Kajian Tafsir: Permintaan Aneh Orang Kafir

kafir, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

(Tafsir Surah Yunus Ayat 53)
“Dan mereka menanyakan kepadamu: “Benarkah (azab yang dijanjikan) itu? Katakanlah: “Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)”.”
***

Apakah kehidupan yang damai merupakan impian semua manusia? Atau setidaknya, apakah manusia ingin hidup bahagia? Lalu, perasaan apa yang akan datang semisal ada orang yang mengharapkan bencana datang dalam kesehariannya. Bukannya ketentraman dan kesentosaan, melainkan petaka yang menyakitkan dan merugikan.

Ketika seseorang sudah berada dalam kehidupan yang membahagiakan dan aman, apakah ia menginginkan ada bencana mengganggunya? Semisal, ada orang yang memiliki tempat yang melin dunginya dari angin dan hujan. Masalah makanan pun ia tidak perlu mengkhawatirkannya.

Setidaknya, untuk belanja kebutuhan, uangnya masih mencukupi. Kehidupannya berlalu dengan aman dan tentram. Tidak terusik dengan masalah “Besok mau makan apa?” Tidak perlu memikirkan besok harus berteduh di mana.

Namun, bagaimana pikiran yang terlintas jika orang seperti itu lebih memilih banjir menerjang kehidupan sederhana miliknya. Ia menginginkan agar lahar yang panas membakar semua kehidupan bahagia miliknya. Bukankah keinginan seperti itu aneh. Ada orang yang punya keseharian yang sudah terpenuhi makannya. Masalah tempat tinggal pun tidak bingung, tapi memilih bencana datang.

Hasrat Eksentrik Kaum Kafir Quraisy

Perilaku seperti itu benar adanya. Keinginan eksentrik seperti itu pernah ada yang melakukannya. Orang kafir Makkah adalah pelakunya. Mereka menjadi pemeran utama yang antagonis dalam cerita itu. Kaum kafir Makkah memiliki permintaan absurd, meminta agar azab menimpa mereka.

Kaum Musyrikin Makkah tidak percaya jika Nabi Muhammad adalah utusan Allah SWT. Mereka pun meminta agar Nabi menurunkan azab sebagai bukti. Padahal hanya Allah saja yang bisa menurunkan azab. Tugas Nabi adalah menyampaikan kebenaran dan memberitahukan kesalahan-kesalahan umat, bukan menimpakan azab.

Mereka menantang Nabi agar menurunkan azab. Mereka dengan nada meremehkan, bertanya kepada Nabi apakah azab itu benar adanya, apakah azab benar akan datang. Nabi menjawab, benar, azab pasti datang. Azab itu benar adanya. Ketika azab itu datang nanti tidak ada satu pun yang bisa melarikan diri.

Padahal, semasa musim hujan, banjir sering menjadi problematika. Banyak tempat yang tergenang air. Kegiatan tidak lagi berjalan normal. Perekonomian menjadi topik hangat dalam rumah tangga. Banyak kesulitan yang menimpa manakala banjir datang. Orang-orang pada bingung tanpa arah.

Meski begitu, siapa yang bisa mengatasi banjir? Banjir adalah bencana yang sudah sering sekali menimpa Jakarta. Adakah orang yang mampu menangani perkara tersebut? Berkali-kali menteri berganti, bahkan presidennya juga. Namun, permasalahan banjir masih belum ada yang bisa menyelesaikannya. Belum ada yang mampu menangani banjir Jakarta tiap musim hujan.

Ini menandakan betapa bencana itu menyusahkan. Jangankan banjir, permasalahan kecil seperti kehilangan sesuatu saja sudah menyesakkan hati. Contohnya saja, ketika kita menjadi seorang penulis. Seorang penulis punya tugas menulis. Saat ingin menyimpan file word kerjannya, tiba-tiba laptonya blue screen. Hati rasanya sedih dan muram.

Lalu bagaimana dengan kasus kafir Makkah? Betapa mereka menantang Nabi agar menurunkan azab. Padahal, masalah kecil saja mereka sudah resah. Buktinya, begitu istri mereka melahirkan anak perempuan, mereka malu dan bingung. Menurut mereka anak perempuan mempermalukan keluarga. Lah, ini mereka menantang Nabi agar menimpakan azab kepada mereka.

(Ahmad Firman Ghani M/Mediatech)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK