Mohamed Nasir Abbas Sosialisasi Kontra Radikalisme: Jihad Tidak Salah, Penggunaan Katanya yang Salah
Kursi sudah tertata rapi di Kantor Pusat lantai 3 Pondok Pesantren Wisata An-Nur II “Al-Murtadlo”. Di area depan terpampang banner besar bertuliskan “SILATURAHMI KAMTIBMAS DIVISI HUMAS POLRI”. Acara ini berlangsung pada Kamis, 8 Juni 2023 ini merupakan sosialisasi kontra radikal yang bertema “Terorisme Musuh Kita Bersama”.
Beberapa tokoh yang hadir adalah Kombes. Pol. Dr. Nurul Azizah, S.I.K., M.Si. selaku Kabagpenum Ropenmas Divhumas Polri. Tidak hanya itu, Mohamed Nasir Abbas, mantan teroris Jamaah Islamiyah (JI) dan KH. Drs. Imam Sibaweh, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Malang juga hadir dalam acara tersebut.
Menyanyikan lagu Indonesia Raya membuka acara pagi itu, yang kemudian berlanjut menuju pembacaan doa, berharap acara berjalan lancar hingga akhir. Selanjutnya acara bergerak menuju penyampaian sambutan.
Kiai Fathul Bari berkesempatan memberikan sambutan pertama kali, selaku tuan rumah. Dalam sambutannya, Kiai Fathul mengaku menyambut baik kegiatan tersebut karena urgensinya.“Kami menyambut baik acara ini, karena acara ini sangat penting. Banyak pesantren yang bermacam-macam alirannya, ketika satu nyeleweng semua dipukul rata. Dengan adanya acara ini semoga bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat.”
Sambutan selanjutnya berasal dari Kombes. Pol. Nurul Azizah. Beliau menyampaikan urgensi acara sosialisai ini dalam sambutannya. Beliau menyampaikan bahwa kegiatan kontra radikal ini tidak bisa dilakukan sendirian, karena semua pihak saling terlibat. “Ini tidak bisa dilakukan sendiri. Radikalisme bukan hanya tentang keamanan, tetapi sudah menyebar ke berbagai sektor.”
Lebih lanjut beliau menyampaikan peran dari pihak-pihak yang terlibat, “Polri untuk melacak kemunculan embrio radikalisme. Sedangkan pemuda adalah pihak yang menjadi sasaran radikalisme.”
Setelah penyampaian sambutan, acara berlanjut menuju penyampaian materi oleh Mohamed Nasir Abbas. Setalah penyampaian materi, acara berlanjut menuju sesi foto bersama. Menyanyikan lagu Bagimu Negeri menjadi pemungkas acara tersebut.
Berawal dari Perbincangan Hingga Menjadi Pimpinan
Sebelum menyampaiakn materi tentang radikalisme, mulai dari penyebab dan penanganannya, lebih dulu beliau menceritakan awal mula beliau terjerumus menjadi pelaku terorisme.
Hal tersebut bermula saat Mohamed Nasir, seorang warga negara Malaysia, masih berusia 16 tahun. Kala itu ia sudah lulus SMP tetapi meolak melanjutkan pendidikannya. Ia lebih memilih mengaji di sebuah surau dan sering bertemu dengan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir pada momen salat Jum’at. Abu Bakar Ba’asyir bukan sosok asing dalam dunia terorisme, ia adalah sosok yang pernah menjadi bagian dari Jama’ah Darul Islam/Negara Islam Indonesia (DI/NII).
Setalah dua tahun sering bertemu dan berbincang seputar jihad, akhirnya Ustaz Abu bakar Ba’asyir menawarkan “jihad” kepada Mohamed Nasir yang saat itu berusia 18 tahun. Karena Mohamed Nasir sudah terdoktrin maka dengan penuh keyakinan ia menerima tawaran tersebut dan pergi ke Afghanistan untuk “jihad”.
Di Afghanistan inilah Mohamed Nasir melaksanakan pelatihan militer dan persenjataan hingga menjadi guru di sana. Setelah itu ia menjadi Ketua Jama’ah Islamiyah Wilayah Timur yang meliputi Afghanistan dan Asia tenggara termasuk Indonesia. Ia menjadi koordinator atas aksi penyerangan dan teror di berbagai daerah. Hingga akhirnya ia tertangkap di Indonesia dan menyadari bahwa hal tersebut tidak benar, sehingga bisa kembali menuju jalan yang lurus.
Terorisme dan Radikalisme Bukan Hal Baru
Dalam materinya, Mohamed Nasir Abbas mengatakan bahwa terorisme sebenarnya bukan hal yang baru. Aksi teror sudah terjadi bahkan jauh sebelum tragedi bom Bali yang terkenal. Ia juga menyampaikan bahwa terorisme berasal dari kegagalan seseorang memhami perbedaan yang kemudian menjadikannya intoleran terhadap perbedaan dan berujung menjadi aksi teror.
Tak hanya itu, ia juga menyampaikan runtutan seseorang menjadi teroris. Berikut adalah urutannya:
Pertama, Gagal Paham.
Seorang teroris biasanya berasal dari pribadi yang terlalu kuat memegang keyakinan dan menganggap semua hal yang berbeda dengan keyakinannya adalah salah. Hal ini hanya ia lakukan dalam hati saja.
Kedua, Intoleran.
Setelah ia tidak bisa menerima perbedaan tersebut ia akan menjadi sosok yang intoleran. Dia akan mudah menyalahkan segala sesuatu yang bersimpangan dengan pahammnya. Tidak hanya dalam bentuk pikiran tapi juga menggunakan perbuatan.
Ketiga, Radikal.
Tahap selanjutnya adalah ia akan memiliki paham radikal. Ia tidak hanya menyalahkan orang-orang di sekitarnya, tetapi juga ingin mengubah sistem negara tempatnya tinggal menjadi sistem yang berpatokan pada Al-Qur’an dan Hadis.
Keempat, Teroris.
Fase terakhir tentunya adalah munculnya kegiatan teror dari orang tersebut. Karena ia meyakini bahwa sebuah negara harus berjalan seseuai Al-Qur’an dan hadis. Oleh karena itu ia akan mudah mengeluarkan kata “kafir” dan menyerukan jihad kepada orang-orang yang memiliki pemahaman sama.
Di akhir materi, Mohamed Nasir mengatakan, “Jihad tidak salah, penggunaan katanya yang salah.” Hal ini memang benar adanya. Seandainya jihad adalah hal yang salah, tentu saja tidak akan disyariatkan.
Semoga kita bisa mendeteksi kemunculan paham-paham radikal di daerah kita dan terhindar darinya. Namun, “semoga” yang lebih besar dari itu adalah kemunculan paham-paham demikian tidak terjadi di daerah kita.
(Muhammad Abror S/Mediatech)
Leave a Reply