Pasar Waqiah Ramadan: Pasar dan Ibadah di Dalamnya

Pasar Waqiah Ramadan: Pasar dan Ibadah di Dalamnya

Pasar Waqiah Malam ke-15 Ramadan

Orang-orang biasanya membagi bulan Ramadan menjadi tiga yaitu 10 pertama dengan ramainya masjid, 10 hari kedua ramainya pasar, dan 10 terakhir merupakan ramainya stasiun.

Pada suatu ketika ada sahabat yang bertanya ke Nabi Muhammad saw., perihal tempat yang paling baik di muka bumi dan tempat yang paling jelek di bumi. Nabi dengan jujur menjawab tidak tahu. Setelah itu, Nabi bertanya ke Malaikat Jibril, tetapi ia juga tidak mengetahui hal itu.

Kemudian, Malaikat Jibril pun bertanya kepada Allah. Jawabannya, tempat yang paling baik adalah masjid dan paling jelek adalah pasar. Mengapa demikian? Karena Allah lebih menyukai masjid daripada tempat lain dan Allah membenci pasar karena merupakan tempat terjadinya banyak kebohongan dan tempat berkumpulnya setan. Selain itu, Allah mencintai masjid karena di sana tempat orang-orang yang mengingat Allah dan membenci pasar karena tempat orang-orang lupa Allah.

Dalam hadis riwayat Imam Muslim:

أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَ

Artinya: “Tempat yang paling Allah cintai adalah masjid dan tempat yang Allah benci adalah pasar.”

Terdapat pernyataan bahwa nabi lainnya sering pergi ke pasar, bagaimana menanggapi hal itu? Untuk menanggapi hal tersebut Allah menurunkan surah Al-Furqan: 20:

مَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ ۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا

Artinya: ”Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat.”

Pasar bukan Tempat Tercela

Maka, pergi ke pasar bukan suatu perbuatan tercela, meskipun Allah membencinya karena kita hanya mengikuti pekerjaan Nabi. Terdapat juga perkataan Ulama:

من ترك سوق ذهبت مروءته و ساء خلقه

Artinya: “Barang siapa yang meninggalkan pasar maka hilang harga dirinya dan akhlaknya akan jelek.”

Kemudian Ibrahim bin Yusuf berpesan, “Tetaplah kamu di pasar (bekerja) karena itu akan membuat orang itu mulia.” Maksudnya kalian yang bekerja di pasar, tetaplah di pasar karena itu yang membuatmu mulia. Jangan sampai karena Allah membenci pasar kalian tidak lagi ke pasar dan menjadi pengangguran dan Allah tidak suka hal itu.

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ

Maksud hadis di atas Nabi memberi tahu kita, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang Mukmin yang bekerja dari pada orang pengannguran yang  sehat badannya. Jika ada orang yang sudah berusaha untuk mencari pekerjaan, tapi tidak kunjung mendapatkannya, maka lebih baik iamengisi waktunya dengan berzikir kepada Allah, meminta pertolongan-Nya, dan tetap berusah mencari pekerjaan.

Bekerja Adalah Ibadah

Di dalam Islam semua pekerjaan yang kita lakukan dapat bernilai ibadah, tergantung pada niatnya. Ada kisah dari Nabi Muhammad saw. Ketika beliau berjalan bersama para sahabat mereka berpapasan dengan seorang pemuda kekar sedang membawa kapak untuk bekerja. Kemudian salah satu sahabat berkata, “Lebih baik kekuatan pemuda tersebut digunakan untuk jihad fisabilillah.”

Kemudian Nabi memberitahu pada sahabat tersebut jika pemuda itu bekerja dengan niat untuk menafkahi orang tuanya maka ia jihad fi sabilillah. Begitu juga ketika ia bekerja untuk adik-adiknya ataupun menafkahi dirinya sendiri supaya tidak meminta-minta kepada orang lain.

Beda halnya jika orang yang bekerja dengan niat untuk pamer, bersaing dalam hal kekayaan, ataupun karena gengsi. Maka itu bukan jihad fisabilillah, melainkan jihad fisabilis syaithan.

Terdapat kisah tentang seorang ulama yang keluar rumahnya untuk bepergian. Di tengah perjalanan ia kembali ke rumah dan keluar lagi untuk berpergian. Ia kembali pulang karena pada awal berangkat ia lupa belum niat. Maka, ia kembali pulang hanya untuk niat. Dari kisah di atas kita dapat mengetahui betapa pentingnya setiap kita mengawali pekerjaan harus dengan niat yang baik, agar dapat bernilai ibadah.

Amalan di Pasar

مَن دَخَلَ السُّوقَ فقال: لا إلهَ إلَّا اللهُ وَحدَه لا شَريكَ له، له المُلكُ، وله الحَمدُ، يُحيي ويُميتُ، وهو حَيٌّ لا يَموتُ، بيَدِه الخَيرُ، وهو على كُلِّ شَيءٍ قَديرٌ؛ كَتَبَ اللهُ له ألْفَ ألْفِ حَسَنةٍ، ومَحا عنه ألْفَ ألْفِ سَيِّئةٍ، ورَفَعَ له ألْفَ ألْفِ دَرَجةٍ.

Maksud hadis tersebut, ketika kita memasuki pasar Nabi Muhammad menganjurkan kita untuk membaca doa:

لا إلهَ إلَّا اللهُ وَحدَه لا شَريكَ له، له المُلكُ، وله الحَمدُ، يُحيي ويُميتُ، وهو حَيٌّ لا يَموتُ، بيَدِه الخَيرُ، وهو على كُلِّ شَيءٍ قَديرٌ

Perantara doa itu kita mendapat 1.000 kebaikan, Allah menghapuskan 1.000 kejelekan kita, dan Allah mengangkat derajat kita. Megapa demikian? Semua itu karena sesuatu yang sangat jarang terjadi. Jika di masjid kita ingat Allah, itu hal yang sudah lumrah. Sebaliknya, jika ada orang yang ingat Allah ketika di pasar, sedangkan pasar adalah tempat setan-setan berkumpul, maka hal itu sesuatu yang sangat langka dan baik. Sampai-sampai banyak orang-orang dahulu pergi ke pasar bukan untuk berjualan atau ingin membeli barang. Melainkan, mereka pergi ke pasar hanya ingin mengamalakan doa tersebut.

Kunci Kesuksesan Abdurrahman bin Auf

Ketika hijrah ke Madinah, Nabi mempersaudarakan orang-orang Makkah (Muhajirin) dengan orang-orang Madinah (Anshar)yang kaya. Tetapi, saat Abdurrahman bin Auf mendapat saudara yang kaya raya, sampai-sampai saudaranya ingin membagi dua hartanya dengan Abdurrahman bin Auf dan menyuruh Abdurrahman bin Auf untuk menikahi istrinya, Abdurrahman bin Auf menolak semua itu.

Ia meminta pada saudaranya untuk menunjukkan letak pasar. Ia berdagang di pasar tersebut bermodal empat dirham saja. Tidak lama ia sudah menjadi kaya lagi. Apa kunci kesuksesan Abdurrahman bin Auf? Kuncinya ada tiga. Pertama, beliau tidak pernah menolak pembeli. Jika itu sudah menguntungkan, baik banyak maupun sedikit. Maka, beliau jual.

Kedua, jika ada yang membeli kepada beliau berupa hewan atau selainnya, ia memberinya tidak pernah menimbun (menunggu harga tinggi). Ketiga, beliau tidak pernah menerima pembayaran tunda. Pembayaran tunda (jatuh tempo) itulah yang menyebabkan penjual-penjual bangkrut.

Bahkan suatu hari beliau menjual 1.000 unta tanpa mangambil keuntungan. Beliau hanya mendapatkan tali pengikat unta-unta tersebut. Beliau mengumpulkan tali-tali tersebut yang jumlahnya 1.000 dan beliau jual. Pada saat itu satu tali pengikat unta berharga satu dirham. Maka bekerja itu ikhtiyar dan rezeki tetap dari Allah.

(ABU RAIHAN EFENDI/MEDIATECH ANNUR II)

Home
PSB
Search
Galeri
Kontak