Almaghfurlah KH. Muhammad Badruddin Anwar adalah pendiri dan pengasuh pertama sebuah pondok pesantren yang berdiri di Bululawang, Malang pada tahun 1979, yakni Pondok Pesantren Wisata An-Nur II “Al-Murtadlo”.
Kiai Badruddin lahir dari pasangan KH. Anwar Nur dan Ny. Hj. Aisyah pada tanggal 2 April 1942 di Bululawang, Malang. Beliau merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara. Sejak kecil, beliau sudah memperlihatkan keistimewaannya.
Beliau memulai mondoknya di umur 13 tahun, di pondok tertua yakni Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan. Selama mondok di sana, beliau terkenal sebagai santri yang paling tekun dalam menirakati ilmunya. Salah satu tirakat yang paling sering beliau lakukan ialah berpuasa, baik puasa yang ringan hingga puasa paling berat, seperti puasa mutih.
Pondok Sidogiri adalah tempat pertama dan terakhir beliau mondok, karena di pondok ini beliau menjalani masa mondoknya dalam saja dua periode. Setelah beliau menyelesaikan masa mondok periode pertamanya, beliau berpindah ke Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, sekitar 3 tahun. Selesai mondok di Pesantren Al-Falah, Beliau kembali lagi ke Pondok Pesantren Sidogiri selama 1 tahun. Kemudian lulus dari pondok pesantren.
Bangunan-bangunan itu lah yang menjadi saksi bisu kisah Kiai Badeuddin dalam mempelajari banyak ilmu, berbagai macam tirakat, bahkan saat-saat beliau merasakan tidak betah di pondok. Bahkan Kiai Badruddin sudah memperlihatkan keistimewaannya meski masih mondok sampai mendapat julukan Macane Sidogiri saat mondok di sana.
Ada satu kisah ketika Kiai Badruddin masih mondok di Sidogiri, saat itu masa liburan, para santri dan ustaz sudah pulang ke rumah masing-masing. Ternyata salah satu teman sekamar beliau terkunci di dalam kamarnya. Ia berteriak meminta tolong tapi di sana sudah tidak ada orang sama sekali. Tiba-tiba ia teringat dengan temannya yang sangat suka melakukan tirakat yakni Kiai Badruddin. Ia pun menuliskan nama beliau di selembar kertas dan bertawasul pada beliau dan guru-gurunya. Kemudian ia melipat kertas tersebut dan menyelipkannya ke lubang kunci. Pintu kamar itu pun berhasil terbuka. …
Usai Masa Mondok Kiai Badruddin
Setelah keluar dari pondok pesantren beliau mulai mendirikan sekolah. Pada tahun 1968 beliau mendirikan MTs (Madrasah Tsanawiyah) An-Nur. Setelah itu, beliau mendirikan MA (Madrasah Aliyah) An-Nur pada tahun 1973. Tidak cukup sampai di situ, pada tahun 1973 beliau juga mendirikan MI An-Nur. Sayangnya pada tahun 1978 beliau menutup MI An-Nur karena merosotnya jumlah murid yang bersekolah di sana.
Akan tetapi semangat beliau tidak padam dengan begitu mudah. Pada tahun 1979 beliau mendirikan pondok An-Nur II, yang dulunya hanya memiliki belasan santri, kini pondok tersebut sudah memiliki oleh ribuan santri. Para santri bisa mendapatkan pendidikan agama dan juga pendidikan formal melalui pengembangan pembangunan gedung di SMP (Sekolah Menengah Pertama) An-Nur pada tahun 1989 dan SMA (Sekolah Menengah Atas) An-Nur pada tahun 1992. Bahkan MI An-Nur yang sempat tutup, kembali dibuka pada tahun 1995.
Sebelum Kiai Badruddin Wafat
Kiai Badruddin bahkan sudah mengetahui kapan beliau akan meninggalkan dunia ini. Tepat 40 hari sebelum beliau wafat beliau memerintahkan para santri untuk membaca tahlil bersama yang dilaksanakan setiap bakda Asar. Tentu saja para santri heran dengan perintah tersebut. Namun mereka tetap melaksanakannya karena ini perintah dari beliau pengasuh.
Tepat 40 hari setelah beliau memberikan perintah tersebut, kabar duka menyebar dengan sangat cepat. Di saat itulah para santri menyadari maksud dari Kiai Badruddin. Maka pembacaan tahlil dilanjutkan lagi selama 40 hari
Beliau dimakamkan pada tanggal 28 Februari 2017 sekitar pukul 13.00 WIB. Di saat kepergian beliau bukan hanya masyarakat, santri atau keluarga saja yang berduka, bahkan alam pun ikut berduka pada saat kepergiannya. Terbukti pada saat prosesi pemakaman, hujan mengguyur deras.
(Frinaldi Agus D./Mediatech An-Nur II)
Leave a Reply