Alumni Perkenalkan An-Nur II kepada Anak Didiknya

annur2.net – Tepat pada pukul 08.10 pagi anak-anak kecil berpakaian hitam putih berlarian di depan Masjid Jami’ An-Nur II. Begitu riangnya mereka sehabis keluar dari mobil. Wali santri serta ketua TPQ & Madrasah Bina Insan An-Nur Turen, Malang juga turut menemani mereka. Setelah semua datang, mereka menuju ke Raudlah guna pembacaan Yasin dan Tahlil sebelum acara inti di dalam Pendopo.

Rabu, 29 Januari 2025 seorang alumni, Ustaz Muhammad Nur Rokhim bersama anak didik dan wali santri TPQ & Madrasah Bina Insan An-Nur berkunjung ke Pondok Pesantren An-Nur II Al-Murtadlo. Ini bukan pertama kalinya beliau dan murid TPQ-nya berkunjung ke sini melainkan ketiga kalinya. “Tapi mungkin kali ini yang resmi,” terang beliau dalam sambutannya.

Beliau mondok di An-Nur II sejak tahun 1989 hingga 1997. Kunjungan ini bertujuan untuk mengenalkan Pondok Pesantren Wisata An-Nur II kepada anak didiknya. “Di wilayah sana untuk anak yang mondok itu jarang. Biar tahu pondok itu seperti apa, pesantren itu seperti apa.” Jelasnya saat wawancara.

Sudah ada lima anak, tiga putra dan dua putri yang berhasil masuk ke An-Nur II. Karena itu, beliau berusaha mengagendakan kegiatan seperti ini dalam satu tahun sekali. Beliau berkata, “Insyaallah kegiatan ini akan kami rutinkan setiap generasi ke generasi biar tahu pesantren dan yang sudah tahu agar tambah tahu.” 

Kilas Masa Lalu TPQ dan Madrasah Bina Insan An-Nur 

Sebelum merintis TPQ & Madrasah Bina Insan An-Nur, Ustaz Rokhim menempuh pendidikannya di Pondok An-Nur II mulai masih MTs (Madrasah Tsanawiyah) hingga lulus dari STIKK (Sekolah Tinggi Ilmu Kitab Kuning). Awalnya beliau hanya menjadi guru sekolah formal di dekat rumahnya. Beliau mendirikan tempat belajar itu tidak jauh dari perintah Al-Maghfurlah KH. Badruddin Anwar.

Sebelum mendirikan TPQ, beliau pernah tiga kali sowan ke Kiai Bad. Dua kali sowan, Kiai Bad bertanya dengan pertanyaan sama, “Wes ngajar (Sudah mengajar)?” “Sampun (Sudah),” balas beliau. Kiai Bad menimpali ucapanya, “Guduk iku, guduk iku (Bukan itu, bukan itu).” Untuk ketiga kalinya dengan pertanyaan dan jawaban yang sama, Kiai Bad menuturinya, “Ngajar iku nggak butuh santri akeh anak, ponakanmu dijak ngaji, yowes iku seng diwuruk (Mengajar itu tidak membutuhkan santri banyak anak, keponakanmu diajak mengaji, ya sudah itu yang diajari).”

Tahun 2014 beliau mulai merintis dengan mengajari anaknya, teman anaknya serta anak tetangganya yang tidak mau mengaji. Pada awalnya beliau dan istrinya mengajak belajar pelajaran formal tapi beliau menyisipi dengan menyimak bacaan Al-Qur’an. Sekarang sudah sekitar 50 anak dari tingkatan TK hingga kuliah yang belajar kepadanya. Bermula mengajar di ruang tamu rumahnya, kini sudah memiliki gubuk dua lantai khusus untuk mengaji.

Sebelum bertema TPQ & Madrasah Bina Insan An-Nur, beliau menamainya “Rumah Belajar Bina Insan”. Sengaja memberi nama tidak islamik agar bisa merangkul semua golongan. “Rumah belajar kan apapun kami ajari, jadi bukan ilmu agama saja tapi ilmu umum juga bisa,” terang istrinya yang kebetulan ada di sampingnya saat wawancara. Sedangkan kata An-Nur beliau tambahkan karena sindiran dari Kiai Zainuddin yang katanya nama tersebut serupa dengan minhum (Wahabi).

Tidak ada peraturan khusus bagi peserta didik di sana. Ketika memang peserta didik berhalangan maka boleh tidak mengaji. Peserta didik ingin belajar apa, beliau dan istrinya membantunya. Untuk saat ini beliau lebih fokus mengajar quran dan diniyah. Meski begitu beliau bekerja sama dengan suatu lembaga kursus pembelajaran formal.

Hingga kini, selain mengajari anak-anak beliau mendirikan jamaah rutinan Waqiahan dan istighosah sebulan sekali. Beliau juga aktif di dalam organisasi NU sekaligus menjadi sekretaris Ikatan Santri An-Nur II (IKSAN).

(Ahmad Basunjaya I.K.F./Mediatech An-Nur II)