Sejak pagi, panitia Ahad Legi yang merupakan santri senior STIKK (Sekolah Tinggi Ilmu Kitab Kuning) sudah mulai bergerak untuk menyiapkan acara Ahad Legi. Mulai dari menata karpet, mengambil mimbar, dan menyiapkan mikrofon. Hari Ahad (24/07/2022) bertempat di pelataran Masjid Pondok Pesantren An-Nur II “Al-Murtadlo” (Pesantren Wisata).
Setelah semua siap, grup Al-Banjari melantunkan selawat beriring dengan tabuhan rebana. Alunan selawat tersebut bergema, menunggu kedatangan zuriah pendiri pondok. Sehingga saat Gus Barok datang, grup Al-Banjari membacakan selawat toala’al badru alaina dengan berdiri.
Senandung selawat selesai bersamaan dengan duduknya Gus Barok. Beliau lalu memimpin prosesi pembacaan tahlil. Tak lama, Kiai Syamsul Arifin menemani Gus Barok dalam memimpin tahlil. Seusai pembacaan tahlil, Kiai Syamsul dan Gus Barok masih berada di panggung untuk membacakan isthighotsah.
Kemudian MC (Master of Ceremony) maju ke podium untuk membaca rentetan acara serta membukanya. Sebelumnya, MC mengucapkan rasa syukur karena berada di majelis ilmu lalu membuka acara dengan surah Al-Fatihah.
MC membacakan acara kedua, yakni pembacaan ayat Al-Qur’an dengan seni lagu. Pembacanya adalah Mas Jaiz Kholiq, mahasantri Ma’had Aly. “Suaranya bagus ya.” Takjub Ali Nu’man, santri kelas tiga SMA.
Sambutan menjadi acara ketiga. Sambutan dari pengasuh pondok langsung, Dr. KH. Fathul Bari, S. S., M. Ag sebagai perwakilan pondok pesantren. Dalam sambutannya, beliau membahas tentang masalah.
Hidup Adalah Ujian

Empat hari saja Allah menyediakan waktu untuk berkurban. Hal ini merupakan ujian untuk umat muslim. Manakah yang paling kuat, antara menuruti nafsu padahal mampu berkurban atau mengeluarkan hartanya karena Allah SWT.
Begitulah Allah memberikan ujian kepada umat muslim untuk orang yang mampu finansialnya. Berarti, Allah tidak hanya memberikan ujian kepada kaum miskin saja. Namun orang kaya dan orang berkucupan juga.
Maka-kata beliau-hidup itu harus selalu bersabar dan bersyukur. Walau hidup ini tidak sesuai ekspektasi, kita tetap harus bersyukur dan bersabar. Masih banyak orang yang lebih bermasalah, tapi di kesehariannya masih tersenyum.
Seperti kisah seorang wanita yang kehilangan lima orang dalam sehari. Akan tetapi saat ia melaksanakan tawaf semua orang mengiranya sebagai insan paling bahagia dan tidak pernah terkena masalah. Mendengar hal itu, si wanita merespon dan menceritakan kisahnya.
Bermula saat hari raya kurban. Suaminya sedang menyembelih hewan kurban dan hal itu ditonton oleh anak kedua dan ketiganya yang belum balig. Aksi penyembelihan itu mereka praktikan dengan pisau asli. Sebab anak-anak masih belum tahu jika berbahaya.
Sehingga si kakak panik dan pergi menuju hutan yang banyak hewan buas di dalamnya. Tetangga sebelah yang melihat pelarian sang kakak segera menghubungi si wanita. Maka, si wanita menyuruh suaminya untuk mencari anak keduanya.
Suaminya terus mencari anaknya itu tanpa mengindahkan apapun. Bahkan ia tak menghiraukan diri serta istrinya sendiri yang dehidrasi. Akhirnya suaminya mati tanpa menemukan anaknya, karena anaknya sudah dimakan macan. Hilanglah sudah tiga orang dari hidupnya.
Si wanita yang khawatir dengan keadaan suaminya segera pergi keluar. Namun sebelumnya, ia menaruh anak keempatnya di dapur. Setelah mencari-cari, ketemulah suaminya. Hanya saja dalam keadaan mati. Si wanita tambah bersedih.
Ia pun kembali ke rumah dan menemukan anak keempatnya mati gara-gara ketumpahan air panas. Si wanita kemudian menghubungi anak pertamanya yang sudah menikah. Mendengar cerita dari ibunya membuatnya terkejut dan kemudian mati karena punya sakit jantung.
Dalam sehari ia kehilangan lima orang yang berharga dalam hidupnya. Namun ia tidak bersedih dan bersusah hati. Ia tetap mensyukuri kehidupannya dan bersabar. Hal inilah yang membuat auranya tampak bahagia padahal telah mengalami masalah mengerikan.
Selepas KH. Fathul turun dari podium, MC membacakan prestasi-prestasi yang telah diraih Pondok Pesantren An-Nur II. Prestasi yang diraih dari perlombaan mulai jenjang kecamatan hingga nasional.
Ahad legi mencapai akhirnya, yakni mauidloh hasanah dari Habib Taufiq bin Abdurrahman Barakbah. Beliau menyampaikan tentang kalender islam yang “dijawakan” oleh walisanga dan asal usul Tahun Hijriah.
Beliau menerangkan betapa cerdasnya menanamkan islam di hati orang jawa yang masih kesulitan mengucapkan lafaz Arab. Juga betapa bijaknya Umar bin Khatab dalam menetapkan tahun untuk kaum islam.
Acara terakhir adalah doa. MC, mempersilakan KH. Syamsul Arifin sebagai pemimpin dalam berdoa.
(Ahmad Firman Ghani Maulana/Mediatech)
1 Comment