Nasib Para Penguasa

nasib, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

“Dan ingatlah ketika Dia menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) setelah kaum ‘Ad dan menempatkan kamu di Bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanah datar dan di bukit-bukit kamu pahat menjadi rumah-rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu membuat kerusakan di Bumi.”

Manusia, merupakan makhluk yang diciptakan Allah SWT sebagai ciptaan yang paling sempurna di antara makhluk-makhluk lainnya. Bahkan, hal itu diperjelas dengan disebutkannya manusia sebagai khalifah (pengganti) di bumi dalam Al-Qur’an. Namun, apakah semua manusia akan semulia itu menjalani takdirnya sebagai khalifah di permukaan Bumi? mari kita kaji bersama.

Sebagai perbandingan, disebutkan dalam Al-Qur’an kisah kaum ‘Ad, sebuah kaum yang teramat jaya pada masanya. Mereka diketahui punya tubuh yang tinggi dan besar. Tak hanya mempunyai kondisi fisik yang melampui kaum-kaum lain, kaum ‘Ad juga dianugerahi kecerdasan yang unggul oleh Allah SWT. Otomatis, kekuatan dan kejayaan mereka sangat diperhitungkan pada masa itu sebagai kaum yang berkuasa.

Kecerdasan kaum ‘Ad, dapat dilihat dari sisa-sisa peninggalan peradabannya yang berada di utara Hadramaut, antara Yaman dan Oman. Banyak bebatuan besar yang telah mereka pahat dan ukir sedemikian indahnya menjadi patung-patung. Sampai-sampai, tempat tinggal mereka pun terbuat dari tebing-tebing tinggi yang mereka pahat sendiri, lengkap dengan gaya arsitektur yang unik dan megah.

Akan tetapi, apa semua kelebihan dan kekayaan peradaban kaum ‘Ad ini lah, yang menjadi tolak ukur kecintaan Tuhan kepada hambanya? Sayangnya tidak. Sebab kesombongannya, Kaum ‘Ad yang digdaya lagi cerdas kala itu menyembah berhala-berhala yang mereka ciptakan sendiri. Mereka bangga akan materi yang diciptakan tangan-tangan mereka.

Tak berhenti di situ, mereka juga membantah mentah-mentah ajakan Nabi Hud AS untuk tidak menyekutukan Allah SWT. Lantas, apakah kaum ‘Ad masih akan menikmati kejayaannya setelah itu? Jawabannya, tidak. Karena Allah Mahaadil, dibinasakan lah kaum ‘Ad dari muka Bumi sebab kesombongan mereka sendiri.
Hal seperti di atas, sangat lah berbeda dengan kisah Nabi Sulaiman yang kaya, berkuasa namun tetap rendah hati, dermawan dan tak jemawa. Pernah suatu waktu, Nabi Sulaiman memiliki seribu ekor kuda perang. Karena kudanya adalah kuda perang yang tangguh dan larinya cepat, bisa dibayangkan sendiri berapa harganya jika dinominalkan ke Rupiah saat ini.

Suatu ketika Nabi Sulaiman ingin mengecek kondisi kudanya. Tapi, karena jumlahnya terlalu banyak, Nabi Sulaiman lupa untuk beribadah kepada Allah di saat matahari mulai tergelincir ke ufuk barat (kalau sekarang bisa dibilang salat Asar).

Nabi Sulaiman pun merasa menyesal akan perbuatannya yang menyebabkan lalai kepada Tuhannya. Alhasil, disembelih lah seribu kuda yang dimiliki Nabi Sulaiman karena cintanya kepada Allah SWT. Karena Allah Mahaadil pula, perbuatan itu diridai oleh Allah SWT. Kemudian, Allah menggantikan kendaraan seribu kuda perang milik Nabi Sulaiman, dengan kendaraan yang tak dimiliki manusia siapa pun saat itu, yaitu Angin.
Setelah angin diperintahkan Allah sebagai kendaraan sah milik Nabi Sulaiman, Nabi Sulaiman pun tak lagi terlalai untuk meninggalkan ibadahnya kepada Tuhan karena mengurusi seribu kuda. Hasilnya, Nabi Sulaiman dapat lebih mendekatkan dirinya dengan Allah SWT. Kejadian ini jelas berbanding terbalik dengan yang dilakukan kaum ‘Ad di muka Bumi karena kesombongannya.

Dari sekelumit kedua kisah di atas, kita dapat menilai betapa berbedanya nasib dari setiap manusia yang menjadi khalifah di muka Bumi. Ada yang baik, adapula yang belum baik. Memang tak ada salahnya menginginkan jabatan untuk berkuasa, tapi ambisi dan buta karena jabatan tersebut yang perlu dihindari.

(M. Arif Rahman Hakim/Mediatech)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK