Kotak Puisi

kotak puisi, Kotak Puisi, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo
kotak puisi

Saya dan teman-teman seangkatan –bahkan angkatan beberapa tahun dibawah saya tidak mengetahui apa itu kotak puisi. Sebenarnya, saya sendiri juga tidak tahu kalau jaman dahulu ada yang namanya kotak puisi. Saya tidak tahu apa fungsinya. Kotak itu berwarna kuning, ada lambang merpati Pos Indonesia, tulisan kotak puisi di atas lubang kotak, dan ada keterangan ciri-ciri puisi lama dan puisi baru.

Di google-pun tidak ditemukan apa fungsi dari kotak ini. Ketika pertama kali saya menemukannya di gudang belakang perpustakaan sekolah, saya langsung beranggapan kotak ini digunakan khusus untuk mengirim puisi. Dan puisi terpilih akan diterbitkan di suatu media siswa. Kalaupun anggapan itu benar, maka akan lebih menyenangkan masa SMA di jaman itu daripada sekarang.

Saya yakin, nasib kotak itu seperti nasib kotak pos yang mulai memfosil di pinggir jalan dan hilang digantikan tiang telfon. Karena sudah tergeser zaman dan berkurangnya minat menulis puisi di kalangan siswa. Padahal, ketika membaca majalah Horison, di rubrik cermin terpampang foto si penulis puisi, sejumlah anak berseragam SMA beserta gurunya di depan sekolahnya. Saya pernah berkhayal seperti itu.

Keberadaannya menghilang, tetapi bukan keberadaannya yang saya kawatirkan. Yang menjadi kekawatiran saya adalah terus berkurangnya siswa-siswa yang gemar menulis puisi. Baiklah, kalau kotak itu sudah hilang –dan itu memang pantas. Tetapi, seharusnya kotak itu telah berubah menjadi situs-situs web atau fanspage yang mewadahi bakat-bakat berpuisi itu.

Sekarang memang banyak bremunculan hal seperti itu, tetapi tidak membengkak seperti yang diceritakan oleh orang-orang terdahulu. Perkembangan memang harus terjadi, tetapi satu yang tidak boleh berubah, yaitu budaya menulis di kalangan siswa yang semakin berkurang, lantaran pemuda zaman yang belum bisa memanfaatkan tekhnologi dengan benar.

Tidak jauh berbeda dengan koran yang kini mulai dilipat di layar-layar smartphone. Kalau dulu orang beli koran untuk membaca berita, sekarang tinggal download aplikasi berita yang ada. Memang perkembangan membaca dan menulis mengalami perkembangan yang pesat dan cepat, asalkan budaya membaca dan menulis itu tidak luntur.

M.FIH

Fb : Lingkar Pesantren

Ig  : @lingkarpesantren

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK