Kuliah Umum Ushul Fikih bersama KH. Afifuddin Muhajir
annur2.net – Kuliah Umum untuk mahasantri Ma’had ‘Aly dan STIKK (Sekolah Tinggi Ilmu Kitab Kuning) Pondok Pesantren Wisata An-Nur II “Al-Murtadlo” Kembali diadakan. Selasa, 24 Februari 2025, Kuliah Umum kali ini bertema Urgensi Ushul Fikih dalam Penerapan Metodlogi Fikih Manhaji. Pengisi materinya Dr. (H.C.) KH. Afifuddin Muhajir, M.Ag., Wakil Rais ’Aam PBNU dan Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.
Kiai Afifuddin Muhajir merupakan ketua Yayasan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah sejak tahun 2010, dosen Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah sejak 1990, dosen Fakultas Syariah Universitas Ibrahimy (UNIB) sejak 1985 dan jabatan lainnya.
Beliau juga pernah menjadi Dewan Masyayikh Ma’had Aly pada tahun 2018-2022, Katib Syuriah (2010-2015) dan Rais Syuriah (2019-2020) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Beliau menempuh pendidikan formal, mulai Madrasah Ibtidaiyah sampai Madrasah Aliyah tidak keluar dari Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo. Kemudian melanjutkan Strata I Fakultas Ibrahimy (UNIB) tahun 1980 dan Strata II Universitas Islam Malang (UNISMA) tahun 2001.
Kiai Afifuddin menguasai bidang Fikih dan Ushul Fikih. Beliau telah membuat bebarap karya, di antaranya kitab Taisir Al-Wushul ila ‘Ilm Al-Ushul, Fath Al-Mujib Al-Qarib syarh At-Taqrib li Abi Syuja’, dan Al-Luqmah As-Saighah. Beliau juga menulis beberapa buku: Metodologi Kajian Fikih, Fikih Tata Negara, Maslahah sebagai Cita Pembentukan Hukum Islam, dan banyak lagi.
Urgensi Ilmu Ushul Fikih
“Ushul Fikih bukan sekedar disiplin dalam khazanah keislaman tapi merupakan fondasi utama dalam memahami hukum-hukum syariat,” ungkap Kiai Ahmad Zainuddin, M.M., Mudir Ma’had Aly An-Nur II dalam sambutannya.
Ilmu ushul fikih berfungsi sebagai sarana mempermudah pemahaman dalam fikih supaya sistematis dan tidak kaku. Tanpa ilmu ini, pemahaman terhadap ilmu fikih berpotensi menimbulkan kesalahan.
Selain itu ushul fikih mampu memberikan kemampuan yang tekstual maupun kontekstual dalam menyikapi permasalahan masa kini, terang beliau. Hal ini menjadikan hukum Islam tetap relevan menyesuaikan zaman.
“Kami berharap acara ini dapat menjadi wasilah untuk memperkuat pemahaman kita tentang ushul fikih, sekaligus memotivasi kita semua untuk mendalami ilmu ini dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,” harapan Kiai Zainuddin.
Setelah itu, Dr. (H.C.) KH. Afifuddin Mujahir, M.Ag., menyampaikan materi tentang ushul fikih. “Terima kasih bahwa saya telah diundang ke tempat ini untuk menyampaikan sesuatu yang bisa saya sampaikan. Mudah-mudahan saja tidak mengecewakan karena sesuatu yang akan saya sampaikan baru tahu kemarin,” ucap beliau pada awal penyampaian.
Kemudian Kiai Afifuddin menunjukkan kitab karangan beliau, Taisir Al-Wushul ‘ala ‘Ilm Al-Ushul. Sebenarnya nama lengkap kitab tersebut yaitu Taisir Al-Mubtadiin li Al-Wushul ‘ala ‘Ilm Al-Ushul. “Jadi kitab ini sesungguhnya adalah lil mubtadiin. Memudahkan teman-teman mubtadiin (pemula) agar supaya segera paham dan segara menguasai ilmu ushul fiqh,” lanjut beliau.
Fakih Produktif, bukan Fakih Konsumtif

“Dari apa yang disampaikan tadi itu, saya paham bahwa cita-citanya adalah melahirkan fakih-fakih produktif, bukan fakih-fakih konsumtif,” tanggapan beliau terhadap ungkapan moderator, Ustad Fathoni Tsani, Lc., yaitu bagaimana cara memahami dan menguasai ushul fikih agar memahami fikih secara manhaji.
Beliau mengatakan, “Yang ingin dilahirkan adalah fakih-fakih yang cita-citanya tidak bisa segera menjawab, akan tetapi minta waktu untuk merenung. Itu namanya fakih produktif.” Bukan fakih konsumtif yang bisa langsung menjawab persoalan-persoalan fikih karena hafal kitab Fath Al-Qarib, misalnya.
Namun sebenarnya Ma’had Aly tidak bermimpi melahirkan ahli fikih dari para santrinya. Untuk menjadi fakih membutuhkan waktu dan proses yang sangat panjang. “Hanya Ma’had Aly itu membekali santri-santrinya dengan ilmu-ilmu yang kalau dikembangkan bertahun-tahun bisa menjadi ahli fikih, ya, kan?” Lanjut beliau.
Ringkasan Kajian Taisir Al-Wushul ‘ala ‘Ilm Al-Ushul
Sesuai kitab tersebut, Kiai Afifuddin menerangkan bahwa Imam Ghazali mengatakan, pilar ushul fikih ada empat. Pilar yang pertama adalah ahkam (hukum syariat), kedua adalah ‘adillah (dalil syariat), ketiga adalah kaifiyyatu istifadil ahkami minal ‘adillah (cara melahirkan hukum-hukum syariat dari dali-dalinya), dan keempat adalah mujtahid.
Dari pilar ketiga, ada tiga manhaj istinbath (metode melahirkan hukum). Pertama manhaj bayani, cara melahirkan hukum dari nash Al-Qur’an dan hadis. Kedua, manhaj qiyasi. Ketiga, manhaj maqashidi, metode yang berdasar kepada maqashid al-syari’ah yang terdiri dari limat pokok: hifdz al-din (menjaga agama), hifdz al-nafs (menjaga jiwa), hifdz al-‘aql (menjaga akal), hifdz al-nasl (memelihara keturunan), dan hifdz al-mal (menjaga harta), bahkan lebih banyak menurut Kiai Afifuddin.
Kiai Afifuddin Muhajir hanya menjelaskan manhaj bayani, memutuskan hukum dengan Al-Qur’an dan hadis. Sebelum itu ada beberapa hal untuk bisa memahami Al-Qur’an dan hadis yang benar. Yang pertama, memahami dan menguasai kaidah-kaidah bahasa Arab, yaitu lafal, makna, dan dalalah antara lafal dan makna. Kemudian beliau sedikit memerincikan penjelasan tersebut.
Yang kedua, mengetahui asbab an-nuzul (sebab turunnya ayat Al-Qur’an) dan asbab al-wurud (sebab munculnya hadis). Beliau menukil ucapan ulama, “Mengetahui sababin nuzul dan sababil adalah niscaya bagi orang yang ingin memahami Al-Qur’an dan sunnah (hadis).”
Yang ketiga, memadukan nash dan nash yang lain. “Kalau seseorang ingin mengkaji suatu nash, tidak cukup dengan nash itu. Akan tetapi harus melihat nash-nash yang lain,” ungkap beliau. Memadukan nash-nash ada beberapa macam: Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan hadis, hadis dengan hadis, dan hadis dengan ayat Al-Qur’an.
Sesi terakhir, tanya jawab para mahasantri kepada Kiai Afifuddin Muhajir. Beliau menjawab satu per satu pertanyaan dengan jawaban yang mudah dipahami. Lebih lengkapnya, tonton di sini:
https://www.youtube.com/watch?v=LmYiVBoCucU&t=496s.
(Riki Mahendra Nur Cahyo/Mediatech An-Nur II)
Leave a Reply