Pemimpin itu Pelayan

pemimpin, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

Hari-hari ini trending topic media adalah sorotan kepada muktamar NU ke 33 di jombang. Banyak isu yang beredar bahwa politik uang mewarnai acara tertinggi dalam organisasi terbesar keagamaan dan sosial di republik ini. Terlepas dari simpang siur dan kebenaran berita tersebut maka banyak orang yang memandang suatu jabatan sebagai sumber penghasilan, kursi basah dan ladang uang sehingga mereka mati-matian berjuang mendapatkannya dengan seluruh harta, jiwa dan raganya sehingga begitu ia terpilih dalam Jabatan yang dia inginkan maka orientasi jabatannya hanyalah “kembali modal” serta mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Alih-alih mementingkan kepentingan rakyat malahan mereka gila hormat dan kedudukan. Yang kalah menjelekkan yang menang dan menuduh curang dan yang menang lupa diri dan daratan.

Untuk membentengi diri dari perilaku demikian maka islam memberikan rambu-rambu dan garis besar dalam kepemimpinan bahkan keteladanan Para salaf sholih.

Hakekat seorang pemimpin adalah “khilafatunnubuwah” atau mengganti-kan posisi kenabian dalam menata dan mengatur urusan negara dan keduniaan (tadbiiru al-dunya) beserta urusan agama (khirasatu al-dien) tentunya. Hal tersebut seperti didirikannya kekhalifahan “khulafaur rasyidin” setelah Rasulullah SAW. Pada dasarnya menjadi seorang pemimpin adalah suatu yang sangat berat tangung jawabnya. Artinya sesorang yang mencalonkan dirinya menjadi seorang pemimpin berarti telah harus siap memikul beban berat tersebut. Beban tersebut adalah tanggung jawab nya di sisi Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: ”Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya di sisi Allah.”

Kepemimpinan sebagai amanat meniscayakan syarat yang harus dimiliki oleh pemegang jabatan minimal hal-hal berikut :

Pertama ia berilmu. Pemimpin (bah-kan setiap orang) harus memiliki ilmu pengetahuan untuk mempertahankan hidup dan mengemban tugas kema-syarakatan. Maka menjadi keharusan dalam mengangkat pemimpin dilakukan

Fit and proper test atau uji kelayakan terlebih dahulu, Sebab kapasitas keilmuan dan kemampuan bidang yang akan ditangani merupakan faktor penun-jang keberhasilan dalam mengemban amanat. Rasul bersabda : Idza wusidal Amru Ila Ghoiri Ahlih fantadiris sa’ah.

Kedua, harus berakhlaq. Utamanya Menjauhi sifat sombong , angkuh dan merasa benar. Ia haruslah rela dibimbing oleh rakyatnya ke arah jalan yang benar. Sangat penting diingat, tatkala Sayyidina Abu Bakar dipilih menjadi khalifah segera setelah Rasulullah wafat, dia berpidato singkat, antara lain isi pidatonya ialah : “Kalau kebijakan saya benar, bantulah saya. Tetapi kalau kebijakan saya salah (keliru), tegur dan luruskanlah saya”.

Ketiga, Memiliki jiwa pengabdian. Seorang pemimpin harus sadar bahwa ia adalah pelayan masyarakat. Sungguh mulia seorang pemimpin yang memiliki rasa pengabdian yang tinggi, tidak hanya mulia di dunia tapi juga di akhirat. Rasul SAW sangat memuji dan menyanjung pemimpin yang berjiwa demikian.

Rasul SAW bersabda :

” إذا كان يوم القيامة نادى مناد على رؤوس الأولين والآخرين: من كان خآدما للمسلمين في دار الدنيا فليقم وليمض على الصراط آمنا غير خائف، وادخلوا الجنة أنتم ومن شئتم من المؤمنين، فليس عليكم حساب ولا عذاب

Pada hari kiamat, terdapat seruan kepada para pemimpin, baik dari orang-orang terdahulu maupun orang-orang yang datang kemudian. “Barang siapa yang menjadi pelayan kaum muslim di dunia maka hendaklah berdiri dan melewati shirat dengan aman dan tanpa rasa takut. Masuklah surga, kamu semua, dan orang-orang mukmin yang kau kehendaki. Kau tidak dikenai hisab dan adzab. (Hilyatul Auliya 3/371).

Suatu saat, Yahya bin Aksam menginap dirumah kholifah Al-Ma’mun, amiril mukminin. Ditengah malam ia terbagun dari tidurnya karena kehausan. Mengetahui hal tersebut, Maka dengan terburu-buru sang kholifah mengambilkan segelas air. Yahya bin Aksam berkata: biarlah para pelayan saja yang mengambil kan air untukku. Dengan penuh rasa ikhlas sambil terseyum, Kholifah Al-

Al-makmun berkata : Bukankah Rasul SAW telah bersabda :

سيد القوم خادمهم

Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.

 

Keempat, seorang pemimpin harus bisa menciptakan suatu system yang mendukung kebijakan. Seorang pe-mimpin disamping harus berperilaku baik, ia dituntut mampu menjadikan bawahannya juga menjadi baik.

Nabi Musa AS tatkala memohon kepada Allah agar diturunkan hujan karena ummatnya terancam hidup nya disebabkan terlalu lama dilanda musim kemarau. Allah menjawab, tertibkan dulu pembantu-pem-bantumu wahai Musa, karena banyak diantaranya yang menyimpang dari tugasnya, termasuk melakukan korupsi. Maka Musa melakukan pe-nertiban (pembersihan) besar-besar-an di kalangan aparaturnya. Sesudah itu barulah Allah mengabulkan per-mohonannya dengan menurunkan hujan dan makmurlah negeri itu.

Semoga Siapapun pemimpin NU yang terpilih adalah yang terbaik bagi ummat ini. Ya Allah, Jadikanlah pemimpin terpilih istiqomah di jalan-Mu dan menjadi Pelayan Kaum Muslimin.

 

Dok. Buletin ALmurtadlo

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK