riwayat diterangkan bahwa: “Tolong sampaikan salam saya kepada umatmu dan ceritakanlah bahwa surga itu tanahnya bagus-sangat subur, tawar dan segar airnya. Adapun sesungguhnya tanaman surga tersebut adalah: subkhaanallah walkhamdulillah wa laa ilaaha illallahu wallahu akbar.”
Orang-orang yang berada di sebelah kiri dan kanan Nabi Ibrahim (kaumnya) semuanya duduk dalam satu kelompok. Wajahnya putih-bening seperti kertas, sekelompok lain ada kotoran noda hitam kulitnya. Lantas kaum yang terdapat kotoran dikulitnya sama-sama berdiri kemudian masuk dan mandi di sebuah sungai. Selanjutnya sama-sama keluar sebab telah bersih kotorannya. Setelah itu masuk dan mandi kembali di sebuah sungai yang lain. Kemudian keluar dan telah bersih kotoran noda-noda hitamnya. Lantas masuk dan mandi kembali sampai tiga kali di aungai yang lain lagi. Sesudah itu sama-sama keluar sebab telah bersih seluruh kotoran noda hitamnya. Sehingga kulit dan wajahnya putih-bening sama seperti teman-temannya yang lain. Lantas semuanya sama-sama duduk berkumpul bersama teman-temannya yang berkulit dan berwajah putih-bening tadi.
Kanjeng Nabi bertanya: “Wahai Jibril, siapa kelompok orang-orang yang berkulit dan berwajah putih-bening tersebut? Dan siapa golongan yang kulit dan wajahnya terdapat kotoran noda hitam itu? Dan sungai apa yang dijadikan tempat mandi tadi?”
Jibril menjawab: “Kelompok orang-orang yang kulit dan wajahnya putih-bening itu adalah orang-orang yang imannya tidak tercampur dengan dosa-maksiat. Sedangkan sekelompok orang yang kulit dan wajahnya terdapat kotoran dan noda hitam adalah orang-orang yang beramal shalih namun juga mengerjakan perbuatan dosa-maksiat, lantas mereka sama-sama bertobat dan Allah SWT menerima tobatnya. Adapun sungai tersebut adalah: yang pertama sungai Rahmatullah, yang kedua sungai nikmatullah, dan yang ketiga adalah sungai saqaahum rabbahum syaraabangthahuuraa, yang artinya: sungai tempat kalian semua dianugrahi minum-minuman yang sangat segar dan bening juga bersih.”
Dan dijelaskan oleh Malikat Jibril: “Itulah tempatmu dan tempat umatmu ya Rasulullah!” Di tempat tersebut tiba-tiba Kanjeng Nabi berjumpa dengan umat beliau. Umat tersebut terbagi menjadi dua golongan. Golongan yang pertama memakai pakaian putih seperti kertas, sedangkan golongan yang kedua memakai pakaian kusam.

Baitul Makmur

Kanjeng Nabi lantas masuk ke Baitul Makmur. Beliau masuk bersama-sama dengan golongan yang memakai pakaian putih. Dan golongan yang memakai pakaian kusam dilarang masuk mengikutinya. Kemudian Kanjeng Nabi mengerjakan shalat di Baitul Makmur bersama-sama dengan orang-orang mukmin.
Di situ, Baitul Makmur tersebut ternyata dalam setiap harinya dimasuki tujuh puluh ribu malaikat yang tidak pernah kembali keluar lagi hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya Baitul Makmur tersebut tegak lurus dengan Ka’bah. Seumpama sebuah batu di jatuhkan dari Baitul Makmur, maka akan terjatuh tepat di Ka’bah. Apabila sudah masuk Baitul Makmur maka tidak akan keluar lagi. Tepat di Baitul Mamur tersebut merupakan akhir dari perjalanan para malaikat.
Dalam riwayat lain juga dijelaskan: “Dalam Baitul Makmur itu, Kanjeng Nabi dihidangi tiga gelas minuman. Lantas Kanjeng Nabi memilih dan mengambil gelas yang berisi susu. Tindakan Kanjeng Nabi tersebut dibenarkan oleh Malaikat Jibril dengan ungkapan: Susu tersebut merupakan tanda dari agama islam (fitrah) yang akan Baginda Rasul dan umat Baginda Rasul peluk.”
Kemudian Kanjeng Nabi dibawah naik lagi ke Sidrotul Muntaha. Di tempat itulah akhir dari semua amal manusia naik dari bumi, lalu berhenti. Di Sidrotul Muntaha tersebut, takdir-takdir diturunkan dari ketinggian dan berhenti.
Sidrotul Muntaha adalah sebatang pohon besar. Dari tunasnya mengalir beberapa sungai yang airnya sangat bening dan tidak pernah berubah, baik bentuk maupun rasanya. Di situ juga mengalir sungai susu yang tidak akan pernah berubah rasanya. Ada juga sungai arak yang sangat segar menurut orang-orang yang meminum dan sungai madu yang sangat bersih-bening.
Atap Sidratul Muntaha itu jika ditelusuri seseorang yang naik kendaraan membutuhkan waktu tujuh puluh tahun, namun belum juga sampai. Adapun buahnya Sidrotul Muntaha itu sebesar kendi-kendi Tanah Hajar (sebuah desa yang dekat dengan Madinah). Sementara daunnya selebar telinga gajah. Satu daun saja sudah mampu menutupi seluruh umat yang ada.
Menurut salah satu riwayat diterangkan: “Selembar daun tersebut dapat menutupi seluruh makhluk. Tiap-tiap satu daun terdapat satu malaikat. Daun itu warnanya bermacam-macam yang tidak dapat dimengerti warna apa saja itu. Ketika ada suatu perkara yang menutupinya, sebab perintah Allah SWT, lantas berubalah menjadi Intan Baiduri, Yaqut, dan Zabarjud.”
Tidak ada seorang pun yang sanggup memberi sifat dan menggambarkan keadaan Sidratul Muntaha. Dalam setiap daun terdapat belalang emas. Dari tunas pohon Sidrotul Muntaha tersebut mengalir empat sungai yang masuk ke surga. Adapun yang dua, mengalir keluar ke bumi (dua yang terlihat dan dua tidak terlihat).
Kanjeng Nabi bertanya: “Sungai apakah itu ya Jibril?” Jibril berkata: “Dua sungai yang tidak terlihat itu mengalir ke dalam surga. Adapun dua sungai yang terlihat itu adalah sungai Nil (Mesir) dan sungai Furat (Irak).”
Menurut salah satu riwayat dijelaskan: “Di dalam Sidrotul Muntaha, Kanjeng Nabi sempat melihat Malaikat Jibril memiliki enam ratus sayap (600). Tiap-tiap sayap tersebut sanggup menutupi jagad raya. Dan dari tiap-tiap sayapnya Jibril itu bertaburan Intan dan Yaqut. Dari mana asalnya tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT.”
Lalu Kanjeng Nabi berjalan menelusuri tepi Telaga Kautsar hingga masuk ke dalam surga. Tiba-tiba Kanjeng Nabi di dalam surga melihat beberpa hal yang tidak dapat terlihat oleh mata, tidak dapat didengar telinga, dan tidak pernah terlintas di hati. Kanjeng Nabi kemudian melihat sebuah tulisan di pintu surga: “Memberi shadaqah itu pahalanya sepuluh kali lipat, dan memberi hutang orang yang membutuhkan itu pahalanya delapan belas kali lipat.” Lantas Kanjeng Nabi pun bertanya: “Jibril, bagaimana bisa orang yang memberi hutang itu lebih utama dari pada shadaqah?” Jibril menjawab: “Sebab orang yang meminta-minta itu masih memiliki kelebihan sesuatu, sedangkan orang hutang itu tidak akan berani hutang kecuali membutuhkan.”
Kanjeng Nabi kemudian berjalan-jalan di surga. Tiba-tiba saja beliau berjumpa dengan sungai susu yang tidak akan pernah berubah rasanya dan sungai khomer yang sangat lezat menurut orang-orang yang minum. Dan sungai madu yang sangat bening. Di dalam surga bertaburan rumah-rumahan kecil yang terbuat dari lu’lu’-mutiara dan beberapa buah delima yang besarnya sebesar timba-timba.
Menurut salah satu riwayat diterangkan: “Di dalam surga terdapat buah delima yang besarnya sebesar kulit unta yang ada muatannya dan burung-burung surga itu sebesar Unta Khurasan yang memiliki dua punuk (punggung).”
Shahabat Abu Bakr berkata: “Ya Rasulullah! Apakah dagingnya nikmat?” Kanjeng Nabi berkata: “Saya pernah memakan daging burung itu. Sungguh dagingnya benar-benar nikmat melebihi kenikmatan seluruh daging yang pernah aku rasakan. Dan saya berharap kamu bisa makan daging burung tersebut.” Lalu Kanjeng Nabi melihat Telaga Kautsar yang di dua tepinya terdapat rumah-rumahan kecil yang terbuat dari mutiara yang dilubangi. Tanahnya berbau harum seperti minyak misik.
Lantas Kanjeng Nabi diperlihatkan batu dan besi di neraka. Di situ tempat kemurkaan, kutukan, dan siksaan Allah SWT.
Seumpama batu dan besi dilemparkan ke dalam neraka, tentu akan hancur binasa dan meleleh. Di dalam neraka tiba-tiba ada sekelompok orang/umat yang semuanya memakan bangkai.
Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa mereka ya Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang pekerjaannya suka memakan daging manusia (artinya: orang-orang yang gemar mengumpat).” Di situ, Kanjeng Nabi melihat Malaikat Malik penjaga neraka. Wajahnya selalu terlihat sadis dan memancarkan aura kemarahan yang sangat membara. Kanjeng Nabi mengawali berucap salam kepada Malaikat Malik. Lalu pintu neraka ditutup untuk menghormati Kanjeng Nabi.
Lantas Kanjeng Nabi dibawah naik ke Sidrotul Muntaha. Kanjeng Nabi diselimuti kabut yang menyerupai mendung yang warnanya beraneka ragam. Dan Jibril pun berhenti.
Kanjeng Nabi lalu dibawa naik ke Mustawa (sebuah tempat tinggi yang biasanya dijadikan sebagai tempat peristirahatan). Di tempat tersebut, beliau terdengar gemricik kolam-kolam. Di situ, beliau juga melihat seorang lelaki yang diliputi oleh Nurul ‘Arsy. Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa dia wahai Jibril? Apakah seorang Malaikat?” Jibril menjawab: “Bukan!” Kanjeng Nabi bertanya lagi: “Apakah seorang nabi?” Dijawabnya kembali: “Bukan!” Kanjeng Nabi bertanya sekali lagi: “Lantas siapakah dia?” Dan dijawablah: “Dia adalah seorang lelaki yang semasa hidup di dunia, lisannya selalu basah sebab dibuat dzikir kepada Allah SWT. Dan hatinya selalu terikat erat (sambung-berpikir-berangan-angan) dengan masjid. Serta tidak pernah memusuhi-tidak pernah menyakiti hati kedua orang tuanya.”
Lantas Kanjeng Nabi menghadap Allah SWT. Beliau lalu bersujud. Allah pun berkata kepada Kanjeng Nabi ketika beliau sedang bersujud: “Wahai Muhammad!” Kanjeng Nabi menjawab: “Ya, ada apa wahai Tuhanku?” Allah berucap: “Apa yang kamu kehendaki dari-Ku?” Kanjeng Nabi berkata: “Sesungguhnya Engkau telah menjadikan Nabi Ibrahim AS sebagai Kholilullah dan juga kerajaan yang agung. Engkau telah memberi petunjuk kepada Nabi Musa AS. Dan menganugrahi Nabi Dawud AS kerajaan yang agung, meluluhkan besi kepada Nabi Dawud AS, juga memberi kuasa Nabi Dawud untuk meguasai gunung. Dan Engkau telah memberikan kepada Nabi Sulaiman kerajaan yang agung, dapat menguasai jin, manusia, syetan, dan angin. Engkau juga telah menganugrahkan sebuah kerajaan yang tidak pernah diberikan setelah Nabi Sulaiman. Engkau juga mengajari Nabi Isa AS kitab Taurat dan Injil, juga memberikan kemampuan dapat menyembuhkan orang buta, bisu, dan belang (kulitnya putih), dan dapat menghidupkan orang mati dengan seizin-Mu. Engkau telah menjaga sekaligus melindungi Nabi Isa AS serta ibunya dari godaan syetan yang terkutuk, hingga tidak ada yang berani menggoda keduanya lagi.”
Lalu Allah SWT berkata: “Sungguh telah Kujadikan engakau Muhammad sebagai kekasih-Ku. Rowi Hadits menjelaskan: “Ucapan Allah tersebut sebenarnya telah ditulis di dalam kitab Taurat, bahwa Kanjeng Nabi Muhammad adalah kekasih Allah dan Allah pun telah mengutusnya untuk seluruh umat manusia dengan memberi kebahagiaan surga bagi orang yang berkenan mengikutinya, dan menakut-nakuti dengan neraka bagi orang yang mendurhakainya. Dan Allah telah membuka serta melapangkan dada juga hati Muhammad SAW. Mengampuni seluruh dosanya, dan Allah telah mengangkat derajatnya hingga tidak akan disebut nama Allah kecuali bersamaan dengan Nama Muhammad. Allah telah menjadikan umat Muhammad sebagai umat yang terbagus dari seluruh umat yang ada dan dilahirkan untuk manusia. Dan Allah telah menjadikan umat Muhammad sebagai umat yang awal diciptakan dan yang terakhir dilahirkan.”
“Dan telah Ku tetapkan kepada umatmu, Muhammad, tidak memiliki kewenangan dalam menasehati sesamanya, kecuali telah berucap dan bersaksi bahwa Muhammad adalah Hamba-Ku dan utusan-Ku. Dan Aku telah menjadikan umatmu, Muhammad, sebagai satu-satunya umat yang hatinya menjadi tempat menerima ilmu dan hikmah.”
“Dan telah Kujadikan engkau sebagai permulaan para nabi dalam setiap kejadiannya dan yang akhir dari seluruh para nabi berdasarkan pengutusannya. Dan telah Kujadikan engkau sebagai orang yang pertama dihisab, dan telah Aku anugrahkan kepadamu surat Al-Fatihah (tujuh ayat yang diulang-ulang sampai berkali-kali pembacaannya) yang tidak Aku berikan kepada nabi sebelum kamu.”
“Dan telah Kuberikan kepadamu, beberapa akhir dari surat Al-Baqarah, dari perbendaharaannya di bawah ‘Arasy yang tidak pernah aku berikan kepada nabi sebelum kamu.

Dan engkau telah Aku anugrahi Al-Kautsar (telaga Kautsar). Saya juga telah memberimu delapan keutamaan: ………..
…… Islam, hijrah, kebenaran, puasa Ramadlan, amar ma’ruf, dan nahi munkar.”
“Dan sesungguhnya Aku mulai hari ini telah memberi mandat kepada seisi langit dan bumi. Telah Kuwajibkan kepadamu dan kepada umatmu untuk mengerjakan shalat lima puluh kali. Maka kerjakanlah shalat tersebut.”
Dan dalam salah satu riwayat dijelaskan: “Rasulullah Muhammad dianugrahi shalat lima puluh waktu, beberapa ayat terakhir dari surat Al-Baqarah, dan Allah telah mengampuni dosa-dosa umat Muhammad, kecuali dosa musyrik (menyekutukan Allah) dari umat Muhammad dengan sesuatu hal yang bersifat merusak keimanan.”
Lantas tersibaklah kabut yang menyilaukan yang berasal dari nur Kanjeng Nabi Muhammad. Kemudian Jibril memegang erat-erat tangan Kanjeng Nabi. Lalu cepat-cepat mengundurkan diri.
Setelah itu, Kanjeng Nabi mendatangi Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim tidak berkata apa-apa. Kemudian Kanjeng Nabi mendatangi Nabi Musa AS. Nabi Musa AS berkata: “Aku adalah sebagus-bagusnya teman bagimu.”

Nabi Musa dan Nabi Muhammad

Nabi Musa AS bertanya: “Ada keperluan apa engkau ya Muhammad? Apa yang telah diwajibkan Allah kepadamu dan kepada umatmu?” Kanjeng Nabi menjawab: “Allah telah mewajibkan kepadaku dan kepada umatku untuk mengerjakan shalat lima puluh waktu dalam sehari semalam.”
Nabi Musa AS berkata: “Berkenanlah kiranya engkau untuk kembali ke hadapan Allah dan memintalah keringanan untuk dirimu dan umatmu. Sebab sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakannya. Sungguh, saya telah mencobanya kepada orang-orang sebelum kamu dari kaum Bani Israil. Dan perintah tersebut lebih ringan dari pada perintah yang telah diwajibkan kepadamu dan kepada umatmu itu. Pagi dua rakaat, sore dua rakaat, namun umatku masih saja sulit dan tidak sanggup mengerjakannya. Mereka semua sama-sama meninggalkannya.
Sementara umatmu, lebih ringkih jasadnya, badannya, hatinya, penglihatannya, dan pendengarannya.”
Lalu Kanjeng Nabi menoleh ke arah malaikat Jibril, meminta pertimbangan. Jibril menganggukkan kepala, sebagai tanda mempersilahkan. Kanjeng Nabi lantas lekas-lekas kembali.
Hingga tiba di Syajaroh Sidrotil Muntaha. Kanjeng Nabi kemudian diselimuti mendung. Kanjeng Nabi sujud dan berkata: “Duh Tuhanku, semoga engkau berkenan memberi keringanan kepada umatku sebab umatku adalah seringkih-ringkihnya umat.” Allah SWT berkata: “Aku kurangi lima untuk umatmu.”
Lantas tersingkaplah kabut mendung. Kanjeng Nabi kembali datang menghadap Nabi Musa AS, dan berkata: “Allah telah mengurangi lima untukku.” Kemudian Nabi Musa AS berkata: “Berkenanlah untuk kembali mengahadap Tuhanmu dan mintalah keringanan sekali lagi. Karena sesungguhnya umatmu masih tidak mampu untuk mengerjakannya.”
Selanjutnya Kanjeng Nabi bolak-balik dengan tiada henti-hentinya di antara Nabi Musa AS dan Allah SWT. Allah memberikan keringanan lima-lima kepada Kanjeng Nabi hingga shalat lima puluh waktu tersebut hanya tinggal lima waktu saja. Allah pun berkata kepada Kanjeng Nabi: “Wahai Muhammad!” Kanjeng Nabi menjawab: “Aku sambut panggilan-Mu ya Allah!” Allah berkata: “Shalat itu kerjakanlah dalam waktu sehari-semalam. Adapun pahalanya setiap satu kali shalat adalah sepuluh kali lipat. Jadi, lima kali shalatan itu sama halnya dengan pahala lima puluh kali shalat.
Oleh sebab itu, apa yang telah aku katakan, tidak akan pernah bisa diganti maupun dihapus, dan itu telah menjadi ketetapanku. Dan siapa saja yang dengan sengaja berniat untuk melakukan kebajikan, namun tidak bisa melaksanakan (sebab ada sesuatu udzur syara’) maka ditulis satu kebaikan, namun jika dapat mengerjakannya, maka ditulis sepuluh kebagusan.
Barang siapa yang berniat maksiat, lantas tidak jadi dikerjakannya, maka tidak akan ditulis apa-apa. Apa bila jadi mengerjakan maksiat tersebut, maka ditulislah satu maksiat.”
Setelah itu tersingkaplah mendung yang menutupi Kanjeng Nabi dan beliau pun akhirnya turun hingga sampai pada Nabi Musa AS kembali lantas Kanjeng Nabi memberi khabar padanya. Lantas Nabi Musa AS berkata:: “Berkenanlah kiranya kamu ya Muhammad untuk kembali lagi ke hadapan Allah, Tuhanmu untuk meminta keringanan. Sesungguhnya umatmu masih belum sanggup untuk mengerjakannya.” Kanjeng Nabi menjawab: “Saya sudah bolak-balik ke hadapan Allah SWT hingga saya merasa malu. Sekarang saya telah ridla dan pasrah/ikhlas menerimanya.”
Tidak lama kemudian, terdengarlah seruan: “Sungguh aku telah mewajibkan akan sebuah kewajiban dan telah memberikan suatu keringanan kepada hamba-Ku.” Setelah terdengar seruan itu, Nabi Musa AS lalu berkata: “Silahkan, saya persilahkan kamu wahai Muhammad untuk turun sambil menyebut nama Allah SWT.”
Kemudian Kanjeng Nabi turun. Dan beliau tidak mendahului rombongan para malaikat. Kecuali mereka semua saling berkata: “Berkenanlah kamu ya Rasulullah untuk membiasakan canduk (mengeluarkan darah kotor dari kepala).”
Dalam satu riwayat diterangkan: “Berkenanlah kamu kiranya ya Muhammad untuk memerintahkan kepada umatmu agar membiasakan canduk.” Lalu Kanjeng Nabi turun.
Kanjeng Nabi bertanya kepada Malaikat Jibril: “Saya tidak menemukan penghuni langit, kecuali sama-sama menyambut kehadiranku dengan sambutan riang gembira. Dan semuanya sama-sama tersenyum manis untukku. Kecuali seorang malaikat. Saya mengucap salam kepadanya. Dia juga menjawab salam saya dan menyambut saya dengan penuh kebahagiaan. Dia juga mendoakan saya, namun dia tidak menunjukkan raut wajah yang menggembirakan kepadaku.”
Jibril menjelaskan: “Seorang Malikat tersebut adalah Malaikat Malik penjaga neraka. Dia tidak pernah menunjukkan raut wajah yang menggembirakan semenjak diciptakan. Seumpama Malikat Malik ingin menunjukkan raut wajah yang menggembirakan kepada orang lain, tentu saja hanya kepadamu seorang ya Rasul.”
Ketika Kanjeng Nabi turun ke langit dunia, beliau melihat ke bawah. Tiba-tiba beliau melihat debu yang tebal dan smendengar suara yang menggemuruh. Lalu Kanjeng Nabi bertanya: “Apa itu ya Jibril?” Jibril menjawab: “Itu adalah perbuatan syetan yang berusaha untuk menghalang-halangi manusia agar manusia tersebut tidak mampu memikirkan keagungan Allah SWT baik di langit maupun di bumi. Seumpama syetan tidak menggaggu dan tidak menghalang-halangi, sudah dapat dipastikan bahwa, semua manusia akan mampu melihat keajaiban-keajaiban Allah SWT.”
Kanjeng Nabi lalu naik Buroq. Beliau kemudian melihat unta-unta orang Quraisy berhamburan di sana-sini. Dan di dalam rombongan unta-unta tersebut, ada satu unta yang membawa dua muatan. Satu muatan berwarna hitam dan satu muatan berwarna putih.
Ketika Kanjeng Nabi mendekati unta-unta tersebuat, unta-unta itu semuanya saling berontak lari dan berputar-putar lalu terjatuh hingga ada yang patah kakinya.
Kanjeng Nabi lantas mendahului iring-iringan orang yang mengendarai unta-unta yang lain. Di antara metreka ada yang kehilangan untanya. Seluruh unta dikumpulkan dan dicarilah unta yang hilang tersebut oleh orang banyak yang berasal dari Bani Fulan. Lalu Kanjeng Nabi bersalam kepada orang berunta tersebut. Dan berkatalah sebagian orang dari rombongan tadi: “Ini suaranya Muhammad!”
Setelah semua itu, Kanjeng Nabi tiba di tempat shohabat-shohabatnya menjelang waktu subuh di Makkah. Ketika sudah subuh, beliau terlihat mengeluh-sedih dan mengerti jika sesungguhnya orang-orang akan sama-sama mendustakannya. Kanjeng nabi lantas duduk bersandar dan bersedih hati.
Tidak lama kemudian muncullah musuh Allah SWT yaitu Abu Jahal. Abu Jahal pun mendatangi Kanjeng Nabi dan ikut duduk bersama beliau. Abu Jahal bertanya kepada Kanjeng Nabi seperti orang yang mengejek: “Apakah ada berita yang ajaib Muhammad?” Kanjeng Nabi menjawab: “Iya, ada!” Abu Jahal bertanya kembali: “Berita apakah itu?” Kanjeng Nabi menjawabnya: “Tadi malam saya di-Isra’kan.” Abu Jahal bertanya lagi: “Kemanakah Isra’mu?” Kanjeng Nabi menjawab: “Ke Baitul Maqdis.”
Abu Jahal bertanya: “Sepagi inikah kamu sudah hadir di tengah-tengah kita semua?” Kanjeng Nabi menjawab: “Ya!” Abu Jahal tidak memperlihatkan kedustaanya kepada Kanjeng Nabi. Abu Jahal hawatir jika Kanjeng Nabi akan berpaling dari ucapannya sehingga Abu Jahal pun memanggilkan para kaum beliau.

Abu Jahal bertanya: “Wahai Muhammad! Bagimana pendapatmu jika aku undang kaummu? Apakah kamu berkenan untuk menceritakan kepada para kaummu apa yang telah kau ceritakan kepadaku?” Kanjeng Nabi berkata: “Ya, saya mau!”
Lalu Abu jahal mengundang dan mengumumkannya: “Wahai kaum keturunan Bani Ka’ab bin Lu’ayin, datanglah kemari kalian semuanya!” Lantas datanglah mereka semua untuk menghadiri majelis tersebut. Orang-orang banyak yang berdatangan serta duduk di depan kursinya Kanjeng Nabi dan Abu Jahal. Abu Jahal pun berkata: “Wahai Muhammad! Berceritalah kamu kepada kaummu, tentang apa yang telah kau ceritakan kepadaku!”

Rasul Bercerita

Kemudian Rasulullah SAW pun bercerita: “Sesungguhnya saya tadi malam telah di-Isra’kan.” Orang banyak sama-sama bertanya: “Ke mana?” Baginda Rasul Menjawab: “Ke Baitul Maqdis.” Orang-orang pun bertanya kembali: “Apa sepagi inikah kamu telah datang di tengah-tengah kita semua?” Baginda Rasul menjawab: ”Ya, benar!”
Mendengar cerita Rasulullah tersebut, kaum menjadi gaduh. Ada yang bertepuk tangan. Ada yang meletakkan tangannya di kepalanya sebab kagum. Suasana kaum menjadi gaduh. Kaum menganggapnya aneh dan sebuah peristiwa besar. Lantas Mut’im bin Adi berkata: “Wahai Muhammad! Semua ceritamu sebelumnya hanya biasa-biasa saja dan ringan, kecuali ceritamu pada hari ini.
Saya bersaksi: bahwa sesungguhnya kamu itu bohong dan seorang pembohong. Kita/saya bepergian ke Baitul Maqdis dengan mengendarai unta itu membutuhkan rentang waktu satu bulan. Apa mungkin kamu dapat sampai di Baitul Maqdis dalam rentang waktu hanya semalam? Demi Latta dan Uzza, saya tidak percaya!”
Shohabat Abu Bakar berkata: “Wahai Mut’im! Sungguh hina ucapanmu kepada putra saudaramu sendiri. Kamu telah membuat malu dan mendustakan keponakanmu sendiri. Sementara itu, saya bersaksi bahwa Kanjeng Nabi Muhammad itu orang yang benar (saya percaya)!”
Orang-orang saling bertanya: “Wahai Muhammad! Cobalah kau sifati-jelaskanlah kepada kita semua tentang Baitul Maqdis. Seperti apa bangunannya? Seperti apa bentuknya? Dan berapa jarak-jauhnya dengan gunung? Sementara di dalam kumpulan kaum ini sudah ada salah seorang yang pernah pergi ke Baitul Maqdis.” Lalu Kanjeng Nabi menyifati Baitul Maqdis dengan jelas kepada kaumnya. Bagunannya, bentuknya, dan jarak-jauhnya dengan gunung. Beliau menyifati dan menggambarkan semua keadaan Baitul Maqdis secara jelas kepada kaumnya. Hanya ada satu hal yang tidak beliau jelaskan yaitu tentang jumlah pintunya. Sebab itulah, hati Kanjeng Nabi pun menjadi sedih. Belia tidak pernah merasakan kesedihan hati seperti saat itu.
Tiba-tiba beliau pun didatangkan gambar Masjid Baitul Maqdis yang terletak di dekat rumah Akil bin Abi Tholib. Kaum Quraisy lalu saling bertanya: “Berapa banyakkah jumlah pintu Baitul Maqdis?” padahal Kanjeng Nabi belum pernah menghitungnya. Kemudian beliau melihat dan mengamati gambar masjid serta menghitung jumlah pintunya dengan jelas. Lalu Kanjeng Nabi pun menjawab dan memberitahukannya kepada mereka semua. Dengan sepontan Shohabat Abu Bakar berkata: “Benar kamu ya Rasulullah. Kamu memang benar! Saya bersaksi bahwa engkaulah utusan Allah SWT.”
Kaum Quraisy saling berkata kepada Abu Bakar: “Berkaitan dengan sifat-sifat masjid, demi Allah Muhammad memang benar. Namun apakah engkau juga membenarkan jika Muhammad telah bepergian dalam kurun waktu semalam ke Baitul Maqdis? Dan telah tiba kembali di tempat ini sebelum subuh?” Abu Bakr menjawab: “Ya, justru itu, sesungguhnya saya sangat membenarkannya. Saya juga percaya mengenai cerita Kanjeng Nabi yang naik ke langit (Mi’raj) dalam kurun waktu sepagi atau sesore.” Sebab itulah Abu Bakar mendapat gelar Ash-Shiddiq (orang yang cepat percaya).
Lantas kaum Quraisy bertanya kepada Kanjeng Nabi: “Wahai Muhammad! Coba kamu ceritakan tentang rombongan unta-unta kita (yang sekarang baru bepergian ke Baitul Maqdis).” Kanjeng Nabi berkata: “Saya bertemu rombongan unta Bani Fulan di Rukhaa yang kehilangan untanya dan mereka semua saling mencarinya. Kemudian saya singgah sejenak, tapi saya tidak bertemu dengan siapa-siapa. Tiba-tiba di tempat itu, saya menemukan semangkuk air. Air itu lalu saya minum.
Kemudian saya juga bertemu dengan rombongan unta-unta Bani Fulan di sana-sini. Dan di tempat itu ada unta merah yang ada muatannya karug hitam dan karung putih. Ketika saya melewatinya, rombongan unta-unta itu sama-sama terkejut dan saling berlarian membuyarkan diri.
Lalu saya bertemu iring-iringan rombongan orang-orang yang naik unta dari Bani Fulan di Tan’im. Unta yang terdepan berwarna kelabu yang bergaris hitam. Unta tersebut membawa dua karung. Rombongan untan-unta tersebut sebentar lagi akan tiba di sini.”
Kaum Quraisy bertanya: “Kira-kira kapan rombongan unta-unta itu akan tiba?” Kanjeng Nabi menjawab: “Hari Rabu!” Ketika hari Rabu telah tiba, kaum Quraisy sama-sama menjemput dan menunggu kedatangannya. Tidak disangka, hari Rabu pun hampir berselang, rombongan unta-unta belum juga tiba. Kanjeng Nabi lalu berdo’a-meminta kepada Allah SWT agar hari itu di tambah satu jam lagi dan matahari ditahan berhenti hingga iring-iringan unta-unta itu tiba.
Lantas kaum Quraisy sama-sama menjemput rombongan unta-unta itu dan saling bertanya: “Apakah kalian kehilangan unta?” Rombongan tersebut menjawab: “Iya, benar!” Perowi hadits menceritakan: “Kaum Quraisy saling bertanya kepada rombongan unta-unta yang lain. Apa unta kalian yang berwarna merah kakinya patah?” Mereka menjawabnya: “Iya, benar!” Kaum Quraisy bertanya lagi: “Apakah di antara kalian ada yang memiliki semangkuk air?” Ada salah seorang yang menjawab: “Saya bersumpah demi Allah, saya meletakkan semangkuk air. Tidak ada seorang pun yang mengaku meminum air itu dan juga tidaklah tumpah air itu ke tanah, namun airnya habis dengan sendirinya.”
Pada Akhirnya kaum Quraisy sama-sama menuduh kepada Kanjeng Nabi dan berucap: “Benar, apa kata Al-Walid!” Sebab peristiwa tersebut, Allah pun menurunkan ayat: “Dan Aku (Allah) tidak menciptakan ar-ru’ya (penglihatan dan pengetahuan yang telah Kuperlihatkan ketika Isra’-Mi’raj), kecuali hanya menjadi fitnah-ujian bagi manusia.”

Akhir Kisah

Berakhirlah kisah perjalanan Isra’-Mi’raj rasulullah Muhammad SAW. Segala puji bagi Allah atas segala pertolongan-Nya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan Rahmat dan salam-Nya kepada Nabiullah Muhammad, keluarga, dan kepada para shahabat-shahabat beliau dengan Rahmat dan Salam yang melimpah-ruah. Dan segala puji tersebut, hanyalah milik Allah, Tuhan sekalian Alam, amin

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK