PASAR WAQIAH RAMADAN MALAM KE-18: Tanda Kesempurnaan Iman dan Adab ala Islam
KAJIAN AL-ARBA’IN AN-NAWAWI
OLEH: KIAI AHMAD ZAINUDDIN BADRUDDIN, M.M.
Hadis Ketigabelas: Kesempurnaan Iman
عن أبي حمزة أنس بن مالك رضي الله تعالى عنه – خادم رسول الله صلى الله عليه وسلم عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال: “لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه” رواه البخاري ومسلم.
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik ra., pelayan Rasulullah saw., bahwa Nabi bersabda, “Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tentang Anas bin Malik
annur2.net – Anas bin Malik merupakan salah satu sahabat yang mendapat keberkahan dari doa Nabi Muhammad, di antaranya umur yang panjang dan keturunan yang banyak. Umur Sahabat Anas mencapai lebih dari seratus tahun. Oleh karena itu, Anas bin Malik sampai menjumpai jumlah keluarganya yang mencapai seratus orang. Sudah termasuk hitungan cucu-cucunya.
Sahabat Anas bin Malik memiliki sebuah kebun kurma. Tidak seperti biasanya, kebun kurmanya bisa menempuh masa panen dua kali setahun. Bahkan kebun tersebut berbau harum. Ini juga termasuk berkah dari doa Nabi Muhammad untuk beliau.
Iman yang Sempurna
Iman seseorang dianggap sempurna sampai mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Ada sebuah cerita saat perang Yarmuk di sebuah padang pasir. Ketika itu para prajurit sangat kelelahan. Satu orang di antara mereka membawa sebuah wada berisi sedikit air. Orang itu memberikan airnya kepada salah seorang yang kelelahan.
Namun orang yang diberi menolaknya, “Jangan aku, yang lain saja.” Ketika memberikannya kepada yang lain, respons mereka juga sama. Sampai-sampai mereka meninggal dunia karena kehausan karena mendahulukan orang lain dalam kebaikan.
Hal ini sulit untuk kita lakukan. Ketika tidak ada yang memberi, kita malah saling berebutan. Sudah tentu orang yang memahami konsep ini akan mendahulukan temannya atau orang lain. Orang yang seperti ini memiliki iman yang sempurna.
Ibrahim bin Adham dan Syaqiq Al-Balkhi
Suatu hari, Ibrahim bin Adham bertemu dengan Syaqiq Al-Balkhi. Syaqiq pun berkata, “Apa yang Anda lakukan jika tidak memiliki atau menemukan apapun?” Ibrahim bin Adham menjawab, “Kalau aku memilikinya, aku bersyukur. Jika tidak memilikinya, aku akan bersabar.”
Kemudian Syaqiq Al-Balkhi mengatakan, “Kalau hanya seperti itu, hewan pun sudah melakukannya.” Mendengar itu, Ibrahim bin Adham kebingungan, “Lalu harus bagaimana?” Syaqiq pun menjelaskan, “Ketika aku mempunyai, aku akan membagikannya. Tetapi jika tidak punya, aku akan bersyukur.”
Ini seperti dongeng. Seakan-akan tidak bisa terjadi. Tapi itulah para ulama zaman dulu. Beliau bisa melakukan kebaikan-kebaikan yang sulit seperti ucapan Syaqiq Al-Balkhi. Bahkan Ibrahim bin Adham bingung karena berbeda dengan pendapatnya. Orang seperti itu mendahulukan orang yang lebih berhak menerima pemberian dan merasa dirinya tidak berhak mendapatkannya.
Hadis Keempatbelas: Kesucian darah Muslim dan Sebab Kehancurannya
عن ابن مسعود رضي الله تعالى عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “لا يحل دم امرئ مسلم إلا بإحدى ثلاث: الثيب الزاني، والنفس بالنفس، والتارك لدينه المفارق للجماعة”. رواه البخاري ومسلم.
Dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Tidak halal darah orang muslim kecuali karena salah satu dari tiga sebab: orang yang sudah menikah tapi berzina, membunuh seseorang karena telah membunuh orang lain, dan orang yang meninggalkan agamanya serta berpisah dari golongan (Islam).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tentang Ibnu Mas’ud
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Mas’ud. Beliau merupakan perawi hadis perihal surah Al-Waqiah. Abdullah bin Mas’ud memiliki postur tubuh yang kurus, seolah-olah akan terbang jika angin menerjangnya.
Meskipun berperawakan kurus, Abdullah bin Mas’ud adalah orang yang pemberani. Beliau membaca Al-Qur’an di Kakbah di tengah kerumunan kafir Quraisy. Akhirnya, petinggi kafir Quraisy yaitu Abu Jahal memukulinya. Setelah itu, Nabi Muhammad berkata kepada Abdullah bin Mas’ud, “Tenang saja. Suatu hari nanti, kamu yang akan membalasnya.”
Setelah beberapa lama, perang Badar terjadi pada tanggal 17 Ramadan 2 Hijriyah. Saat itulah, Abdullah bin Mas’ud membunuh Abu Jahal. Ucapan Nabi Muhammad benar-benar terjadi.
Darah Orang Muslim yang Halal
Darah seorang muslim tidak halal kecuali karena salah satu dari tiga sebab. Pertama, orang yang sudah menikah, tapi berzina. Kedua, membunuh seseorang karena telah membunuh orang lain. Sebagaimana telah kita ketahui, konsekuensi membunuh orang adalah di-qishash.
Qishash bukan aturan kejam dari agama Islam. Melainkan untuk menghentikan pembunuhan berantai. Orang-orang akan takut untuk membunuh orang lain karena konsekuensinya ia akan dibunuh juga.
Ketiga, orang yang meninggalkan agamanya yang terpisah dari jemaah/perkumpulan Islam. Maksudnya adalah orang murtad. Maka dari itu, seburuk-buruk orang adalah yang keluar dari agama Islam.
Hadis Kelimabelas: Adab Islamiyah
عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم جاره، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه”. رواه البخاري ومسلم.
Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berkata baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Budi Pekerti Seorang Mukmin
Orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaknya ia selalu berkata baik atau diam. Sebagaimana ungkapan, “Diam adalah emas.”
Selain itu, hendaknya ia memuliakan tetangganya. Adapula ungkapan, “Jika kalian akan mengadakan selamatan, buatlah kuah yang banyak.” Maksudnya supaya pemilik hajat bisa membagikannya kepada semua tetangganya. Tapi jangan hanya kuah, berilah lauk atau makanan lain sekiranya pantas. Bagi tetangganya juga harus menerimanya meskipun hanya sedikit.
Orang yang beriman seperti di atas juga memuliakan tamunya. Ada sebuah keterangan, “Tamu datang membawa keberkahan. Ia pulang membawa dosa-dosa tuan rumahnya.” Kedatangan tamu bisa mengurangi dosa tuan rumahnya. Hal seperti ini dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. Beliau tidak ingin makan kecuali bersama tamu.
(Riki Mahendra Nur C./Mediatech An-Nur II)
Leave a Reply