Malam Sang Purnama: Kiai Bad, Kiai Out Of The Box

annur2.net – “Tangi kawanen nggarai turu kebengen, turu kebengen amergo tangi kawanen (Bangun kesiangan karena tidur kemalaman, tidur kemalaman karena bangun kesiangan).” Begitulah salah satu dawuh Kiai M. Badruddin Anwar. Dawuh ini bukanlah bualan belaka, di dalamnya terdapat pelajaran menarik, juga menunjukkan seberapa intelektualnya Kiai Bad.

“Setiap kegiatan di pondok pesantren itu ada manfaatnya untuk tubuh, bahkan jam tidur sekalipun.” Ucap Ust. Amaluddin Choiri, dalam acara Malam Sang Purnama, 29 November 2024 itu. Kiai Bad memang benar-benar peduli terhadap santrinya, contohnya jam tidur. Beliau tidak ingin ada santri yang bergadang, karena dapat menyebabkan banyak penyakit.

Perihal setiap kegiatan yang penuh kesehatan ialah karena Kiai Bad merupakan orang yang intelektual. Bagaimana tidak, beliau memikirkan matang-matang setiap program dan kegiatan yang beliau buat di pondok pesantren. Beliau tidak asal menentukan begitu saja, beliau melakukan riset juga konsultasi pada orang-orang ahli. Misal dalam jam tidur tadi, beliau menetapkan jam tidur adalah jam sepuluh, mengapa beliau menetapkan jam sepuluh? Karena beliau telah meriset juga berkonsulatasi, alhasil beliau mendapati, bahwa pada jam-jam ini tubuh memproduksi hormon melatonin yang berfungsi untuk mengistirahatkan tubuh.

Metode Mengajar Kiai

Selain peduli terhadap kesehatan tubuh santri, Kiai Bad juga peduli terhadap keilmuan santri-santrinya. “Kiai Itu biasanya keliling pondok, kalau ada anak gitu dipanggil, ditanya-tanya, kelas berapa, ngajinya apa, terus dikasih pertanyaan.” Ujar Ust. Fathurrohman. “Ini adalah bentuk kepedulian Kiai Bad terhadap santrinya.” Tambah beliau.

Salah satu metode yang beliau terapkan dalam mengajar santri ialah mengajak santri untuk berpikir. Biasanya jika ada seorang santri bertanya, beliau tidak langsung menjawabnya, melainkan memberi arahan atau petunjuk. Untuk jawabannya, biarkan santri tersebut yang memikirkannya. Hal ini bukan karena apa-apa, tapi Kiai Bad ingin santri dapat berpikir kritis, atau lebih kerennya computational thinking (berkipir komputasi).

Dalam satu kejadian, pernah ada seorang ustaz mendatangi beliau dan mengeluhkan masalahnya. Ustaz tersebut kewalahan mengurus santri, dan berkata bahwa dirinya tidak pintar untuk melakukan tugas tersebut. Lantas Kiai Bad mengatakan, “Awakmu tak kongkon dadi pengurus guduk gara-gara awakmu pinter, tapi cek awakmu pinter. (Kamu aku suruh jadi pengurus bukan karena kamu pintar, tapi biar kamu pintar).”

Dalam kejadian ini Kiai Bad tidak memberikan solusi, tapi memberikan arahan, bahwa setiap ustaz memang tidak pintar dalam hal-hal demikian. Namun justru karena itu, beliau menjadikan mereka pengurus di pondok pesantren. Karena beliau ingin semua santri yang ada di pondok pesantren, saat keluar bisa mengatasi segala masalah.

(Farkhan Wildana Soffa/Mediatech)