Harlah 44: Penampilan Modern Tanpa Menghilangkan Tradisi

Harlah 44: Penampilan Modern Tanpa Menghilangkan Tradisi

Santri-santri unjuk bakat di panggung istimewa Harlah Pondok Pesantren Wisata An-Nur II “Al-Murtadlo” yang ke-44 yang mengusung tema “Membumikan Modernisasi, Melangitkan Tradisi”. Sabtu malam, 26 Agustus 2023, sebagai malam puncak pelaksanaan rentetan acara Hari Ulang Tahun Pesantren Wisata

Panggung besar berdiri megah di depan para santri. Pentas itu terhiasi bunga-bunga, banyak lampu sorot di setiap sisi atas, dan videotron menjadi latar belakang panggung. Di depan panggung merupakan tempat para santri menonton yang terpisah dengan karpet merah melintang di tengah. Di tengah para santri juga terdapat obor-obor yang tertata membentuk angka 44. Sepuluh stand bazar mengelilingi lokasi acara. 

Usai acara inti Harlah Pondok Pesantren, sesi pun berpindah ke pertunjukan-pertunjukan bakat para santri. Semua lampu di lapangan mati. Videotron menampilkan video kibaran bendera bersamaan dengan ucapan host tentang Indonesia. Tak lama, dua banjar barisan santri membawa bendera besar panjang menuju ruang kosong di depan barisan para santri yang sedang duduk. Di sepanjang karpet tengah juga terdapat para santri memakai kemeja batik berdiri. 

Saat instrumen lagu Jadilah Legenda mulai, para santri pembawa bendera besar dan panjang membentangkannya menghadap ke atas pelan-pelan. Videotron juga menampilkan lirik lagu tersebut. Santri yang berbanjar di tengah menghidupkan lampu kuning kecil dan melambaikannya ke kanan dan kiri. Para santri pun ikut bernyanyi sambil melihat lirik di layar videotron.

Setelah lagu selesai, lampu kembali mati. Pembawa bendera membawa bendera panjang ke kanan panggung, santri-santri lampu kembali ke belakang barisan para santri dan mematikan lampunya saat sampai di belakang. 

Koreografi dan Penerbangan Lampion

Lalu, operator menyetel instrumen Kulihat Ibu Pertiwi. Bersamaan dengan itu, panitia menyalakan obor-obor koreografi 44. Beberapa banjar santri yang duduk di samping kedua sisi karpet merah pun berdiri sambil mengangkat kertas putih. Tak lama ada tiga deklamator berdiri di atas panggung. mereka membaca puisi dengan mendalaminya. Alhasil puisi tersebut dramatis. Usai membaca puisi, para santri pun bertepuk tangan. 

Bersambung dengan sesi selanjutnya, delapan santri membawa empat lampion ke karpet merah. Selain itu, di setiap sisi lapangan juga terdapat puluhan lampion yang akan terbang. Kemudian, panitia menghidupkan lampion-lampion tersebut. Khusus lampion tengah, Dr. KH. Fathul Bari, S.S., M.Ag., dan Kiai Khairuddin, Ak., M.Si., menerbangkan dua di antaranya. Satu per satu panitia melepaskan lampion. 

Lampion tersebut tampak indah terlihat dari bawah. Tak lama setelah itu, videotron menampilkan tayangan drone memperlihatkan lokasi Harlah dari atas. Para santri yang berdiri di samping karpet tengah membentuk tulisan Harlah An-Nur 2 tambah obor-obor berbentuk 44. Seketika para santri bertepuk tangan.  

Lalaran Alfiyah

Setelah itu, videotron menampilkan outline desain Gerbang Biru An-Nur II. Lama-kelamaan desain Gerbang itu menjadi warna neon dan lightsaber serta berisi corak-corak khas Jawa. Tayangan itu menarik perhatian penonton dengan kelap-kelap lampu sorot yang menyertainya. Akhir video, menampilkan Gerbang Biru penuh dengan logo Harlah Ke-44.

Kemudian, menampilkan syiir Muhammadun Basyarun beserta arti Jawanya. Lalu, tiga vokalis dan seluruh santri Al-Badr kelas 3 SMP menaiki panggung dan membentuk formasi tujuh saf. Operator pun memutar instrumen dan vokalis menyenandungkan syiir tersebut dengan nada lagu Tak Lelo Ledung.

Usai pembacaan syiir tersebut, vokalis dan para santri di belakangnya duduk. Videotron menampilkan nazam Alfiyah bab mukadimah per bait secara berurutan. Mereka pun melantunkan nazam tersebut dengan lagu dan instrumen. Tak hanya itu, mereka juga menari ke kanan dan kiri. 

Selesai bab mukadimah, menyambung ke bab Kalam. Mereka berdiri dan melantunkannya dengan nada yang berbeda sambil menari melangkah ke kanan dan ke kiri. Tak berhenti di situ, ketika bab Mu’rob dan Mabni, mereka mengganti nada dengan lagu Pamer Bojo karya Didi Kempot. Serentak para penonton ikut melalar nazam tersebut dan suasana pun menjadi ramai. 

The Santri Colosal Perform

Berpindah ke sesi selanjutnya yakni teater. Penampilan ini memberikan tema pengajian santri-santri bersama kiai. Uniknya saat tokoh kiai datang, ia menaiki perahu beroda bersama 3 tokoh santrinya dari barisan belakang penonton. Lalu mereka berakting mengaji kitab bersama di atas panggung sebagaimana santri mengaji ada umumnya.

Setelah itu, adegan berganti kepada para santri yang sedang berlatih bela diri. Hanya saja konflik bermula di sini. Mereka saling bertengkar menunjukkan keahliannya sampai dua di antaranya berduel. Tak lama tokoh kiai datang dengan perahunya lagi sambil menasihatinya. Kemudian ada seorang santri yang perlahan menaiki panggung dan membaca puisi. 

Usai pembacaan puisi, Marching Band An-Nur II telah berdiri siap di sebelah kiri panggung. Sedangkan tokoh kiai kembali dan aktor-aktor santri di atas panggung kembali memerankan tokohnya dengan bermain. Tim Marching Band mulai memainkan alat mereka dan lampu mulai menyorot kepadanya. Instrumen yang mereka mainkan menjadi backsound para santri di atas panggung. 

Topeng Guro Gudho, Reog, dan Lagu Nemen

Tak lama, semua lampu mati dan layar videotron berganti tampilan menjadi corak khas Jawa serta backsound lagu Jaranan. Tujuh orang memakai topeng Guro Gudho naik ke atas panggung. Dua reog berjalan di karpet tengah dari belakang para santri. Mereka melakukan tarian masing-masing. Bahkan Si Topeng melakukan beberapa atraksi di atas panggung. 

Kemudian lampu mati lagi. Dua reog pun ke atas panggung dan santri-santri mengenakan pakaian adat Jawa masuk pentas. Sebagian di atas panggung dan yang lainnya di depannya. Sedangkan Si Topeng menuju karpet merah di tengah para santri. Mereka menari bersama mengikuti alunan musik. Menghadap ke depan, kiri, belakang, dan kanan. 

Setelah itu, mereka mengubah formasi. Si Topeng menuju atas panggung. Semua santri berbaju adat Jawa turun ke depan panggung dan menghidupkan lampu putih dan biru di jarinya. Si Topeng melakukan atraksi dan santri berbaju adat Jawa mengangkat lampunya bergantian kanan dan kiri. 

Hanya beberapa saat, musik berganti ke lagu Nemen dan formasi berganti lagi. Sebagian santri berbaju adat Jawa naik ke atas panggung dan menghidupkan lampu hijau, sedangkan yang di bawah menghidupkan lampu merah. 

Kemudian dua vokal masuk ke panggung. Videotron pun berubah menampilkan lirik Nemen yang telah dirombak menjadi lagu tentang santri. Vokalis pun menyanyikan lagu tersebut. Para santri berbaju adat Jawa, Si Topeng, dan dua reog menari bersama. Bahkan para penonton ikut bernyanyi sesuai lirik. 

Di bait kedua dari lagu, vokalis mengajak para penonton menyanyikan lagu aslinya. Oleh karena banyak para santri tahu lagu ini, dengan serentak mereka ikut bernyanyi bersama. Fogger panggung juga turut mengeluarkan asap memeriahkan acara. Di akhir lagu, fogger mengeluarkan kertas kecil berwarna putih dan biru yang sangat banyak hingga beterbangan di atas para santri. Bahkan panitia yang menyalakan flare dan berkeliling di sekitar penari serta petasan-petasan di samping panggung langit malam. 

Usai  bernyanyi, vokalis dan para penari berkumpul di tengah panggung. Mereka membentuk formasi dan melakukan foto bersama. Setelah itu mereka turun dari panggung. Host pun mengambil alih dan menutup acara Harlah Pondok Pesantren An-Nur II yang ke-44. 

(Riki Mahendra Nur C./Mediatech An-Nur II)