annur2.net – Di bawah tudungan kuba masjid Sufin saat hujan melanda, para santri Al-Badr berbaris rapi sejak sehabis salat Ashar. Sembari menununggu Kiai Zainuddin datang mereka menikmati penampilan banjari yang ada di atas panggung. Memang sedikit telat, tapi tepat jam 16.35 tampak dari kejahuan mobil Jazz abu-abu milik beliau melaju pelan untuk tiba.
Persis pada tanggal 28 November 2024, para santri asrama bahasa pondok putra An-Nur II atau asrama Al-Badr menyelenggarakan acara Muhasanah. Tidak seperti biasanya, kali ini acara tersebut terdapat ngaji bersama Kiai Zainuddin. Di sana seluruh santri Al-Badr serta para pengurus kebahasan memaknai selembar kertas beriskan syair. “Iki syair sakti tenan, beliau adalah seorang jendral dan juga penyair,” terang beliau di hadapan para santri.
Satu demi satu bait beliau maknai sekaligus jelaskan. Beberapa guyonan beliau lontarkan untuk memacah suasana. Para santri pun tampak menyimak setiap kata yang beliau ucapkan. Belum sampai seluruh syair diterangkan, azan maghrib berkumandang. sehingga kajian beliu tutup dan menyisahkan dua bait syair terakhir. Beliau pun berkata supaya memaknai dan memahami dua syair itu sendiri.
Tangguh Dalam Mencari Ilmu
Dalam selembarkertas terdiri dari 14 bait syair. setiap baitnya mengajak para pembaca untuk tak gentar dengan segala hal yang menghadang.
Pertama, beliau menjelaskan apa yag harus kita lakukan ketika musuh telalah membuka topeng mereka. Sesuai dengan dalam syair, kita harus berani untuk menenumi dan mengahapi mereka dengan sekuat tenaga.
Kemudian beliaun menghubungkan keterangan syair tersebut dengan kehidupan santri. Terang beliau santri seharusnya dapat mengguncangkan orang-orang di sekitarya. Beliau memberi permisalan, suatu saat ada satu santri A-Badr bangun tidur karena semalaman ia belajar. Setalah itu ia masuk kedalam forum perkumpulan suatu mahasiswa unversitas negri. Meski bangun tidur ia tetap bisa menyikat habis setiap orang yang ada di sana.
Dalam keterangannya, santri harus siap untuk meninggalkan kemewahan dan rumah. Tidak masalah di pondok serba kesusahan, makan telat, mandi antri, semuanya dianggap biasa saja. “Mondok tenanan masio loro-loro en gak moleh, lek ngene baru wong iku sangar,” ucap beliau untuk membakar semangat para santri.
Beliau juga menjelaskan untuk yang dikejar santri haruslah ilmu. Setiap harinya santri harus mengupgrade ilmunya. “Senjatane santri iku pikiran yang tajam, tulisan pena dengan analisi yang tajam” jelas beliau. Sehingga kata beliau dengan seperti itu seorang santri akan menjadi juwara di manapun ia berada. “Lek ngalim tenan sakti wonge,”tambah beliau.
Saat mencari ilmu sebisa mungkin seorang santri tinggalkan wanita dan fokus dengan tujuan asal mondok. Beliau mengatakan agar tidak boyong sebelum benar-benar menjadi santri yang pandai. Kitab Fathul Mu’in, Al-Fiyah, dan kitab-kitab lainnya itu lah yang harus seorang santri pelajari terlebih dahulu, bukan malah sibuk memikirkan perempuan. “ Dek kon gelem ngenteni gak popo, gak gelem ngenteni yowes golek wong liyo,” gurau Kiai Zainuddin saat membahas wanita.
(A. Basunjaya I. K. F./Mediatech)
Leave a Reply