Kembali ke Pendidikan Pesantren

Oleh : Fathul Bari Badruddin

KH. Dr. Fathul Bari, M.Ag.

Membicarakan topik pesantren dan santri mungkin bagi banyak orang sangatlah tidak menarik. Mereka menganggap bahwasantri dan pesantren sebagai tema yang out of date, ketinggalan jaman. Hal iniberbeda 180* dengan kenyataan akhir akhir ini, Masyarakat modern (Baca ; perkotaan)mulai melirik pendidikan pesantren sebagai solusi dari peroblematika bangsaini. Betapa tidak, kemajuan teknologi dan globalisasi yang tak terbendung ternyatamembawa efek negatif berupa dekadensi moral generasi muda bangsa ini bahkan Sejumlah fakta menunjukkan dekadensi moral(kemerosotan akhlak) yang melanda generasi bangsa ini sudah pada tingkatmengkhawatirkan. Menurut Survei KomisiPerlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dirilis pada maret 2012, faktor dominanterjadinya pergaulan bebas dikalangan remaja itu adalah akses internet / videoporno dengan hasil survei 97%. (kompasiana.com) Survei KPAI di 12 Provinsi yangdirilis 2012 mengemukakan bentukpergaulan bebas di kalangan remaja 93,7 %pernah berciuman hingga oral sex,  62,7 % remaja tingkat SMP sudah tidak perawan, 21,2 % remaja SMA pernah aborsi (Tribunnews.com)

Tidak berhentisampai di situ, lebih parahnya pergaulan bebas merambah ke dunia teknologi yangdisalah gunakan. Gerakan moral Jangan Bugil di Depan Kamera (JBDK)mencatat adanya peningkatan secara signifikan peredaran video porno yang dibuatoleh anak-anak dan remaja di Indonesia. Jika pada tahun 2007 tercatat ada 500jenis video porno asli produksi dalam negeri, maka pada pertengahan 2010 jumlahtersebut melonjak menjadi 800 jenis. Fakta paling memprihatinkan dari fenomenadi atas adalah kenyataan bahwa sekitar 90 persen dari video tersebut,pemerannya berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. (Okezone.com)

Peredaranvideo porno yang menggambarkan hubungan intim antar sesama anak sekolah salahsatunya terjadi baru-baru ini di Dumay, Riau, yaitu video mesum yang diperankanoleh seorang siswi SMP dengan tujuh siswa lainnya berdurasi tiga menittersebut, video tersebut memperlihatkan seorang siswi SMP sedang dikerubutioleh tujuh orang siwa. (Okezone.com). Bahkan di Malang sendiri, tepatnya di Turenterjadi kejadian yang tak kalah mirisnya yang melibatkan siswi SMP yang menjadisutradara video mesum bagi rekannya yang sedang berhubungan intim. Hal tersebutdiketahui oleh suara siswi itu yang beberapa kali mengintrusikan temannya yangsedang melakukan adegan suami-istri. (Detektifromantika).

Kasus lain adalah perkelahianantar pelajar yang berdasarkan data yang dirilis KPAI (Komisi perlindungan AnakIndonesia) menunjukkan terdapat 139 kasus tawuran yang kebanyakan berupakekerasan antarpelajar tingkat SLTP dan SLTA, 12 diantaranya menyebabkankematian. Hal itu adalah bagian dari 686 pengaduan kasus kekerasan terhadapanak di lingkungan sekolah.

Dalam kasus narkoba, BadanNarkotika Nasional (BNN) menemukan bahwa 50–60% pengguna narkoba di Indonesiaadalah kalangan pelajar dan mahasiswa. Total seluruh pengguna narkobaberdasarkan penelitian yang dilakukan BNN dan UI adalah sebanyak 3,8 sampai 4,2juta.

Tidak hanya problematika parapelajar, bahkan dalam tataran manusia dewasa , para pemimpin negeri ini jugatidak lepas dari problematika yaitu korupsi. Indonesia bahkan termasuk dalam 60besar negara terkorup di dunia versi Transparansi Internasional(republika.co.id).

Dengan fakta-fakta di atas makamenjadi tak terelakkan terjadinya dekadensi moral dalam bangsa ini. Untuk mengatasi dekadensi moral di atas para pakar pendidikan berpikirkeras untuk membuat model kurikulum sebagai solusinya. Tak heran di sistempendidikan kita memiliki kurikulum yang berubah-rubah bahkan ada kesan gantimenteri ganti kurikulum yaitu tahun 1947, 1964, 1968,1973, 1984, 1994, 1997, 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, kemudianberubah lagi menjadi KTSP (Kurkulum Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006. Namunsampai pada kurikulum terakhirpun belum dianggap menjadi solusi problematika dekadensimoral di atas.

Menyadari dekadensi moral ini  maka beberapa tahun terakhir telah banyakperbincangan, baik melalui diskusi, seminar, untuk mencuatkan pendidikankarakter dan pada tahun 2013 ini direspon oleh (Dirjen Pendis Kemenag) Prof.Nur Syam dengan memberi kebijakan untuk menambah jam mata pelajaran pendidikanagama pada kurikulum terbaru dengan semangat memperbaiki karakter bangsa. .

Membicarakan solusi di atas ujung-ujungnyapara pakar pendidikan kembali kepada pendidikan agama dan berbicara pendidikanagama maka pondok pesantren adalah tempatnya yang telah terbukti sepanjangsejarah bangsa indonesia ini. Pendidikan pesantren kini bukan hanya sebagai alternatifbahkan tepatnya sebagai solusi dari semua permasalahan di atas sebagaimanakutipan pidato sahabat Umar RA dalam Kanz al-Ummal :

لا يصلح آخرهذه الأمة إلا بما صلح به أولها

Tidaklah bisa memperbaiki kwalitas ummat inikecuali sesuatu yang telah memperbaiki kwalitas ummat terdahulu.

Dari sembilan pilar karakter yang digagasoleh Dirjen dikdasmen, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenapciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah,diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolongdan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh,kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan,karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Maka semuanya itu sudah tercakupdalam karakter santri yang didefinisikan oleh  almaghfurlah Kyai Hasani NawawiSidogiri :

السنتري بشاهدحاله هو من يعتصم بحبل الله المتين ويتبع سنة الرسول الامين صلى الله عليه وسلمولا يميل يمنة ولا يسرة في كل وقت وحين هذا معناه بالسيرة والحقيقة لا يبدل ولايغير قديما وحديثا. والله اعلم بنفس الامر وحقيقة الحال

Santri berdasarkanpeninjauan tindak langkahnya, adalah orang yang berpegang teguh pada Alqur’andan mengikuti sunnah Rasul SAW dan teguh pendirian. Ini adalah arti denganbersandar sejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan dirubahselama-lamanya. Allah yang maha mengetahui atas kebenaran sesuatu dankenyataannya.

Menurut hemat penulis, kalau kitasepakat bahwa pendidikan modern (baca ; formal) sebagai solusi dari kebutuhanmanusia era globalisasi dan pendidikan karakter sebagai solusi dari sisi minus pendidikanmodern maka pendidikan yang ideal adalah integrasi antara model sekolah moderndan pondok pesantren seperti di pondok an-nur 2 ini. Hal ini sudah banyakdiaplikasikan di lembaga-lembaga pendidikan unggulan mulai SLTP, SLTA hinggauniversitas dengan menerapkan sistem pesantren dengan nama yang berbeda mulai boardingschool, asrama, sistem 24 jam bahkan terang-terangan menggunakan namama’hadatau pesantren.

Sebagai pelengkap dan penguat dariuraian di atas, saya kemukakan di sini beberapa kesan masyarakat yangberkunjung ke pondok pesanten an-nur 2 sebagi berikut:

Seorang wanita pengusaha beragamabudha yang bertamu ke pondok an-nur 2 ini memberikan statement yang sangatmengagetkan saya. Ia berkata “Saya lebih senang memiliki karyawan yang berasaldari kaum santri dari pada kalangan profesional”. Saya sangat penasaran, lantassaya bertanya : “kenapa demikian? Bukankah santri minim skill yang dibutuhkandi perusahaan anda dibanding seorang profesional yang sudah siap kerja?”. Iamenjawab “Santri itu memiliki tingkat kejujuran yang tidak dimiliki oranglain. Masalah skill saya bisa mentrainingnya satu sampai dua bulan diperusahaan saya namun saya tidak bisa mentraining seorang profesional untukmenjadi jujur dan amanah”. Dan ternyata memang benar, akhir-akhir ini adabeberapa santri yang minta legalisir ijazah pesantren untuk urusan pekerjaan.

Pernah juga seorang pengajar dan EvetOrganizer dari amerika yang membawa satu bus rombongan mahasiswa mahasiswi amerikadari berbagai universitas amerika dalam rangka mengisi liburan musim panastahun lalu, ia terkagum dengan kebersihan dan keindahan taman-taman di dalam pondokpesantren an-nur 2 dan sekolah-sekolah yang ada di dalamnya. Ia bertanya “Berapabesar biaya kebersihan dan menjaga keindahan taman yang sangat luas di pondokini?”. Saya lantas menjawab bahwa perawatan dan kebersihan taman dilakukanoleh santri dengan gratis. Setiap pagi santri dibiasakan menyapu kompleks masing-masingdan area taman yang telah ditentukan. Kami berusaha menerapkan prinsip “al-nazafatmin al-iman” Kebersihan adalah sebagian dari iman. Mendengar jawabantersebut ia kaget dan mengatakan” Inilah yang tidak saya temui di amerika,mana mau pelajar di sana melakukan kebersihan seperti ini. Mereka tidakmemiliki self of belonging (rasa memiliki) terhadap lembaga seperti yangdimiliki oleh pelajar di sini. Mereka merasa sudah membayar sejumlah uang danhabis perkara”.

Lain halnya dengan rombongan tamudari sebuah rumah kajian keislaman surabaya yang beranggotakan beberapa unsurpemimpin ormas dan lembaga-lembaga pendidikan begitu. Mereka terkesan saatmelihat santri-santri yang mengenakan seragam sekolah berhenti dengan berjejersepanjang jalan untuk menghormat rombongan tamu yang saya dampingi. Merekabertanya :”Siapakah yang memberi komando kepada santri untuk memberipenghormatan dengan berhenti sepanjang jalan seperti ini?” Lalu saya menjawabbahwa perilaku santri tersebut dilakukan dengan kesadaran mereka sendiri, tanpakomando hanya saja mereka diajarkan untuk bertatakrama. Salah satu darirombongan yang nota bene ia pimpinan sebuah lembaga pendidikan berkata “waduh, lek e dek nggonku gak iso ngene iki”. Wa Allah A’lam Bial-Shawab.

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK