MENYOMBONGI KESOMBONGAN

sombong, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, bahwasanya Nabi SAW bersabda, Allah berfirman :

الْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي وَالْعَظَمَةُ إِزَارِي فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا مِنْهُمَا أَلْقَيْتُهُ فِي النَّارِ

Kesombongan itu adalah selendang-Ku dan keagungan adalah pakaian-Ku maka barangsiapa yang mencabutnya dari-Ku salah satu dari keduanya, maka Aku akan melemparkannya ke neraka. [HR Ibnu Majah]

_Catatan Alvers_

Takabbur atau sombong adalah maksiat pertama yang terjadi dan menjadi sumber dari semua perangai yang tercela. Iblis awal mula takabbur kemudian iri dengki kepada Nabi Adam AS sehingga ia enggan untuk bersujud kepadanya. Allah SWT berfirman :

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir [QS Al-Baqarah : 34]

Karena takabbur pula, Kaum kuffar dahulu tidak mau beriman kepada keabsahan risalah Nabi Muhammad SAW dan memilih tetap dalam kesesatan daripada hidayah. Allah SWT berfirman :

إِنَّهُمْ كَانُواْ إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إلهَ إِلاَّ اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ

Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri [QS As-Shaffat : 35]

Orang bijak mengatakan :

من اعتز بمنصبه فليتذكر فرعون ومن اعتز بماله فليتذكر قارون ومن اعتز بنسبه فليتذكر أبى لهب إنما العزة لله وحده سبحانه

“Barang siapa yang menyombongkan tahtanya maka hendaklah ia berkaca kepada Fir’aun. Barang siapa yang menyombongkan hartanya maka hendaklah ia berkaca kepada Qarun. Barang siapa yang menyombongkan nasabnya maka hendaklah ia berkaca kepada abu jahal. Maka Kemuliaan hanyalah milik Allah semata”.

Ketika menceritakan Nabi-Nya, Allah tidak menyebut nasabnya, kedudukanya, hartanya, rupanya akan tetapi Allah menyebutkan akhlaknya dalam firman-Nya :“Sungguh engkau berada pada akhlak yang luhur”[QS Al-Qalam : 4]. Maka kemuliaan yang sesungguhnya terdapat dalam ketinggian akhlak.

Ingatlah bahwa “Di atas langit, masih ada langit”. Allah swt berfirman :

وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ

Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan itu ada yang lebih mengetahui. [QS Yusuf: 76]

Tentunya alvers ingat tentang kisah Nabi Musa as. Betapa Nabi Musa merasa dirinya paling pintar di antara kaumnya, ditegur oleh Allah dengan cara dipertemukan dengan Nabi Khidir. Dan ternyata, Nabi Musa tidak dapat mengikuti jalan pikiran Nabi Khidir as. Sampai akhirnya Nabi Khidir sendiri menjelaskan semua peristiwa yang dilalui bersamanya.

Pada hakikatnya, orang sombong itu tertipu ketika melihat dirinya besar dan melihat orang lain kecil. Orang bijak berkata :

المتكبر كالصاعد فوق الجبل يرى الناس صغارا ويرونه صغيرا

Orang yang sombong itu seperti orang yang naik ke atas gunung, ia melihat orang lain kecil sementara (tidak disadarinya bahwa) orang lainpun melihatnya kecil. [Arsyif Multaqa Ahlil hadits]
Untuk menyadarkan akan keadaan orang sombong yang tertipu dengan dirinya sendiri, Allah swt berfirman :

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. [QS Al-Isra : 37]

Sebagaimana Allah demikian, maka kitapun harus berupaya menghentikan kesombongan orang yang sombong dengan segala daya upaya dan cara. Mulai dengan memberinya nasehat atau kalo seseorang memiliki kemampuan di atasnya maka hendaklah ia menunjukkan kekayaan/pangkat dll yang berada di atas orang sombong tersebut sehingga ia tersadar. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Nabi Sulaiman untuk menaklukkan kesombongan ratu bilqis. Allah SWT menceritakan surat Nabi Sulaiman :

أَلاَّ تَعْلُواْ عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ

Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” [QS An-Naml : 31]

Inilah yang dikenal dengan istilah :

التكبر على المتكبر صدقة

“Takabbur” atas orang yang takabbur adalah sedekah (dalam redaksi lain, hasanah ; kebaikan).
Menurut Ar-Razi, perkataan ini adalah kalam ulama bukan hadits namun demikian, maknanya ma’tsur. [Kasyful Khafa]

Mengapa demikian? Bukankah semua takabbur itu tercela?. Ya, memang demikian. Namun lafadz “takabbur” yang pertama dalam perkataan tersebut tidak diartikan sebenarnya tapi bermakna majaz atau kiasan. Dalam ilmu balaghah disebut musyakalah, yaitu :

ذكر الشيء بلفظ غيره لوقوعه صحبته تحقيقا أو تقديرا

Menyebutkan sesuatu dengan lafadz lainnya karena jatuh (pada satu kalimat) bersamaan dengannya baik secara nyata atau kira-kiranya. [Syarh Al-Jawhar Al-Maknun]
Sebagaimana ucapan syair :

قالوا اقترح شيئاً نُجدْ لك طبخه :: قلت اطبخوا لي جبة وقميص

Mereka berkata “Usulkan sesuatu (makanan), niscaya akan aku masakkan dengan baik. Aku menjawab: “Tolong masakkan untukku sebuah jubah dan gamis”.

Kata “masakkan” yang kedua adalah bukan makna sebenarnya sebab ia bermakna “jahitkan”. Namun disebutkan dengan kata “masakkan” karena menyesuaikan dengan kata “masakkan” yang pertama.
Hal ini sebagaimana dalam firman Allah:

وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ

Orang-orang kafir itu membuat makar (tipu daya), dan Allah juga membuat makar (tipu daya), Dan Allah sebaik-baik pembuat tipu daya. [QS Ali Imran : 54]

Kata “makar” yang berkonotasi negatif yang dinisbatkan kepada Allah pada ayat di atas adalah bermakna kiasan, bukan makna makar sebenarnya. Maksud makar Allah adalah membalas makar mereka. Penggunaan makar untuk Allah itu disebut musyakalah sebagaimana di atas.

Maka makar orang kafir adalah makar dalam artian negatif sementara makarnya Allah adalah bermakna positif. Seperti itu pula makna yang berlaku pada perkataan “Takabbur” atas orang yang takabbur adalah sedekah.

Takabbur atas orang yang takabbur itu adalah sedekah dikarenakan :

لأنه إذا تواضعت له تمادى في ضلاله وإذا تكبرت عليه تنبه

karena jika kau tawadlu kepada orang yang takabbur maka ia akan semakin menjadi-jadi dalam kesesatan (takabburnya)nya. Namun jika engkau ber-takkabur kepadanya (dengan memperlihatkan hartamu yang lebih banyak dari kepunyaannya) maka ia akan menjadi sadar. [Bariqah Mahmudiyah]

Maka Imam Ghazali menukil perkataan : Terkadang takabbur itu bukan untuk menyombongkan diri, akan tetapi untuk menyadarkan orang yang sombong. Maka hal ini adalah perbuatan yang terpuji seperti takabbur atas orang-orang bodoh dan orang-orang kaya. Yahya bin Muadz berkata:

التكبر على ذي التكبر عليك بماله تواضع

Takabbur atas orang yang sombong dengan hartanya kepadamu adalah tawadlu’ [Ihya]

Imam Ghazali menukil Hadits, Rasul SAW bertanya : “Mengapa aku tidak melihat manisnya ibadah atas kalian?” Para sahabat bertanya : apakah manisnya ibadah itu? Rasul SAW menjawab : Tawadlu’. Rasul SAW bersabda :

إذا رأيتم المتواضعين من أمتي فتواضعوا لهم وإذا رأيتم المتكبرين فتكبروا عليهم فإن ذلك مذلة لهم وصغار .

Jika kalian melihat orang-orang yang tawadlu maka tawadlu’lah kalian kepada mereka namun jika kalian menemukan orang-orang yang takabbur maka takabburlah atas mereka, karena hal itu menjadikan mereka (mereka) merasa hina dan kecil (sehingga bertaubat). [Ihya Ulumuddin]. Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk menjauhkan diri dari kesombongan dan orang yang sombong.

Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari Alvers

Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok!

Mondok Itu Keren Lho!

NB.
Hak Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Alhaddad]

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK