Andai Ayah Hadir di Sini

Andai Ayah Hadir di Sini, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

“Meskipun nilai belum maksimal, harus terus berusaha! Jangan putus asa! Pasti ada jalan terbaik dari Allah untuk kita.”

Kisyfatul Maula Almafluchah namanya. Penampilannya sederhana, hanya baju seragam yang dipadukan toga dan make up tipis yang ia kenakan ketika naik ke panggung Wisauda. Meski begitu, ialah yang menerima penghargaan. Putri sulung dari Bapak Alm. M. Syamsul Hadi dan Ibu Siti Latifah itu berhasil membawa pulang dua piala sekaligus. Piala pertama ia dapat karena menjadi lulusan dengan nilai tertinggi. Sedang satunya, ia peroleh setelah namanya dipanggil menjadi siswi teladan di antara ribuan wisudawan wisudawati yang hendak menuju jenjang SMA. Nilai UN matematikanya nyaris sempurna, 97. 5. Dia hanya salah menjawab satu soal.

Menjadi siswi teladan

“Nggak nyangka saja, saya kira yang jadi siswi teladan bukan saya, bahkan saya merasa ada yang lebih baik dari saya,” ungkap gadis asal Wagir, Malang itu saat ditemui usai acara Gelar Wisuda SMP An-Nur Bululawang pada Ahad (07/07) yang berlokasi di Aula Yakowi.

Mendapat predikat siswi teladan dari 1140 wisudawan bukanlah hal yang mudah. Berdasarkan keterangan Bapak Abdul Hamid selaku staf kurikulum SMP An-Nur, kriteria menjadi siswi teladan yakni: lima besar nilai UNBK, sikap serta akhlak yang baik, juga hasil persetujuan para guru-guru pengajar. “Memotivasi yang lainnya agar lebih bersemangat dalam belajar,” ungkap beliau menjelaskan salah satu tujuan diadakannya pemilihan siswi teladan di setiap tahunnya.

Gadis kelahiran Malang, 7 April 2004 itu mengaku termotivasi untuk menjadi seorang juara karena ibunya. “Saat saya mendapat peringkat belasan di kelas, ibu meminta agar saya menjadi tiga besar dan itu yang membuat saya semangat belajar,”ungkapnya.

Di antara ribuan pasang mata yang memandangnya, dengan jantung yang berdegup kencang dan hati yang berbunga-bunga, Kisyfa berjalan menuju panggung. Namun ada satu hal yang mengurangi kebahagiaan itu. “Andai ayah ada di sana dan melihatku,” ucapnya membayangkan sosok ayah duduk di barisan duduk wali murid.

Rasa ingin membahagiakan orang tua

Berada di Pesantren An-Nur 2 merupakan keinginan sang ayah. Saat Kisyfa masih kecil, ia sering diajak jalan-jalan ke pondok dan menghadiri pengajian rutin Ahad Legi. Ayahnya berpesan agar ia mondok selama 9 tahun. Namun, ketika ia baru duduk di bangku kelas 2 SMP tepatnya saat perpulangan liburan hari raya, Sang Kuasa terlebih dahulu memanggil ayahnya.

Terlahir menjadi anak pertama dari 4 bersaudara membuat ia harus bersikap lebih dewasa. Kepergian sosok sang ayah dengan begitu cepat merupakan hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Saat itu adik pertamanya masih duduk di bangku kelas 3 SD, adik keduanya masih TK, dan adiknya yang terakhir masih berumur 7 bulan.

Rasa ingin membahagiakan orang tua adalah motivasinya untuk semangat belajar. Ia terus berusaha agar ibunya bangga, meskipun tidak ada sosok ayah di sampingnya. Dalam pelajaran sekolah maupun diniyah ia selalu mendapat peringkat 3 besar. Saat ini ia memilih jalannya untuk berjuang menjadi seorang hafiz. Itu semua ia lakukan sebagai perwujudan rasa cintanya terhadap kedua orangtuanya.

Dan itulah Kisyfa, siswi yang tak ingin membuat orang tuanya kecewa. Semangatnya tak pernah meski tanpa sosok ayah di sisinya.

(Mediatech An-Nur Putri/Lidia)

Editor: MFIH.

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK