Senantiasa Mencegah Amarah dan Berbuat Baik

PASAR WAQIAH RAMADAN MALAM KE-20: Senantiasa Mencegah Amarah dan Berbuat Baik

KAJIAN AL-ARBA’IN N-NAWAWI

OLEH: KIAI AHMAD ZAINUDDIN BADRUDDIN, M.M.

Hadis Keenambelas: Mencegah Amarah

عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه أنّ رجلاً قال للنبي صلى الله عليه وسلم: أوصني، قال: “لا تغضب”، فردد مراراً قال: “لا تغضب”. رواه البخاري.

“Dari Abu Hurairah ra., bahwa ada seseorang yang berkata kepada Nabi Muhammad saw., ‘Berilah wasiat untukku!’ Nabi pun bersabda, ‘Jangan marah!’ Beliau sering mengulanginya. Beliau bersabda, ‘Jangan marah!’” (HR. Bukhari)

Jangan Melampiaskan Amarah

annur2.net – Ada seseorang yang berkunjung kepada Nabi Muhammad saw. Ada yang mengatakan ia adalah Abdullah bin Umar, Haritsah, Abu Darda’, atau beberapa orang lain. Orang tersebut meminta nasihat yang bermanfaat di dunia dan akhirat serta bisa mendekatkan diri kepada Allah. 

Nabi Muhammad pun mengatakan, “Jangan marah!” sebanyak tiga kali. Amarah yang beliau maksud adalah yang berdasar dari hawa nafsu, maka tidak boleh marah. Beda lagi urusan hak-hak Allah. Ketika ada yang melanggar itu, kita boleh marah, lebih tepatnya menegurnya. 

Lagi pula marah dapat menyebabkan penyakit tumbuh pada pelaku, termasuk stroke. Ada cerita orang yang memiliki aset sepuluh miliar. Suatu ketika barang dalam pengiriman, terjadi masalah hingga mengalami kerugian 550 juta. 

Kemudian orang itu menanggapinya dengan marah. Padahal ia hanya perlu mengurangi uang 550 juta dari sepuluh miliar. Kerugian itu lebih sedikit dibandingkan asetnya. Akibatnya ia terjangkit stroke. Malah lebih merugi lagi sampai tidak bisa menikmati asetnya secara bebas.

Marah karena urusan agama atau hak Allah misalnya jika anak kita tidak mau salat atau puasa. Maka orang tuanya boleh memarahinya, asalkan dengan cara mendidik. Apalagi anaknya sudah memenuhi syarat mukalaf: balig dan berakal. Apabila urusan pribadi, tidak boleh. Kalau kehilangan uang, masih bisa mencarinya lagi. 

Kiat-Kiat Mencegah Amarah 

Dalam kitab Ihya Ulum Al-Din, apabila marah dalam keadaan berdiri segeralah duduk. Misalnya ketika anaknya bersalah hingga membuat orang tuanya marah, sebaiknya ia segera duduk. 

Jika marah ketika duduk, ia harus berbaring. Amarah bisa menghabiskan tenaga. Lebih baik tidur untuk menyimpan sekaligus mengisi energi diri. Selain itu, wudu dan mandi bisa meredakan amarah. 

Selain itu, ketika ingin marah hendaknya mengingat Allah. Suatu saat nanti ketika Allah marah kepada kita, Allah tidak jadi marah karena mengingat kita yang telah membatalkan amarah dengan mengingat-Nya. Sebagaimana ucapan Allah:

ابن آدم، اذكرني إذا غضبت أذكرك إذا غضبت

“Wahai manusia! Ingatlah aku ketika kamu marah, maka Aku akan mengingatmu ketika Aku marah.”

Menahan Amarah Tanda Bijaksana

Amir bin Syurahbil Asy-Sya’bi (w. 103 H) menyampaikan sebuah syair:

ليست الأحلام في حال الرضا إنما الأحلام في حال الغضب

“Kebijaksanaan bukan ketika ia rela, tetapi kebijaksanaan hanya ada saat ia mampu marah (dan tidak melampiaskannya).”

Ada sebuah cerita tentang seorang pengemis yang mendatangi sebuah rumah. Ia mengetuk pintu rumah itu. Pemilik rumah pun membuka pintu dan memberinya uang 50.000, misalnya. Lalu ia menutup pintunya.

Tak lama, pemilik rumah mendengar ketukan pintu lagi. Kemudian ia membukanya. Ternyata pengemis sebelumnya. Pemilik rumah memberinya 50.000 lagi. Lalu menutup pintu lagi. Setelah itu terdengar ketukan pintu lagi. Ternyata itu adalah pengemis yang sama. Pemilik rumah memberikan uang yang sama pula. 

Mestinya pemilik rumah mampu marah kepada pengemis itu. Seolah-olah telah pengemis itu mempermainkannya. Namun nyatanya tidak. Ia malah memberinya uang dengan nominal sama bahkan tiga kali. Begitulah orang yang bijaksana.

Hadis Ketujuhbelas: Perintah Memperbagus Penyembelihan dan Pembunuhan

عن أبي يعلى شداد بن أوس رضي الله عنه، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: “إن الله كتب الإحسان على كل شيء، فإذا قتلتم فأحسنوا القِتلة، وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبحة وليحد أحدكم شفرته وليرح ذبيحته”. رواه مسلم.

“Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus ra., bahwa Rasulullah saw., bersabda, ‘Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan dalam segala sesuatu. Jika kalian akan membunuh, perbaguslah pembunuhannya. Apabila kalian akan menyembelih, perbaguslah penyembelihannya, dan hendaknya salah satu dari kalian mengasah pisaunya dan menenangkan hewan sembelihannya.’” (HR. Muslim)

Cara Membunuh dan Menyembelih yang Baik

Islam adalah rahmat. Sampai-sampai ada aturan dalam membunuh. Sebagaimana hadis di atas, membunuh harus dengan cara yang baik. Meskipun itu qisas, hukuman karena telah membunuh. Baiknya harus dengan metode yang langsung membunuh pelaku, misalnya memenggalnya dengan pedang yang sangat tajam. Jika tidak, kesakitan yang ia rasakan karena tidak langsung terbunuh dapat menyiksanya. Menyiksa itu tidak boleh.

Begitu juga dalam menyembelih hewan harus dengan cara yang baik. Sebelum penyembelihan, kita harus menenangkan hewan tersebut. Misalnya dengan tidak menunjukkan proses penyembelihan. Maka dari itu biasanya pelaksanaan penyembelihan hewan kurban di tempat tertutup.

Setelah itu, kita harus mengasah pisau agar tajam sekiranya bisa langsung memotong tenggorokan dan kerongkongan hewan. Hewan itu pun langsung mati tanpa menyiksanya. Sama dengan keterangan di atas, menyiksa itu dilarang. 

Hadis Kedelapanbelas: Akhlak yang Bagus

عن أبي ذر جندب بن جنادة وأبي عبد الرحمن معاذ بن جبل رضي الله تعالى عنهما عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “اتق الله حيثما كنت، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن” رواه الترمذي وقال: حديث حسن. وفي بعض النسخ: حسن صحيح.

“Dari Abu Dzar Jandab bin Junadah dan Abu Abdurrahman Mu’adz bin Jabal ra., bahwa Rasulullah saw., bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah di mana pun berada, ikutkanlah keburukan dengan kebaikan, dan perlakukan orang lain dengan akhlak yang bagus.’” (HR. Turmudzi)  Imam Turmudzi berkata, “Ini hadis hasan.” Sebagian redaksi mengatakan, “Inihadis hasan yang shahih.”

Berbuat Baik setelah Melakukan yang Buruk

Hadis di atas menasihati kita supaya senantiasa bertakwa kepada Allah. Takut kepada-Nya. Contohnya ketika bulan puasa Ramadan. Terkadang ada oknum yang mokel diam-diam. Katanya tidak ada yang melihat. Padahal Allah bisa melihat kelakuannya di mana pun ia berada, bahkan di bawah tanah. 

Apabila melakukan suatu dosa, hendaknya melakukan kebaikan setelahnya. Ini menjadi penyebab Allah mengampuni kesalahan kita. Ketika ulama zaman dahulu meninggalkan salat wajib, beliau bersedekah kepada anak yatim setelahnya. Beliau mengikutkan kebaikan setelah melakukan keburukan. 

Sebagaimana dalam surah An-Nahl ayat 18:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl: 18)

Imam Ali menafsiri orang-orang yang ada dalam ayat tersebut adalah yang takut kepada Allah, mengamalkan Al-Qur’an, dan menyiapkan diri untuk kehidupan di akhirat. 

Memaafkan dan Mengajak kepada Kebaikan

Selalu berbuat baik kepada orang lain adalah kelaziman untuk kita. Suatu nasihat berbuat baik kepada orang lain tercantum dalam surah Al-A’raf ayat 199,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ…

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf,…” (QS. Al-A’raf: 199)

Memaafkan orang yang telah berbuat salah lebih berat daripada meminta maaf. Biasanya orang yang meminta maaf adalah yang salah. Sedangkan orang yang memberikan maaf ialah korban kezaliman. Tidak heran jika ia sulit untuk memaafkan. Namun, hendaknya ia harus bisa memaafkan orang yang salah kepadanya, sesuai ayat di atas. 

Selain itu, mengajak orang lain kepada kebaikan tidak ada ruginya. Kalaupun orang yang diajak tidak hadir, tidak ada salahnya. Hal itu karena mengajak kepada kebaikan adalah kebaikan. Dengan mengajak bisa mendapatkan pahala sama seperti orang yang kita ajak tanpa mengurangi pahalanya. Begitu pula kita juga harus menjauhi apa yang Allah larang. 

(Riki Mahendra Nur C./Mediatech An-Nur II)