DIBALIK RIBUT RIBUT MUKTAMAR TERNYATA INILAH YANG LUAR BIASA

Menjelang pembukaan Muktamar NU, KH Hasyim Muzadi mendengar laporan dari berbagai cabang akan kesulitan mereka melakukan proses registrasi. Bahkan sore harinya peserta dari NTT ribut dengan Banser. Bayang-bayang kericuhan Muktamar terbentang jelas. Kiai Hasyim gelisah tidak bisa tidur memikirkan pilihan apa yang harus diambil menghadapi praktek kecurangan Muktamar. Beliau sangat menyintai NU.Pagi harinya tanggal 1 Agustus saat bersiap menuju tempat diskusi dan bedah buku saya, saya mendapat kabar diminta merapat ke Tebuireng di kediaman Gus Solah –yg dulunya juga rumah Hadratus Syekh. Saya diberitahu bahwa Kiai Hasyim meminta saya terlibat untuk menenangkan muktamirin dan mengimbau semua pihak agar kembali ke aturan main. Saya terpaksa membatalkan bedah buku saya yang kemudian berujung dg kekecewaan para peserta diskusi yg sdh berdatangan dan menunggu sampai siang, para pembahas dan juga penerbit mizan. Sebuah pil pahit harus saya telan demi memenuhi permintaan Kiai Hasyim Muzadi.

Saya berunding dg sejumlah pihak untuk mengatasi bayang-bayang kericuhan muktamar. Saya berupaya menghubungi para Kiai sepuh untuk mempertemukan mereka. Di awali pertemuan dengan Gus Mus yang sudah saya ceritakan sebelumnya. Pada pertemuan itu saya meminta ijin kepada sang Rais Am, dengan segala keluguan saya, untuk menjalankan misi tersebut. Gus Mus merestui misi tsb. Bahkan beliau bersedia bertemu dengan para kiai sepuh lainnya. Gus Mus juga mengatakan bahwa hubungan beliau dengan Kiai Hasyim sangat baik. Orang lain saja yang ingin membenturkan mereka berdua.

Selepas pertemuan dg Gus Mus, malam itu juga. atas bantuan sahabat saya Kiai Cholil Nafis, saya diterima oleh Kiai Hasyim di rumahnya. Tidak saya ambil foto pertemuan itu karena Kiai Hasyim hanya memakai sarung dan kaos dalam tanpa kopiah. Tidak etis kalau saya berpose dengan beliau saat itu.

Singkat cerita, Kiai Hasyim mengatakan bahwa Gus Mus tidak pernah beliau anggap sebagai lawan. Kiai Hasyim juga membantah bahwa ia berambisi menduduki posisi Rais Am. Bahkan berulang kali ia menegaskan bahwa ia siap tidak menjadi apa-apa dan mempersilakan para kiai lain menjadi Rais Am. Beliau hanya minta satu hal: siapapun yang jadi Rais Am akan me jaga NU tidak ditunggangi berbagai ideologi yg bertentangan dg aswaja.

Beliau juga meminta saya berkeliling menemui para kiai sepuh menjelaskan bahwa isu sebenarnya itu bukan pertarungan antara kubu pendukung sistem pemilihan ahwa (ahlul halli wal aqdi) dan penolaknya. Isu sebenarnya adalah pertarungan ideologi dimana aswaja NU mulai digerogoti berbagai paham. Kiai Hasyim menggunakan helicopter view –melihat dari atas berbagai persoalan yg tidak disadari orang lain. Beliau punya mata setajam elang.

Beliau terlihat lelah malam itu tapi sorot matanya mendadak tajam saat mengurai tantangan yang dihadapi NU ke depan dan beliau siap pasang badan untuk menjaga aswaja NU. Sikap yang sayangnya dianggap pihak lain sebagai bukti beliau seorang yg ambisius. Setelah mendengar langsung penjelasan beliau saya tidak percaya beliau seorang yang kepengen banget jadi Rais Am. Beliau bersedia bertemu para kiai sepuh untuk membahas lebih lanjut isu krusial ini.

Saya sampaikan kepada Kiai Hasyim bahwa sebelum bertemu beliau saya telah bertemu dengan Gus Mus. Beliau menyambut gembira. Kiai Hasyim kemudian meminta saya untuk keesokan paginya memulai bertemu dengan para kiai sepuh.

Keesokan paginya tanggal 2 Agustus perkembangan terjadi begitu cepat. Saya mendengar para kiai Jawa Timur dan Jawa Tengah bertemu. Saya juga diminta Gus Mus hadir dalam pertemuan para kiai sepuh dan Rais Syuriah. Melihat inisiatif pertemuan telah diambil alih oleh Rais Am, saya tahu diri dan kemudian memutuskan mengerem langkah saya sebagai penghubung para kiai.

Bertemu para Kiai tersebut saya mendapat satu kesan kuat bahwa persamaan diantara mereka lebih besar dibanding perbedaannya. Hanya saja lapis kedua dan ketiga, yang melingkari para kiai lengkap dengan segala kepentingan mereka, yang sebenarnya telah membuat para kiai seolah tidak bisa dipertemukan lagi.

Kiai Hasyim Muzadi berbeda pandangan dg panitia dan tidak mengakui hasil muktamar. Terlalu jelas kecurangan dan pemaksaan yang terjadi. Siapapun yang jernih pikirannya, bening hatinya dan tidak berada dalam salah satu kubu akan objektif menilai bahwa muktamar kali ini penuh rekayasa.

Tapi apakah itu cukup alasan untuk membuat NU tandingan? Meski didorong-dorong oleh pengikutnya, KH Hasyim Muzadi menolak menjadi Rais Am tandingan. Bagaimana mungkin beliau tega membuat NU terpecah belah justru di Tebuireng di tempat NU didirikan. Tidak mungkin itu beliau lakukan.

Ketika islah sudah gagal, beliau menolak tindakan kekerasan dan menolak membuat muktamar tandingan, beliau memilih jalur hukum dan akan menggugat keputusan muktamar di Pengadilan. Sebuah pilihan sulit namun harus kita hormati. KH Hasyim Muzadi bersedia menjaga ideologi Aswaja NU sampai ke meja pengadilan. Subhanallah!

NU adalah organisasi warisan para wali, siapa yang memanfaatkan NU semata-mata demi ambisi dan kepentingannya sendiri tidak lagi menjadi bagian dari keberkahan doa-doa para wali. Siapa yang bermain tipu muslihat, hidupnya tidak akan maslahat. Siapa yang khianat, akan mendapat laknat, dan kuwalat dunia-akhirat. Mereka yang terlibat akan menghadapi pengadilan dunia dan pengadilan akhirat sekaligus.

KH A Mustofa Bisri menolak jadi Rais Am di alun-alun Jombang dan memilih merawat anak muda NU di luar sistem. Beliau Sang Panutan. KH Hasyim Muzadi menolak jadi Rais Am di Tebuireng dan memilih menjaga Aswaja NU sampai ke meja pengadilan. Beliau Sang Penjaga Aswaja. Keduanya menorehkan jejak masing-masing yang perlu kita teladani.

Ya allah kami berlindung dengan keridhaanMu daripada kemurkaanMu. Dan kami berlindung dengan pemaafanMu daripada hukumanMu.

Bag.2

Banyak yang bertanya kepada saya : adakah cerita yang melegakan kami dari Muktamar yang gaduh ini? Kenapa KH A Mustofa Bisri tidak bersedia menjadi Rais Am? Bagaimana nasib NU ke depan? Saya tuliskan catatan di bawah ini untuk memenuhi pertanyaan dan kegelisahan kawan-kawan:

Pada malam kedua muktamar, Gus Mus menghampiri area kediaman saya di tempat syekh muhlashon, lalu kami keluar utk makan malam. Gus Mus mengaku bahwa salah satu agenda utama beliau ke muktamar pengen bertemu dengan saya.

Subhanallah rendah hati sekali beliau. Di pertemuan khusus tersebt beliau cerita banyak hal, dan ketika saya pancing soal posisi Rais Am beliau berkisah panjang pada peristiwa sayyidina abu bakar dan sayyidina umar bin khattab dimana yang pertama mengatakan: ada dua org yang kena laknat yaitu mereka yang tidak pantas namun menginginkan posisi, dan mereka yang pantas namun tidak bersedia.

Gus Mus merasa masuk kategori pertama karena banyak yang lebih pantas dari beliau. Saya merayu beliau untuk tetap bersedia jadi Rais Am dengan mengingatkan beliau resiko bisa masuk kategori kedua. Beliau tetap tidak mau. Tawadhu’ sekali beliau. Disaat banyak yang kepengen dan rebutan posisi beliau mencontohkan tauladan mulia kepada kita semua. ‪#‎cermindiri‬

Syekh muhlashon (Mesir)!dan syekh qomar (Melbourne) ikut menemani pertemuan khusus saya dengan Gus Mus di warung pojok. Sebelum beliau masuk mobil, saya minta beliau mendoakan kami. Doa panjang beliau di parkiran itu sangat menyentuh. Air mata saya menetes membayangkan apa yang terjadi di muktamar keesokan harinya. Malam itu jam 11.30 malam ditemani Mbah Candra Malik saya berziarah dan berdoa di makam Hadratus Syekh di tebuireng.
**
Esok harinya saya kaget menerima mesej Gus Mus yang meminta saya ikut hadir dalam pertemuan terbatas para Rais Syuriah PWNU /PBNU dan kiai sepuh di pendopo kabupaten yang membahas situasi muktamar yang sangat genting. Itu sebabnya mendadak saya ikut hadir di sana semata2 karena diperintah Gus Mus, bukan karena saya layak hadir di sana. Beliau rupanya sedang memberi pelajaran kepada saya untuk menyimak dan belajar serta ngalap barakah para kiai sepuh. Kita tahu selepas pertemuan itu Gus Mus masuk ke arena muktamar dan kemudian menenangkan muktamirin.

Gus Mus menyampaikan pengantar yang mengharukan di sidang pleno: “saya bersedia menciumi kaki-kaki kalian para peserta muktamar, memohon agar kalian memegang teguh akhlakul karimah.” Dan isak tangis mulai tedengar di arena. Saya pun menangis menyaksikan kerendahan hati sang Rais Am.

Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari muktamar kali ini. Semoga kita bisa ambil hal2 yang baik termasuk ketauladanan Gus Mus dan bertekad utk mengubah hal2 yang masih kurang baik di kemudian hari pada saat kita mendapat amanah untuk memperbaikinya
**
Gus Mus skr kelihatannya akan fokus membina mereka yang dalam mesejnya kepada saya disebutnya dengan “adik-adik muda yang berwawasan”. Saya sempat ditemui Ning Alissa Wahid yang menyampaikan bahwa Gus Mus sudah minta diadakan pertemuan setelah beliau tidak lagi jadi Rais Am. Rencananya pertemuan itu tgl 4 malam di saat beliau sudah demisioner. Tapi kita tahu bahwa muktamar molor dan beliau tdk jelas demisionernya kapan.
Saya pun terpaksa meninggalkan arena muktamar karena mengikuti jadual penerbangan. Saya beli tiket sendiri jauh2 dari Ausie, bukan dibayarin timses. Tiket saya bisa hangus kalau saya mau mengikuti muktanar sampai akhir. Tepat sebelum sidang pleno penetapan ahwa dibuka saya sdh dalam perjalanan menuju Juanda airport. Smg setelah saya pergi meningalkan arena muktamar kemarin, masih akan berlanjut pertemuan Gus Mus dg kawan2 muda tsb.
Beliau kelihatannya akan memainkan peranan menjadi tempat kawan2 muda mengadu dan belajar. Peranan di luar sistem ini snagat penting karena menurut beliau sulit mengharap muncul kader muda dari sistem saat ini. Jadi yakinlah Gus Mus tdk akan sepenuhnya lepas tangan thd masa depan NU
Beliaulah yang akan menjadi figur mengayomi gerakan NU kultural para anak muda NU. Beliaulah sang panutan. Beliaulah teladan kami. Beliaulah yang bersedia melangkah menemui para anak muda –yang sekaligus membuat kami salah tingkah dg ketulusan beliau ini.
**
Di akhir pertemuan saya tanya Gus Mus: “melihat kondisi muktamar spt ini, apa masih ada harapan utk NU ke depan?” beliau dg gaya khas nya menjawab: “tentu saja masih ada. Kalau saya tidak punya harapan lagi akan nasib NU gak mungkin saya mau menghampiri sampeyan. Kalau putus asa dan gak merasa ada harapan lagi, ya ngapain kita semua masih hidup?” Jawab beliau sambil tersenyum.

Jadi kawan2 …harapan perbaikan itu masih ada, dan semoga kita semua menjadi bagian dari harapan itu. Semoga allah mengampuni kita dan semoga Allah terus membimbing kita utk berkhidmat pada umat dimanapun dan apapun posisi kita. Amin ya Rabbal Alamin
Nadirsyah Hosen
Utusan PCI NU Australia – New Zealand di Muktamar ke 33 Jombang

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK