Seratus Dua Puluh Hari Proses Penciptaan Janin dan Penentuan Takdir

PASAR WAQIAH RAMADAN MALAM KE-8: Seratus Dua Puluh Hari Proses Penciptaan Janin dan Penentuan Takdir

KAJIAN AL-ARBA’IN AN-NAWAWI

OLEH: KIAI AHMAD ZAINUDDIN BADRUDDIN

Hadis keempat: Seratus Dua Puluh Hari Proses Penciptaan Janin

annur2.net – Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud ra., “Rasulullah saw., bersabda kepada kami dan beliau adalah sosok yang jujur dan terpercaya, ‘Sungguh proses penciptaan seorang di antara kalian ada di dalam rahim ibunya berupa mani selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal darah selama itu, lalu menjadi segumpal daging selama itu. Setelah itu, Allah mengirim malaikat dan memerintahkannya dengan empat kalimat: menulis rezekinya, ajalnya, amalnya, dan sengsara atau bahagianya, lalu meniupkan ruh kepadanya. Sesungguhnya orang di antara kalian benar-benar melakukan amalan penghuni surga, hingga ketika antara surga dan dirinya tidak tersisa kecuali seukuran satu hasta, ternyata catatan takdir telah mendahuluinya, maka dia beramal dengan amalan penghuni neraka sehingga dia masuk ke neraka. Dan sesungguhnya orang di antara kalian benar-benar akan melakukan amalan penghuni neraka, hingga ketika antara neraka dan dia tidak tersisa kecuali satu hasta, tetapi catatan takdir telah mendahuluinya, maka dia beramal dengan amalan penghuni surga sehingga dia masuk surga.’” (muttafaq ‘alaih)

Penentuan Jalan Takdir Calon Bayi

Sejak zaman dahulu, masa tiada teknologi yang canggih,  Rasulullah saw., telah bersabda bahwa seluruh proses penciptaan manusia terjadi di dalam rahim ibunya. Empat puluh pertama masih berupa air mani. Empat puluh hari berikutnya berupa segumpal darah. Kemudian empat puluh hari setelahnya telah berbentuk segumpal daging. Pada saat itu, Allah memerintahkan malaikat untuk meniupkan ruh dan menetapkan empat perkara: rezeki, ajal, amal, dan kesengsaraan atau keberuntungannya.

Setelah 120 hari kehamilan, di Jawa terdapat adat mapati atau ngupati. Acara ini berbentuk selametan dan doa untuk bayi dan calon ibu. Harapannya dengan adat ini, malaikat akan menulis hal-hal yang baik untuk si bayi. Baik rezekinya, ajalnya, amalnya, dan kehidupannya. Maka dari itu, begitu baik ketika masa kehamilan telah mencapai 120 hari untuk senantiasa berdoa. 

Suul Khatimah atau Khusnul Khatimah

Allah telah menentukan takdir seseorang saat penulisan empat perkara di atas pada masa hamil 120 hari. Adakalanya orang yang selalu berbuat baik dan amalnya bagus, tapi suul khatimah. Orang itu ditakdirkan masuk neraka. Sehingga sebagus apapun amalnya di dunia, kalau takdirnya di neraka, ia akan masuk neraka.

Misalnya Barsesha. Ia adalah seorang kiai hebat yang memiliki 12.000 santri. Dalam kisahnya ia bahkan santrinya bisa terbang. Sudah tentu Barsesha adalah orang yang baik. Namun nyatanya tidak. Di akhir hayatnya, Barsesha melakukan kemaksiatan dan meninggal dalam keadaan suul khatimah.

Sebaliknya ada orang yang selalu berbuat keburukan di dunia. Akan tetapi, saat mendekati ajal ia bertobat dan mati dalam keadaan khusnul khatimah. Berarti takdirnya adalah di surga. Seburuk apapun amalnya di dunia, tetapi Allah telah menentukannya di surga, ia akan masuk surga.

Masalahnya, kita tidak mengetahui takdir kita yang mana. Entah akhir yang baik, yaitu surga, atau buruk, yakni neraka. Makanya kita harus senantiasa berdoa supaya Allah memberi jalan yang baik. Misalnya selawat Nariyah dan Rattib Al-Hadad. Termasuk orang yang Allah takdirkan tobat, ia akan sulit untuk melakukan kejelekan. Ia akan sulit untuk kembali melakukan keburukan. Ini termasuk sifat kasih Allah.

Hadis Kelima: Pelaku yang Mengada-ada

Dari Ummul Mukminin Abu Abdillah Sayidah Aisyah ra., bahwa Nabi Muhammad saw., bersabda, “Barang siapa yang mengada-adakan perkara (agama) kita ini berupa hal baru yang tidak ada di dalamnya, maka ia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) Di dalam riwayat Imam Muslim, “Barang siapa yang melakukan suatu amalan bukan perkara kami, maka ia tertolak.”

Apabila ada orang yang melakukan sesuatu padahal tidak ada di dalam perkara agama, maka kita harus menolaknya. Banyak orang telah tertipu orang seperti ini. Tampaknya seorang kiai itu hebat, tapi dia tidak melaksanakan salat. Maka kita harus menolaknya. Jadi jangan tertarik dengan kehebatannya yang bukan karena Allah.

(Riki Mahendra Nur C./Mediatech An-Nur II)