Pengajian Ahad Legi: Tarekat Menambah Rezeki dan Derajat Ahlul Ilmi

Samean kalau punya anak yang belajar di pondok pesantren, maka tandanya Allah senang ke anak samean. Kalau Allah sudah senang, maka rezeki samean akan dilapangkan.” Ujar beliau, Habib Muhsin bin Ali pada pengajian Ahad Legi yang bertepatan dengan Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2023.

“Dalam satu riwayat juga terdapat sebuah dalil bahwasanya, termasuk dari turunnya keberkahan ialah dengan cara makan bersama keluarga.” Tambah beliau. Maka jangan sampai suami meninggalkan istri makan sendiri di rumah gara-gara ada acara makan-makan bersama teman, kalau bisa istrinya juga ikut makan bersama.

Banyak Bersyukur, Rezeki Mujur

Selain Habib Muhsin, Dr. KH. Fathul Bari, S.S., M.Ag., juga menyampaikan beberapa cara untuk menambah rezeki. Salah satunya ialah memperbanyak rasa syukur atas nikmat Allah Swt., yang telah kita peroleh. Beliau juga mengatakan, “Jangan kakehan ngersulo (kebanyakan mengeluh). Sungguh salah, orang yang ingin rezekinya bertambah, tapi kebanyakan mengeluh.”

Untuk bersyukur kita tidak perlu rezeki bertambah terlebih dahulu. Jika menunggu bertambahnya rezeki, maka tidak akan bertambah. Alasannya karena rezeki dapat bertambah dengan bersyukur, seperti yang ada pada surah Ibrahim: 7 yang artinya, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Habib Muhsin juga mengungkapkan bahwa, anak dan istri ialah amanah. Jika sang suami membahagiakan istri ataupun anaknya, maka Allah Swt.,  akan melipatgandakan rezekinya dua kali lipat dari sebelumnya.

Ataupun jika punya anak yang sedang menempuh pendidikan, maka ini dapat menambahkan rezeki yang ada, mengapa? Sesuai yang telah tertera, Allah Swt., akan senang dengan anak yang tengah menempuh pendidikan. Jikalau Allah Swt., telah senang kepada seseorang tersebut, maka Allah tidak akan sungkan-sungkan menambah rezeki orang tersebut.

Sudut Pandang Santri

“Santri itu boleh jadi apapun karena dia punya background agama, jadi dia akan amanah. Dan jika ia mau berbuat kemaksiatan, ia akan punya rasa takut kepada Allah Swt.” Tutur Habib Muhsin. Dalam konteks ini, santri bukanlah orang yang kolot, melainkan orang-orang yang bisa menjadi apapun dan tidak harus terpaku menjadi kiai ataupun ustaz.

Santri juga sering kali terpandang sebelah mata. Padahal kemerdekaan Indonesia sebagian besarnya berkat bantuan santri dan ulama. Bung Tomo yang kita kenal selama ini, ia juga merupakan seorang santri. Sesaat sebelum ia melontarkan pidato fenomenalnya, ia mentashihkannya pada gurunya. Jenderal Sudirman juga merupakan salah satu ulama karena di kalangannya ia merupakan seorang kiai.

Terdapat suatu kisah juga yang datang dari Abu Yazid dan beberapa muridnya. Suatu hari, Abu Yazid menerima undangan dari salah seorang orang kaya. Orang tersebut mengundangnya untuk mengikuti jamuan makan di rumahnya. Abu Yazid pun datang dengan membawa beberapa muridnya. Sesaat setelah jamuan makan selesai, tuan rumah memanggil salah satu muridnya.

Tuan rumah memerintah muridnya untuk ikut membersihkan rumah tersebut. Abu Yazid mendengarkan perkataan dari tuan rumah barusan, ia pun memerintahkan semua muridnya untuk pulang. Ia tidak sudi jika orang lain meremehkan muridnya. Orang tersebut pun meminta maaf kepada Abu Yazid. Akan tetapi hati Abu Yazid sangat terluka, ia tetap pergi tanpa menghiraukan permintaan maaf dari orang tersebut.

Maka dari itu, kita tidak boleh menghina Ahlul Ilmi karena mereka membuat Allah Swt., senang, begitu pula Nabi Muhammad Saw. Jadi jikalau kalian sedang menimba ilmu, berniatlah untuk menggapai rida Allah Swt., dan Nabi Muhammad Saw., bukan untuk niat yang lainnya, agar kalian mendapatkan berkah atas apa yang telah kalian pelajari.

(Farkhan Wildana S./Mediatech An-Nur II)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK