Pasar Waqiah Ramadan: Tasyrih dan Sejarah Salat Tarawih

Pasar Waqiah Ramadan: Tasyrih dan Sejarah Salat Tarawih

Pasar Waqiah Malam Ke-5 Ramadan

Salat tarawih berasal dari kata tarwiyatun yang berarti istirahat. Dalam kitab Fath Al-Bari, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan alasan disebut tarawih karena para sahabat beristirahat setiap menyelesaikan empat rakaat atau dua kali salam. Salat tarawih berdasar pada sabda Nabi Muhammad saw.:

مَن قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا واحْتِسَابًا، غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang mendirikan malam dengan salat pada bulan Ramadan dengan iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lewat akan diampuni.”

Awalnya bukan Salat Tarawih

Awal mula salat tarawih tercantum pada hadis riwayat Imam Muslim. Dalam hadis tersebut, Sayidah Aisyah r.a., menceritakan pada suatu malam di bulan Ramadan, Nabi Muhammad salat sendirian di masjid. Ada sedikit sahabat yang menjadi makmum pada awalnya, dan seiring berjalan waktu bertambah.

Esok harinya, sahabat semakin banyak yang datang, tapi Nabi Muhammad tidak hadir di masjid tersebut. Lalu pada pagi hari setelahnya, Nabi Muhammad bersabda kepada para sahabat, “Aku mengetahui apa yang kalian lakukan (malam lalu) dan aku tidak keluar kepada kalian karena khawatir Allah mewajibkan salat (tarawih) ini untuk kalian.” Setelah itu, para sahabat melaksanakan salat tarawih sendiri-sendiri.

Hingga pada masa khalifah Sayyidina Umar bin Khattab, Abdurrahman bin Abdul Qari bersama Sayyidina Umar ke masjid pada suatu malam Ramadan. Ia melihat orang-orang salat dengan membentuk kelompok sendiri-sendiri. Dalam satu masjid terdiri banyak jemaah. Sayyidina Umar pun memikirkan cara supaya semuanya menjadi satu dan hanya ada satu imam.

Setelah itu, Sayyidina Umar mengutus Ubay bin Kaab menjadi imam. Keesokan harinya, semua orang bermakmum kepada Ubay bin Kaab. Melihat semua telah berjemaah menjadi satu, Sayyidina Umar berkata, “Sebaik-baik bidah adalah (salat tarawih) ini.” Bidah karena tidak ada pada zaman Nabi Muhammad saw.

Tasyrih Variasi Rakaat Salat Tarawih

Terkait berapa rakaat salat tarawih, ada beberapa versi. Imam Maliki menyatakan salat tarawih yang dilakukan pada zaman Sayyidina Umar sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih dan tiga rakaat witir). Jumhur ulama mengikuti pendapat ini. Selain itu, saat Imam Syafii ke Mekah, beliau melihat salat tarawih di sana sebanyak 23 rakaat dengan formasi rakaatnya dua rakaat satu kali salam.

Ada juga yang salat tarawih sebanyak 11 rakaat (delapan rakaat tarawih dan tiga rakaat witir) sebagaimana golongan Muhammadiyah. Dulu, Muhammadiyah melaksanakan salat tarawih empat rakaat satu kali salam sebanyak dua kali lalu tiga rakaat salat witir sekaligus, sebagaimana mazhab Imam Hanafi. Kemudian pada tahun 1987, KH. Shiddiq Abbas melakukan halaqah ke Masjid Al-Falah Surabaya dan menyampaikan hadis sahih riwayat Imam Muslim, yakni setiap dua rakaat satu kali salam. Semenjak itu, Muhammadiyah mengikuti hadis tersebut.

Dasar salat tarawih 11 rakaat dari hadis riwayat Sayyidah Aisyah. Beliau berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah melakukan salat malam baik di dalam maupun luar bulan Ramadan kecuali sebanyak sebelas rakaat.” Namun, para ulama sepakat bahwa salat yang Sayyidah Aisyah maksud bukan salat tarawih, tapi salat witir.

Selain itu, ada salat tarawih sebanyak 36 rakaat seperti pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz di Madinah. Orang-orang Madinah zaman itu merasa sama dengan masyarakat Mekah karena keduanya sama-sama Tanah Suci. Orang Mekah di Masjidilharam beristirahat setiap menyelesaikan empat rakaat/dua salam. Istirahat mereka berupa melaksanakan tawaf.

Sedangkan di Madinah tidak ada Ka’bah, sehingga masyarakat tidak bisa melakukan tawaf setiap selesai empat rakaat. Maka dari itu, orang Madinah mengganti tawaf dengan empat rakaat salat tarawih dengan dua kali salam sebanyak empat kali. Jika dihitung, 20 ditambah dengan 16 rakaat tambahan menjadi 36 rakaat.

Mana yang Lebih Benar?

Tidak ada yang paling benar di antara pendapat-pendapat tersebut. Semua pendapat itu baik. Terlebih lagi Nabi Muhammad tidak menentukan jumlah rakaat salat tarawih. Maka tidak masalah entah melaksanakan 11 rakaat ataupun 23 rakaat. Nahdlatul Ulama melaksanakan salat tarawih 23 rakaat tapi bacaannya lebih cepat, sedangkan Muhammadiyah 11 rakaat tapi bacaannya agak lama.

Selain itu, ulama sudah berijtihad terkait hal ini. Kebenaran ijtihad hanya Allah yang tahu. Semua ijtihad entah benar atau salah akan mendapat pahala. Bila salah mendapat satu, dan jika benar, mendapat dua ganjaran.

(Riki Mahendra Nur C./Mediatech An-Nur II)