Lelah Upacara Bukanlah Penjajah

upacara, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

Kolonel Penerbangan Erwin Sugiandi berkata, “Selamat pagi,” dengan keras dan semua membalas “Pagi, pagi, pagi,” dengan serempak. Kedua, beliau berkata “Siapa kita?” Semua menjawab, “Indonesia.” Ketiga,  “Jiwa kita.” Semua menyahut, “Merah putih.” Terakhir, beliau meneriakkan, “Semangat kita.” Semua menimpali, “Luar biasa.” Pada hari Rabu (17/8/2022) saat upacara memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-77, di lapangan utama Pondok Pesantren An-Nur II.

Seorang santri bernama Farhan Dwi Jaya, ketiduran setelah mengaji. Alhasil dia telat berangkat ke upacara, yakni berangkat di jam 08.30. Baru saja berangkat dia sudah terkejut oleh suara bising dari langit. Suara bising yang keluar dari paramotor yang berterbangan.

Paramotor ini ada tiga personel awalnya. Tiga personel ini terbang di atas An-Nur II menikmati indahnya An-Nur II dari mata elang.  Mereka berputar-putar sambil mengibarkan bendera Merah Putih Indonesia. Kemudian, seiring berjalannya waktu, paramotornya bertambah menjadi enam.

Enam paramotor yang berterbangan itu hampir semuanya sejenis. Paramotor jenis gendong atau istilahnya foot launch kecuali satu. Ada satu paramotor yang berjenis menggunakan roda tiga alias paratrike. Tiga paramotor yang datang telat juga membawa bendera Merah Putih.

Farhan yang melihat enam paramotor itu merasa takjub. Ternyata ada juga kendaraan seperti itu. Gara-gara melihat paramotor yang berterbangan di langit An-Nur II, Farhan berkeinginan untuk terbang juga. Ia ingin merasakan bagaimana rasanya terbang dan melihat An-Nur II dari atas.

Setelah beberapa saat, paramotor sudah pergi dari pandangan santri-santri. Sehingga santri-santri mulai berbaris  karena upacara akan terlaksana. Para santri yang berbaris terbagi dalam empat pleton. Pembagiannya tiga pleton untuk santri jenjang SMP dan sisanya santri SMA. Farhan berbaris di bagian depan pleton keempat, ia adalah santri SMA.

Bagi santri SMA wajib memakai seragam warna hijau yang menjadi seragam alamamater SMA An-Nur. Sedangkan santri-santri SMP memakai seragam pramuka. Semua santri berbaris di lapangan utama menghadap selatan. Zuriah pendiri pondok dan para tamu undangan termasuk Kolonel Erwin dan guru-guru SMA dan SMP berada di stan yang terletak di depan santri-santri.

Sekiranya santri-santri sudah rapi barisnya, Abu Zar Al-ghifari santri kelas tiga SMA sebagai pembawa acara membuka upacara. Dalam pembukannya ia mengatakan Hari Kemerdekaan ke-77 kali ini mengusung tema “Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat.”

Setelah itu, upacara berjalan seperti biasa. Hingga sebuah kejutan unik datang pada saat pengibaran bendera Merah Putih. Para pasukan Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera) memasuki area dengan menunjukkan ilmu baris-berbaris miliknya.

Kejutan unik tidak berhenti di situ, tapi saat pasukan Paskibra berada di tengah-tengah lapangan. Mereka membuat sebuah formasi tapi tetap mempertahankan gerakan baris-berbaris. Formasi itu membentuk angka 77 sesuai HUT Kemerdekaan RI kali ini.

Salah satu pasukan bagian membawa bendera Merah Putih maju ke atas menuju inspektur upacara, Kolonel Erwin. Kemudian kembali turun dan mengibarkan bendera merah putih. Komandan pasukan memerintah seluruh pasukan agar mengangkat tangannya sebagai bentuk hormat pada bendera Merah Putih. Marching Band menunjukkan aksinya dengan memainkan lagu sebagai pengiring penghormatan Merah Putih.

Ketika bendera sudah berkibar di atas tiang, komandan pasukan memerintahkan para pasukan agar menurunkan tangannya. Pasukan Paskibra kembali menata barisannya, bersiap untuk pergi dari area upacara. Mereka kembali sesuai formasinya saat datang ke area.

Acara terus berlanjut dan melangkah ke mengheningkan cipta. Semua mulai mengheningkan cipta sambil ada lagu yang mengiri berasal dari Marching Band. Termasuk juga para tamu dan keluarga pengasuh ikut mengheningkan cipta. Setelahnya ada pembacaan pancasila oleh inspektur acara serta seluruh pasukan mengikutinya. Beliau memberi amanat setelah membacakan pancasila. Terakhir, doa oleh Asyrof zain. Upacara selesai.

Farhan merasa lega upacara telah selesai. Ia merasa lelah dan panas selama upacara berlangsung. Hanya saja itu semua ia tahan. Ia juga menahan nafsunya agar tidak duduk selama upacara meski rasa lelah menghampiri. Menurutnya ini semua masih gampang dari pada zaman penjajahan. Toh, upacara ini hanya ada setahun sekali. Ia tidak ingin melewatkannya.

Akan tetapi hal itu terbayar. Soalnya setelah upacara ada pembagian jajan dari Sari gandum. Ia pun merasa bahagia, karena dapat jajan juga gara-gara paramotor serta kejutan unik formasi 77 dari pasukan Paskibra.

(Ahmad Firman Ghani Maulana)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK