Pada malam yang cerah itu, seluruh santri putra berkumpul di lapangan utama Pondok Pesantren An-Nur II “Al-Murtadlo” (Pesantren Wisata). Di depan mereka berdiri megah sebuah panggung. Hari Jumat, 26 Agustus 2022, mereka sudah bersiap untuk memeriahkan acara besar pondok ini, yaitu Harlah Ke-43 dengan tema “Teguh Berdedikasi, Kukuh Mengukir Prestasi.”
Di sini lah keseruan acara Harlah Ke-43 ini. Hal yang tidak ada pada acara harlah-harlah sebelumnya adalah persembahan koreografi lagu Man Ana oleh 3500 santri putra. Tiga santri menaiki panggung sebagai pembaca puisi tetang Kiai Badruddin Anwar dan vokalis. Sedangkan para santri yang berada di lapangan berdiri dan menghadap ke selatan menuju para majlis keluarga Pondok An-Nur II. Di tribun sudah terdapat dua tutor yang memegang lampu biru dan kuning. Mereka menjadi pemandu para santri mengangkat lampu.
Dalam barisan para santri, terdapat beberapa santri yang memegang lampu berwarna kuning dan berformasi membentuk angka 43. Sedangkan santri lainnya membawa lampu warna biru sebagai pelengkap dan membentuk persegi panjang. Saat tiga vokalis bernyanyi lagu Man Ana, para santri yang membawa lampu berwarna kuning bergantian mengangkat lampunya dengan lampu warna biru sesuai arahan dua tutor di tribun. Jika melihat dari atas, kita akan menemukan angka 43 terbentang lebar.
Setelah sesi ini berakhir, para santri kembali duduk dan menghadap ke panggung lagi. Seketika lampu sorot panggung mati. Tak lama, tim Al-Banjari naik ke atas panggung. Mereka pun menata formasinya dan lampu kembali hidup. Mereka pun menampilkan beberapa senandung selawat. Sejak awal, tim Al-Banjari telah menarik perhatian para santri dengan beatbox sebagai pembukaannya.
Tidak mau kalah dengan tim Al-Banjari, Marching Band An-Nur II juga unjuk bakat di atas pentas. Bagian musik memainkan beberapa lagu di atas panggung dan dancer melambai-lambaikan benderanya di depan panggung. Layar videotron juga menampilkan beberapa background yang sesuai dengan lagu tim Marching Band. Penampilan mereka begitu menakjubkan, bahkan ada santri yang mengatakan lagunya lucu. “Lagunya lucu,” ungkap Ibramanta Jabbaru, salah satu santri kelas 3 SMP.
Demonstrasi Seni Bela Diri
Usai persembahan musikalisasi beralih ke pertunjukan seni bela diri. Untuk yang pertama, seni bela diri Perisai Diri An-Nur II menampilkan kemahiran mereka. Mereka memasuki panggung pentas dengan rapi dengan backsound yang mengiringinya. Layar videotron juga menampilkan background video animasi pemandangan kastil supaya pertunjukan terlihat lebih natural.
Tim Perisai Diri menampilkan banyak kebolehan mereka. Mulai dari bela diri tanpa alat hingga menggunakan toya, golok, kipas, dan clurit. Bahkan ada adegan saat dua pemain bertarung. Hal ini membuat para santri terkagum-kagum. Penampilan mereka juga tak lepas dari ciri khas Perisai Diri itu sendiri. Tak lama setelah itu, mereka meninggalkan panggung. Tepuk tangan dan sorakan para santri pun terdengar.
Setelah Perisai Diri unjuk keahlian, Pagar Nusa juga menampilkan bakatnya. Dari belakang barisan para santri, muncul satu barongan, dua bertopeng jaranan, dan tiga orang membawa bendera Pagar Nusa. Di depan, para warga Pagar Nusa menampilkan bakat mereka. Secara bergantian, mereka tampil dengan menakjubkan. Sama halnya dengan Perisai Diri, Pagar Nusa juga menunjukkan bakat baik dengan senjata maupun tanpa senjata.
Saat penampilan pun, barongan dan topeng jaranan tetap tampil sesuai perannya di depan panggung. Mereka dan pesilat saling melengkapi dalam pertunjukan. Selain itu, backsound pencak silat dan background pada layar videotron juga mendukung penampilan mereka. Dari banyaknya yang tampil, ada beberapa yang memakai selendang batik di pinggangnya dan ikat kepala bermotif batik. Bagian ini merupakan salah satu seni dari pertunjukan pencak silat Pagar Nusa.
Di akhir penampilan mereka, seluruh pemain masuk ke panggung dan melakukan salam penutupan. Kemudian mereka kembali dengan ciri khas Pagar Nusa, tangan kanan dan kiri membuka ke depan sambil berjalan ke luar panggung pementasan. Para santri kembali bertepuk tangan.
Panggung Tari dan Teater Nusantara
Tak lama setelah itu, lampu sorot kembali mati. Saat gelap, segerombolan penari dengan berpakaian adat Provinsi Aceh. Pakaian mereka terbagi menjadi warna kuning dan hijau. Saat membentuk formasi di panggung, mereka membuat tiga baris ke belakang hingga memenuhi kedua sisi panggung. Mereka juga menempatkan diri dengan warna berselang-seling.
Kemudian lampu panggung kembali hidup. Operator pun memutar lagu khas Aceh. Memang mereka akan menari tari Saman di depan para santri. Saat tampil, mereka menari dengan kompak dan harmonis. Meski ciri khas lagu tari Saman ini semakin lama semakin cepat, mereka tetap menari dengan solid dan sesuai dengan tempo lagu.
Setelah para penari menunjukkan bakatnya, sesi berganti ke Khatulistiwa Chronicle (Babad Khatulistiwa). Pada sesi ini, beberapa santri menampilkan teater cerita rakyat dengan singkat, hanya beberapa menit setiap kisah. Dalam teaternya, mereka menceritakan asal mula Danau Toba, Danau Nene Luhu, legenda Batu Menangis, Tangkuban Perahu, dan beberapa lainnya. Mereka menggunakan teknik lipsync untuk bercerita sehingga pemeran hanya berlagak sesuai karakter tokohnya.
Para santri pemeran teater ini berhasil menarik perhatian para penonton. Banyak yang menyaksikan sesi ini. Setelah menceritakan kisah-kisah Nusantara, seluruh pemeran naik ke atas panggung pentas. Kemudian seseorang memakai pakaian ala Gatotkaca dan jubah hitam menaiki panggung. Backsound pun berganti. Ia menyanyikan lagu tentang pengabdian santri kepada Indonesia. Di sana, para pemeran menari bersama menghias pertunjukan. Lagi-lagi mereka menarik perhatian para santri. Setelah mereka tampil, mereka mengucapkan salam lalu turun dari panggung. Para santri pun bertepuk tangan.
Next Fact. Javanese Culture
Seketika lampu sorot mati lagi. Kemudian ada tiga pria bertopeng jaranan berada di atas panggung. Mereka menari dan saling jungkir balik bersama backsound jaranan yang mengiringi.
Tak lama setelah itu, belasan penari jaranan naik ke panggung. Mereka melanjutkan penampilan orang bertopeng tersebut. Mereka menari dengan sangat kompak. Awalnya mereka menari tanpa alat. Kemudian, mereka mengambil Jaran Kepang masing-masing dan menari lagi. Mereka menari dengan sangat menakjubkan di atas panggung.
Selang beberapa waktu, sebagian dari mereka turun. Namun, ada satu barongan yang naik ke panggung untuk tampil. Ia menari sesuai perannya dengan dua penari Kuda Lumping. Di belakang mereka, terdapat lima orang yang membawa wayang di kedua tangannya. Alhasil, mereka semua seolah menyegel barongan dan mengepungnya. Seketika lampu panggung mati lagi. Mereka pun turun dari panggung.
Sebagai penutup, operator menampilkan video ucapan penutup dari Cak Bayu, salah satu santri salaf An-Nur II. Setelah itu, para santri kembali ke kamar masing-masing.
(Riki Mahendra Nur Cahyo/Mediatech An-Nur II)
Leave a Reply