Sebut KH. Marzuki Musytamar, Kiai Bad Layaknya Uwais Al-Qorni

KH marzuki musytamar, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo


“Dikenal mahluk langit, asing di atas bumi”. Begitulah kiranya pribadi Kiai Bad, pengasuh Pondok Pesantren Wisata An-nur II, yang sangat mirip dengan sosok sahabat Uwais Al-Qorni. Pribadi yang low profile di masa hidupnya namun disegani mahluk langit.

Almaghfurlah Kiai Bad tergolong ulama yang masyhur fis sama’ majhul fil ardh tutur KH. Marzuki Musytamar, Selasa (05/02), ketika menyampaikan pesan kepada jamaah dalam acara Haul Akbar ke-2. Beliau, lanjutnya berkisah, tidak menunjukkan kealimannya.

Gaya penampilan beliau cukup kaprah. Bahkan pada suatu hari ketika berkunjung ke pesantren Kiai Marzuki, beliau hanya mengenakan sarung dan semacam kemeja putih tanpa berselimut jas. “Kalau orang ndak ngerti mungkin beliau dipanggil cak”. Kisah Rais Tanfidziyah Jatim yang baru dilantik pada 18 September tahun lalu.

Hal itu menjadi sebuah isyarat bahwa Kiai Bad selalu memprioritaskan niat dari perbuatan. Niat tidak wujud (bathin) dan amal itu tampak (zahir). Ketika amal seseorang tidak seratus persen karena Allah, tidak ada nilai baginya. Lebih baik ikhlas meski sedikit dari pada melimpah tapi kumuh.

Contoh paling sederhana, motor dengan bensin satu liter murni dengan bensin lima liter campur dengan peceren. Tentu yang murni mampu berjalan lebih lama dan aman bagi mesin. Seperti itulah hati manusia, segala hal bergantung pada niat.

Oleh sebab itu, Imam Az-Zarnuji dalam karyanya Ta’limul Muta’allim menuturkan; banyak amal dunia termasuk golongan amal akhirat sebab didasari niat yang baik. dan sebaliknya, banyak pula amal akhirat terhitung amal dunia karena jeleknya niat. “Jadi, peran niat sangat penting”. Tukas beliau yang pernah menjabat Ketua Pengurus Cabang NU Kota Malang.

Cara paling efektif, lanjut beliau, adalah bersikap wajar. Dengan istilah lain tawadlu, seperti yang tercermin pada tabiat Kiai Bad semasa hidup. Lewat penampilan yang wajar, hati akan mudah ikhlas. “Untuk itu, seharusnya kita semua meminta agar niat setiap perbuatan lebih baik dari amal itu sendiri”. Pesannya.

Sayyidina Ali juga pernah mengalami hal serupa; menjernihkan niat suatu amal. Dalam salah satu riwayat disebutkan, bahwa semasa menjabat Khalifah, beliau dihadapkan dengan seorang pemabuk. Tentu masyarakat komplain agar ia dijatuhi Had (Sanksi) berupa 40 kali cambukan. Usul itu disetujui oleh beliau.

Sehingga esok hari pemuda itu dibawa menuju tempat eksekusi. Semua peralatan sudah siap dan cambuk sudah beliau pegang. Lantas, pemabuk meludahi muka beliau. Yang terjadi, justru ia dilepaskan. Tentu hal itu membuat kaum Khawarij (masyarakat yang keluar dari zona sayyidina Ali) geger.

Mereka bilang khalifah itu sesat dan kafir, karena tidak mematuhi hukum Allah. Namun beliau dengan tenang menjawab, “Memang seharusnya dia kuhukum. Tapi seusai meludahiku, aku takut cambukan ini tidak atas dasar hukum Allah. Melainkan sebagai pelampiasan dendam.”

Dari kejadian itu tersimpul besarnya peran niat seseorang dalam beramal. Seperti Kiai Bad, yang sarat akan ketulusan mendidik santri dan alumni. “Inilah Kiai Bad itu, penampilannya biasa-biasanya saja, tapi karamahnya luar biasa” ucap KH. Marzuki.

(Mediatech An-Nur II)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK