Pembohong Tak Bisa Dipercaya

Pembohong Tak Bisa Dipercaya, Pembohong Tak Bisa Dipercaya, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Mas’ud RA, Rasul SAW bersabda :

وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

 

“Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta mengantarkan seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Ada sebuah kisah menarik saya temukan dalam buku “Al-Arabiyyah Lin Nasyi’in” dengan judul “Ar-Ra’i Wad Di’b wa Ahlul Qaryah” (Anak gembala, Serigala dan orang-orang kampung). Seorang anak gembala menggembalakan domba milik tuannya di dekat hutan yang tidak jauh dari kampungnya. Tak jarang ia merasa bosan dan bete sehingga tampak bermain-main dengan anjingnya dan memainkan serulingnya untuk mengusir rasa bosannya.

 

Suatu hari ketika terlintas di benaknya untuk mengusir rasa bosan itu dengan perbuatan iseng. Ia-pun naik ke atas pohon lalu berteriak dengan keras “Serigala, serigala!” Seperti yang dia duga, orang-orang kampung segera berlari ke arah hutan dengan membawa berbagai macam senjata untuk mengusir serigala namun sesampainya di sana orang-orang kampung tidak menemukan serigala dan kesalnya anak gembala itu tertawa terbahak-bahak sambil berkata “kalian tertipu, aku bohong tadi”. Orang-orang kampung lalu meninggalkan hutan dengan perasaan kesal karena dikerjai penggembala tadi namun seiring berlalunya waktu mereka pun melupakan kejadian tersebut.

 

Beberapa hari kemudian, anak gembala itu kembali berteriak, “Serigala! serigala!”, dan kembali orang-orang kampung berlarian datang untuk menolongnya, namun lagi-lagi mereka menemukan anak gembala itu tertawa terbahak-bahak. Dan di lain waktu di siang hari yang terik, anak gembala itu kembali berteriak, “Serigala! serigala!”, namun kali ini orang-orang kampung tidak ada yang pergi ke hutan karena meyakini bahwa penggembala itu adalah anak yang suka bohong dan mempermainkan mereka.

 

Pada sore harinya, orang-orang kampung tidak melihat si penggembala pulang ke kampungnya dan akhirnya mereka pun memutuskan untuk mencarinya ke hutan. Betapa kagetnya, mereka menemukan pakaian si penggembala dalam keadaan sobek-sobek dan berlumuran darah. Ternyata hari itu serigala benar-benar datang dan menerkam si penggembala serta memangsa beberapa kambingnya.

 

Itulah sad ending dari cerita si anak penggembala pembohong yang terkena batunya. Ia tertimpa kesialan karena kebohongannya yang biasa dilakukannya. Seseorang yang berdusta lalu sering mengulanginya maka akan di cap sebagai pendusta tidak hanya oleh orang lain namun juga menurut Allah SWT sebagai mana hadits utama di atas. Orang bijak mengatakan “Pembohong tidak bisa dipercaya walaupun ia berkata benar”.

 

Masih segar di benak kita, kebohongan dipertontonkan layaknya sinetron dengan melibatkan para pembesar negeri ini. Rakyatpun dibuat bingung, apakah kebohongan itu terjadi tidak sengaja atau direkayasa. Wallahu A’lam, Kita harus husnudzon terhadap apapun yang terjadi di sekitar kita.

 

Bohong itu akan merugikan orang lain baik berupa moril maupun materiel. Bohong tidak hanya merupakan dosa menurut pandangan agama namun juga menurut pandangan negara. Bahkan di awal negara kita merdeka di era bung karno, UU telah disusun untuk menjerat pelaku kebohongan yang menimbulkan keonaran seperti apa yang terjadi baru-baru ini. UU Tersebut adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.

 

Pasal 14 Undang-undang a quo menegaskan: ayat 1 “Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun; ayat 2 “Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”[negarahukum.com]

 

Wallahu A’lam.

Semoga Allah Al-Bari meneguhkan hati kita untuk senantiasa mampu berkata jujur dan menjauhi bohong dalam kondisi apapun.

 

Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari Alvers

 

NB.
Hak Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Abdullah Alhaddad]

Pondok Pesantren Wisata An Nur II Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Nggak Mondok Nggak Keren!

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK