annur2.net – Tidak terasa 79 tahun Indonesia merdeka. Kemerdekaan tersebut adalah hasil jerih payah perjuangan dan ketakwaan para pahlawan. Hal itu juga tidak terlepas dari rahmat Allah Swt., yang memberikan pertolongan kepada para pahlawan. Bayangkan saja bagaimana bisa Indonesia yang berperang dengan bambu runcing dapat menang dari alutsista musuh yang lebih mendukung. Terlebih lagi banyak orang Indonesia yang tidak berpendidikan di kala itu bisa mengalahkan orang-orang yang berpendidikan.
Dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 41:
اَلَّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَرْضِ اَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ وَاَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَلِلّٰهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ
“Orang-orang yang jika Kami beri kemantapan (hidup) di bumi, mereka menegakkan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.”
Ayat tersebut menerangkan bahwa Allah akan memberikan kemantapan hidup atau kemerdekaan ketika penduduk suatu negeri melakukan tiga hal yaitu: mendirikan salat, membayar zakat dan amar ma’ruf nahi munkar.
Pertama, mendirikan salat. Pada zaman penjajahan banyak pejuang dari kalangan ulama yang memang benar-benar menjaga salatnya. Sehingga sangat mungkin sekali untuk memperoleh kemerdekaan. Hal itu juga dibuktikan mengapa Ir. Soekarno memilih proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17. Sebab 17 adalah jumlah rakaat salat wajib selama satu hari sekaligus tanggal pertama kali turunnya Al-Qur’an ke bumi.
Kedua, membayar zakat. Masyarakat Indonesia tetap membayar zakat bagaimanapun caranya, meski pada zaman penjajahan, Belanda sangat melarang hal itu karena mengetahui bahwa zakat adalah sumber dana bagi para pejuang. Walaupun toh ada lembaga pemerintahan yang mengurusi zakat, mereka tidak mau membayar zakat ke sana sebab tahu bahwa pemerintah mengorupsi zakat mereka. Sehingga mereka memberikan zakat kepada orang terhormat di daerahnya seperti kiai dan guru mengaji.
Ketiga, amar makruf nahi mungkar. Pada zaman penjajahan, para ulama tidak segan-segan untuk selalu menuntun para masyarakat Indonesia ke jalan yang benar. Mereka juga sering memberi keputusan yang tidak sampai keluar dari ajaran Islam. Cara berdakwahnya pun cukup unik, yaitu dengan memadukan adat yang sudah ada kepada kebaikan. Contohnya mengadakan kenduri di beberapa momen, karena saat itu masyarakat suka berpesta.
Bersyukur Atas Kemerdekaan
Kemerdekaan adalah nikmat yang sungguh besar. Sudah 79 tahun Indonesia merdeka sehingga hidup ini aman dan sejahtera. Bayangkan bagaimana nasib saudara kita di Palestina. Warga di sana hidup penuh dengan kecemasan dan ketakutan. Ledakan bom di mana-mana, tidak ada tempat aman bagi mereka. Untuk mendapatkan sesuap nasi saja juga sulit. Oleh karena itu, kita harus banar-benar mensyukuri kemerdekaan ini.
Rasulullah bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpulkan pada dirinya.”(HR. Tirmidzi)
Hadis di atas menerangkan bahwa jika ada tiga kenikmatan: aman, sehat, dan punya makanan pada diri seseorang, maka orang tersebut seakan-akan telah mendapatkan dunia ini. Maknanya adalah orang itu harus bersyukur ketika ada tiga kenikmatan itu pada dirinya karena hal tersebut adalah kenikmatan yang sangat besar. Tiga kenikmatan itu bisa kita rasakan sebab kemerdakaan negara ini.
Sehingga kemerdekaan merupakan momen yang erat hubungannya dengan menegakkan agama Islam. Sebab supaya kemerdakaan tetap awet, kita harus bersungguh-sungguh menjalankan syariat mulai dari salat, zakat dan Amar makruf nahi mungkar. Selain itu, kemerdekaan mengajari kita untuk selalu bersyukur karena telah mendapat kenikmatan yang luar biasa.
(Ahmad Basunjaya I.K.F./Mediatech An-Nur II)
Leave a Reply