إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا صَرْصَرًا فِي يَوْمِ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ
قيل: كان ذلك يوم الأربعاء في آخر الشهر.
Simak Juga Haditsnya :
آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ.
NAMUN TAHUKAH ALVERS,
Pertama,
Bahwa Ayat HARI NAHAS YANG TERUS MENERUS. (Q.S al-Qamar (54:19) itu konteksnya adalah ancaman kepada kaum Ad yang berupa adzab angin topan.
Kedua,
Perkataan Imam al-Bagawi dalam tafsir Ma’alim al-Tanzil di atas, cuman menukil pendapat yang lemah sekali sehingga beliau mengatakan QIILA (Katanya, Jarene) dan itupun tanpa mengaitkannya dengan bulan shofar
Ketiga,
Hadits dalam al-Jami’ al-Shaghir tadi statusnya (dlo’if) lemah. Karena dalam mata rantai sanadnya terdapat perowi yang bernama ibrahim bin abi hayyah yang dikatakan oleh al-bukhari bahwa haditsnya munkar.
Redaksi yang sama ditemukan dari jalur lain yaitu yahya bin a-ala’ seorang pembuat hadits palsu. Hadits dengan redaksi yang mirip juga kami temukan namun haditsnya palsu, haditsnya sbb:
ويومُ الأربعاءِ يومُ نحسٍ ، قَرِيبِ الخُطَا ، يَشِيبُ فِيهِ الولدانُ ، وفيهِ أَرْسَلَ اللَّهُ الرِّيحَ عَلَى قومِ عَادٍ ، وفيه وُلِدَ فرعونُ ، وفيه ادَّعى الرُّبوبيَّةَ ، وفيه أهلكَهُ اللَّهُ
Hari rabu adalah hari nahas (sial) langkah-langkah keki menjadi dekat (berat), Anak-anak jadi beruban, pada hari itu Allah menghancurkan kaum ad dengan angin topannya, hari itu dilahirkan fir’aun dan pada hari yg sama ia menndakwakan dirinya sebagai tuhan dan pada hari rabu juga Allah membinasakan fir’aun.
Keempat,
Keterangan kitab di atas alvers, bertentangan dengan hadits shahih “La Shofara” (tidak benar kepercayaan hari sial dalam bulan shofar) sebagaimana telah kami tulis pada artikel sebelumnya. Menurut anda mana yang lebih layak diikuti? Nabi atau penulis kitab tersebut?
MAKA DENGAN ARGUMENTASI DIATAS
Menurut hemat kami, Sholat yang dilakukan pada malam rabu terakhir bulan shofar, apapun namanya apakah itu sunnah mutlaq, sholat tasbih dll. selagi didasari kepercayaan hari sial bulan shofar maka tidaklah baik dilakukan mengingat yang dilarang adalah masalah aqidah ; kepercayaan pada hari nahas bukan hanya sekedar masalah fikih; status sholatnya.
Kesimpulan kami menjadi semakin kuat karena ada fatwa dari Rais Akbar Syaikh Hasyim Asy’ari, Pendiri NU : Tidak boleh melakukan sholat Rebo Wekasan karena tidak masyru’ah dan tidak ada dalil syar’i, juga tidak boleh memberi fatwa, mempromosikannya dan mengajak orang lain melakukannya..
Wallahu A’lam
Fathul Bari, Alvers
Leave a Reply