annur2.net – Ada lima perkara yang membatalkan wudu, salah satunya karena adanya sesuatu yang keluar dari kubul ataupun dubur. Entah perkara itu biasa keluar dari dua jalan tersebut seperti kencing dan kotoran, maupun yang jarang keluar seperti darah dan kerikil. Semua itu bisa membatalkan wudu dan keluar dari kubul dan dubur. [Kitab Fath AL-Qarib fi syarah alfaz At-Taqrib]
Dari penjelasan itu muncul pertanyaan, bagaimana jika benda-benda tersebut keluar dari selain kubul ataupun dubur? Contohnya ada orang yang terkena suatu penyakit sehingga kubul atau duburnya tersumbat. Solusinya dengan membuat lubang di bawah pusar, lalu memasukkan selang ke dalamnya dan menghubungkannya ke usus. Dengan bebitu, kotoran yang mestinya keluar dari lubang depan dan belakang akan keluar melewati selang itu.
Untuk memabahasnya, mula-mula kita lihat redaksi yang ada di kitab Fath Al-Qarib,
(فصل): في نواقض الوضوء المسماة أيضاً بأسباب الحدث (والذي ينقض) أي يبطل (الوضوء خمسة أشياء:
أحدها (ما خرج من) أحد (السبيلين) أي القبل والدبر من متوضىء حيّ واضح معتاداً كان الخارج كبول وغائط، أو نادراً كدم وحصى نجساً كهذه الأمثلة، أو طاهراً كدود إلا المني الخارج باحتلام من متوضىء ممكن مقعده من الأرض، فلا ينقض والمشكل إنما ينتقض وضوءه بالخارج من فرجيه جميعاً …
“Fasal ini membahas pembatal wudu yang disebut juga dengan penyebab hadas. Perkara yang membatalkan wudu ada lima:
Pertama, keluarnya sesuatu dari kubul atau dubur orang hidup yang jelas jenis kelaminnya. Baik perkara tersebut biasa keluar misalnya kencing dan tahi, maupun yang jarang keluar seperti darah. Entah najis misalnya contoh sebelumnya atau suci seperti cacing (kremi). Kecuali keluarnya mani orang yang tidur dengan duduk dan menempelkan pantatnya di tanah tanpa bergerak, maka tidak membatalkan wudu. Namun, wudu khunsa musykil hanya batal ketika sesuatu itu keluar dari dua jalan….”
Lubang Selain Kubul dan Dubur
Redaksi tersebut hanya menerangkan bahwa hal yang membatalkan wudu adalah sesuatu yang keluar dari kubul atau dubur. Oleh karena itu, terdapat penjelasan dalam kitab Al-Iqna’ fi hall alfaz Abi Syuja’ karangan Syekh Muhammad bin Muhammad Al-Khatib Asy-Syarbini (w. 977 H) sebagai berikut:
(القَوْل فِي حكم الْخَارِج من الثقب) وَلَو انسد مخرجه الْأَصْلِيّ من قبل أَو دبر بِأَن لم يخرج مِنْهُ شَيْء, وَإِن لم يلتحم وَانْفَتح مخرج, بدله تَحت معدته – وَهِي بِفَتْح الْمِيم وَكسر الْعين على الْأَفْصَح – مُسْتَقر الطَّعَام.
وَهِي من السُّرَّة إِلَى الصَّدْر كَمَا قَالَه الْأَطِبَّاء وَالْفُقَهَاء واللغويون هَذَا حَقِيقَتهَا. وَالْمرَاد بهَا هُنَا السُّرَّة فَخرج مِنْهُ الْمُعْتَاد خُرُوجه كبول أَو النَّادِر كدود وَدم نقض لقِيَامه مقَام الْأَصْلِيّ
“Pembahasan tentang hukum perkara yang keluar dari lubang. Misalnya lubang asal (kubul ataupun duburseseorang tersumbat sehingga tidak keluar apa-apa, meskipun dagingnya tidak menyatu dan lubangnya tetap terbuka, maka membuat lubang alternatif di bawah ma’iddah, tempat mengendapnya makanan.
Secara hakikat, ‘Maiddah’ adalah bagian dari pusar hingga dada, sebagaimana keterangan dari dokter, ahli fikih, dan bahasa. Namun, ‘maiddah’ dalam pembahasan ini adalah pusar. Lalu keluar perkara yang biasa keluar seperti kencing, atau yang jarang seperti cacing dan darah (melalui lubang tersebut), maka juga membatalkan wudu, karena lubang itu dianggap sebagai lubang aslinya.”
Kutipan tersebut memberikan penjelasan bahwa jika lubang kubul dan dubur tersumbat dan tidak bisa mengeluarkan air seni, kotoran, dan semacamnya, maka solusinya dengan membuat lubang alternatif di bawah pusar, seperti kasus di atas. Biasanya dengan menghubungkan selang dari usus ke luar perut. Hasilnya, orang itu kencing atau buang air besar lewat selang tersebut, tidak keluar dari jalan aslinya.
Namun, hal itu tetap membatalkan wudu meskipun tidak keluar dari kubul atau dubur sebagai jalan aslinya. Sebagaimana dari kutipan kitab Al-Iqna’, bahwa selang dalam kondisi tersebut berperan sebagai pengganti jalan aslinya. Maka hukumnya juga sama dengan yang asal.
Jadi, setiap perkara yang biasa keluar seperti kencing, atau yang jarang seperti darah, akan membatalkan wudu. Baik keluar dari jalan asal yakni kubul dan dubur, maupun keluar dari jalan lain, misalnya lubang di bawah pusar sebagai jalan pengganti.
(Riki Mahendra N.C./Mediatech An-Nur II)
Leave a Reply