MENJAGA RAHASIA

menjaga rahasia, MENJAGA RAHASIA, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

MENJAGA RAHASIA

ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah RA, Rasul SAW bersabda :

إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ الْحَدِيثَ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ

“Apabila seseorang berbicara kemudian menoleh (ke kanan ke kiri untuk memastikan keadaan) maka pembicaraan tersebut adalah amanat (bagi pendengarnya)” [HR Turmudzi]

Catatan Alvers

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rahasia didefinisikan sebagai sesuatu yang sengaja disembunyikan supaya tidak diketahui orang lain: sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang agar tidak diceritakan kepada orang lain yang tidak berwenang mengetahuinya; dan rahasia umum adalah sesuatu yang seharusnya disembunyikan, tetapi sudah diketahui orang banyak; rahasia yang sudah diketahui umum; [KBBI]

Setiap orang memiliki rahasia yang dipendamnya dalam-dalam di dalam lubuk hatinya namun terkadang justru ia sendiri yang meyebarkannya tanpa disadarinya. Ia tidak tahan menyimpan rahasianya akhirnya ia curhat kepada teman dekatnya. Inilah sumber bocornya rahasia kepada orang lain. Acapkali orang yang dipercaya menyimpan rahasia, ia menyebarkannya dengan password “jangan bilang siapa- siapa”. Orang ketiga melakukan hal yang sama dan seterusnya sehingga rahasia tersebut menjadi rahasia umum.

Menjaga rahasia adalah wajib hukumnya sebagaimana dipahami dari hadits utama di atas dan memang demikian, menjaga rahasia hukum asalnya adalah wajib karena rahasia termasuk janji yang harus ditunaikan. Allah swt berfirman,

وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً

“Dan penuhilah janji, karena sesungguhnya janji itu akan ditanyakan.” [Al-Isra’: 34]

Diantara kisah para ulama dalam menjaga rahasia adalah salah seorang di antara mereka menceritakan rahasianya kepada yang lain. Setelah selesai (beberapa lama) maka sang pemilik rahasia bertanya : “apakah kamu masih menjaga rahasiaku itu?” maka temannya berkata : “tidak, aku sudah melupakan rahasia tersebut”. Para Ahli Hikmah berkata :

قُلُوْبُ اْلأَحْرَارِ قُبُوْرُ الْأَسْرَارِ

“Hati orang merdeka adalah kuburan untuk memendam rahasia-rahasia” [Adabul Usyrah karya Abul Barakat Al-Gazzi]

Orang yang bisa menyimpan rahasia dialah orang yang mulia sesungguhnya. Ulama penyair berkata :

لَيسَ الكَريمُ الَّذي إِن زَلَّ صاحِبُهُ :: بَثَّ الَّذي كانَ مِن أَسرارِهِ عَلِما

إِنَّ الكَريمَ الَّذي تَبَقى مَودَّتُهُ :: وَيَحفَظُ السِرَّ إِن صافى وَإِن صَرَما

“Bukanlah orang mulia, orang yang jika temannya terpeleset (berbuat salah) ia menyebarkan rahasianya.”

“Sesungguhnya orang yang mulia adalah orang yang tetap abadi kasih sayangnya dan dapat menjaga rahasia meskipun telah terputus (hubungannya)” [Adabul Usyrah]

Para sahabat merupakan figur orang-orang mulia yang bisa menyimpan rahasia. Sahabat Anas RA, berkata :

“Rasulullah SAW mendatangiku saat aku sedang bermain-main dengan beberapa orang anak. Beliau SAW mengucapkan salam kepada kami, kemudian menyuruhku untuk sesuatu keperluannya. Oleh sebab itu aku terlambat mendatangi ibuku. Selanjutnya setelah aku datang, ibu lalu bertanya, ‘Apakah yang menahanmu?’”

Aku pun berkata    :“Aku diperintah oleh Rasulullah SAW untuk sesuatu keperluannya.”

Ibu bertanya          :“Apakah hajatnya itu?”

Aku menjawab       :“Itu adalah rahasia.”

Ibu berkata            :لَا تُخْبِرَنَّ بِسرِّ رَسُوْلِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – أَحَداً [“Kalau begitu jangan sekali-kali engkau memberitahukan rahasia Rasulullah SAW tersebut kepada siapapun juga.” ]

Anas berkata          : “Demi Allah, andaikata rahasia itu pernah aku beritahukan kepada seseorang, sesungguhnya aku akan memberitahukan hal itu kepadamu pula, wahai Tsabit.” [HR. Muslim]

Termasuk rahasia yang harus dijaga adalah hubungan suami istri, Rasul SAW bersabda,

إنَّ مِنْ أشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ القِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى الْمَرْأةِ وتُفْضِي إِلَيْهِ ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا

    “Sesungguhnya seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi Allah pada hari kiamat ialah seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya dan istrinya itu pun demikian, kemudian ia menyebarkan rahasia istrinya itu.” [HR. Muslim]

Terbesit satu pertanyaan, sampai kapankah kita harus menyimpan rahasia tersebut? Bagaimana status rahasia setelah pemiliknya meninggal? Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu hajar menuqil pendapat Ibnu Batthal bahwa menjaga rahasia setelah wafat itu tidaklah sama dengan menjaga rahasia ketika orangnya masih hidup kecuali jika rahasia tersebut berupa aib maka tetap wajib merahasiakannya. Seperti halnya Rasul SAW bersabda :

مَنْ غَسَّلَ مَيْتاً فَكَتَمَ عَلَيْهِ ، غَفَرَ اللهُ لَهُ أربَعِينَ مَرَّةً

“Barang siapa yang memandikan seorang mayit, lalu ia merahasiakan keburukan mayit itu, maka Allah ampuni dia sebanyak empat puluh kali.” [HR. Al Hakim]

Membuka rahasia pasca wafatnya seseorang terkadang dihukumi wajib dibuka jika berkenaan hak orang lain seperti hutang piutang dll. , dan terkadang dianggap baik (mustahab) jika itu berkenaan dengan karomah (kemuliaaan) meskipun dahulu orangnya tidak suka rahasia tersebut diketahui oleh orang lain.

Dari Aisyah RA, berkata: “Sautu saat Nabi SAW membisiki fathimah, lalu fathimah menangis dengan keras. Selanjutnya Nabi SAW membisiki sekali lagi. Fathimah pun tertawa.”

Aku berkata kepada Fathimah: “Engkau telah diistimewakan oleh Rasulullah SAW di antara para istri-istrinya dengan dibisiki, kemudian engkau menangis.”

Lalu aku bertanya         :“Apakah yang dibisikkan oleh Rasul padamu?”

Fathimah menjawab     : “مَا كُنْتُ لأُفْشِيَ عَلَى رَسُولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – سِرّ [“Aku tidak akan membuka apa yang dirahasiakan oleh Rasul SAW“ ]

Sesudah Rasul wafat barulah Fathimah menjelaskan  :“Adapun yang dibisikkan oleh beliau SAW pada pertama kalinya, yaitu beliau memberitahukan kepada aku bahwasanya Jibril dahulunya memberikan kepadanya wahyu dari Al-Quran itu sekali dalam setahun, namun sekarang dalam setahun diberikan dua kali.”

Beliau SAW bersabda   :“Sesungguhnya aku tidak mengetahui datangnya ajalku, melainkan tentu sudah dekat. Maka dari itu bertaqwalah engkau dan bersabarlah, sesungguhnya saja sebaik-baiknya salaf (pendahulu) bagimu adalah aku.” Karena itu lalu aku menangis sebagaimana tangisku yang engkau lihat dulu itu.

Selanjutnya setelah beliau SAW melihat kegelisahanku, lalu aku dibisikinya untuk kedua kalinya: “Wahai Fathimah, tidakkah engkau suka jikalau engkau menjadi penghulu dari seluruh wanita dari kalangan kaum mu’minin atau penghulu dari seluruh wanita dari kalangan umat ini?”

Oleh karena itu, maka aku pun tertawa sebagaimana yang dulu engkau lihat.” [HR Muslim]

Wallahu A’lam.

Semoga Allah Al-Bari meneguhkan hati kita untuk senantiasa menunaikan amanat dan menyimpan rahasia yang berkenaan dengan aib dan kekuarangan.

Salam Satu Hadith,
DR.H.Fathul Bari Badruddin, SS.,M.Ag
PESANTREN WISATA
AN-NUR 2 Malang Jatim Indonesia

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK