annur2.net – Di dunia yang terus berubah dan berkembang, membuat kehidupan manusia semakin tidak normal, dari pola hidupnya ataupun cara berpikirnya. Akibatnya, di zaman ini, banyak orang yang stres dan luntur moralnya. Banyak pula di zaman sekarang, orang yang bunuh diri dan berperilaku senonoh seperti LGBT, korupsi, dan prostitusi. Hal itu, berimbas pada kehidupan para santri zaman ini. Banyak santri yang mulai hilang jati diri santrinya, mulai dari akhlak, tekad dan pola pikirnya.
Supaya jati diri santri tetap terjaga, salah satunya dengan merenungi alam ini. Sebab semua hal yang ada di alam, jika direnungi dengan mendalam maka akan menemukan suatu makna dari hal itu. Tak terkecuali hal itu adalah perjalanan hidup sebuah pohon.
Perjalanan bermula dari benih kecil yang ditanam. Di dalam tanah sana pasti terasa sempit, gelap, dan sepi. Meski begitu tidak membuat benih pohon mengurungkan tekadnya untuk tumbuh menjadi pohon yang besar. Sehingga dengan tekadnya itu, mulailah muncul akar-akar untuk memperjuangkan tekadnya. Hari demi hari akar itu semakin panjang dan dalam. Ia pun siap memunculkan kecambahnya.
Kecambah yang mungil begitu rawan rusak dan terinjak. Meski begitu, ia tetap berjuang supaya dapat menjadi pohon yang besar. Akarnya semakin ia panjangkan ke dalam. Sedikit demi sedikit ia serap mineral yang ada di tanah sembari menumbuhkan batang dan daunnya. Dari usahanya itulah kecambah mungil tersebut kini menjadi sebuah pohon kecil.
Pencapaianya menjadi pohon kecil bukanlah akhir perjuangan. Masih sangat panjang perjuangannya sampai menjadi pohon yang besar. Dengan batang yang rawan patah, ia harus tetap kuat bertahan dari segala rintangan yang menghadang. Cuaca panas, dingin, hujan dan badai harus siap ia lewati. Akarnya semakin ia perbesar dan perpanjang guna bertahan dari segala rintangan.
Waktu demi waktu ia semakin besar dan tinggi. Batangnya semakin kokoh daunnya semakin lebat. Ia telah mampu memberi keteduhan pada orang yang di bawahnya. Akan tetapi tinggi dan besarnya bukan berarti ia bisa berleha-leha, justru bertambah besar tantangan yang ia hadapi, angin yang kian kuat dan petir yang rawan menyambar. Dengan keadaan seperti itu, ia tidak lupa untuk selalu memanjangkan akarnya ke dalam tanah, guna memperkuat tubuhnya.
Tekadnya untuk menjadi pohon yang besar mulai tercapai. Tak lama buah-buah manis muncul dari ranting-rantingnya, siapapun bisa menikmatinya. Dari biji-biji buahnya pula dapat memunculkan pohon-pohon lainya sehingga ia yang besar dan tinggi membuat hidupnya semakin bermanfaat untuk sekitarnya.
Buah Hikmah Kisah untuk Santri
Dari perjalanan hidup pohon di atas, terdapat pelajaran bahwa di tempat yang tidak enak, seperti pondok, kita harus tetap semangat dan bertekad meraih impian bukannya menyerah dan bermalas-malasan. Sebagaimana biji yang tetap berusaha tumbuh menjadi pohon meski di dalam tanah yang sempit, gelap dan sepi.
Caranya adalah dengan mengedepankan belajar. Sebab dengan ilmu santri bisa meraih impiannya dan menjadi orang yang mulia. Oleh karena itu, santri harus benar-benar semangat dan pantang menyerah dalam mencari ilmu. Seperti benih yang pertama kali ia munculkan adalah akar dan selalu memanjangkan akar sembari bertambah besar dan tinggi tubuhnya.
Selain semangat mencari ilmu, santri haruslah mampu bertahan dari segala cobaan yang menghadang di dalam atau di luar pondok dan selalu fokus meningkatkan kualitas diri. Sebagaimana pohon yang selalu fokus memperbesar serta mempertinggi dirinya, dan mampu bertahan dari segala cuaca dan angin yang menerjang.
Pohon yang sudah besar dan tinggi bisa memberikan keteduhan orang yang berteduh di bawahnya. Ia juga akan menyuguhkan buah-buah manis untuk makhluk-makhluk di sekitarnya. Pelajaran yang bisa kita ambil ialah santri harus menolong orang yang meminta pertolongan, suka memberi, dan menebar manfaat untuk sekitarnya.
Seperti itulah pelajaran atau hikmah yang kita dapat dari perenungan perjalan hidup pohon. Masih banyak lagi pelajaran yang kita bisa ambil jika kita merenungi hal-hal yang ada di alam ini.
(A. BASUNJAYA I. K. F/MEDIATECH ANNUR II)
Leave a Reply