Al-Qur’an Mengkaji Ujaran (III)

al-Qur'an, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

Masih dalam diskusi tentang tata-ujaran apa saja yang Al-Qur’an sampaikan, penulis ingin memberikan sedikit fakta bahwa pada dasarnya, semua yang kita dengar adalah opini, sebelum kita mengetahui secara pasti kebenarannya. Sangat disayangkan ketika kemudian banyak dari kita tergesa- gesa untuk memvonis sesorang dengan berbagai ujaran yang pada akhirnya akan membuat kita malu sendiri karena kesalahan kita untuk tidak klarifikasi.

Baik, sedikit pembukaan tadi mengawali bincang kita hari ini. Mari kita simak kembali bagaimana al-Qur’an berbicara tentang ujaran…

Qaulan Maisura

                Secara bahasa, maisura berasal dari kata dasar yasara. Menurut al-Fairuzabadi, yasara bermakna mudah, lunak, atau condong. Lanjutnya, semua kata yang tersusun dari huruf ya’, sin, dan ra’ bermakna “semua hal yang dilakukan dengan mudah (sederhana), akan tetapi berpengaruh besar. Atau, menurut Prof. Quraish Shihab, maisur adalah berucap dengan kata-kata yang mudah dicerna, tidak berbelit-belit, atau juga diarahkan kepada ucapan yang berisi hal yang menggembirakan.

Terkait Qaulan Maisura, al-Qur’an hanya menyebutnya sekali, yakni dalam al-Isra’ ayat ke 28,

وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاء رَحْمَةٍ مِّن رَّبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُل لَّهُمْ قَوْلاً مَّيْسُورًا

“Dan jika kamu berpalig dari mereka untuk mengharakan rahmat Tuhanmu yang kau harap, maka ucapkan kepada mereka ucapan yang pantas.”

Menurut pernyataan dalam kitab Mafatihul Gho’ib, ayat ini turun bertujuan untuk “mengingatkan” Nabi untuk selalu bersikap arif dan bijaksana kepada siapapun, keluarga, teman, atau para tamu yang mendatanginya. Lebih lanjut, Muhammad bin Yusuf al-Andalusi dalam al-Bahr al-Muhithtentang salah satu sikap Nabi Muhammad SAW,

وقال الزمخشري : وإن أعرضت عن ذي القربى والمسكين وابن السبيل حياء من الرد فَقُلْ لَهُمْ قَوْلًا مَيْسُوراً ولا تتركهم غير مجابين إذا سألوك ، وكان رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم إذا سئل شيئا وليس عنده أعرض عن السائل وسكت حياء ،

Dengan menukil pendapat az-Zamakhsyari, yang mengatakan “Acap kali, Rasulullah SAW ketika ditanya siapapun dan beliau tidak tahu jawabannya, beliau terdiam dan menghindar dari sang penanya tersebut karena malu. Dari sini, ayat tersebut turun supaya Rasulullah SAW berkata baik-baik kepada mereka akan ketidaktahuan jawaban yang diharap”.

Lebih jauh, tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir memberikan pesan kepada kita untuk tidak menjawab suatu persoalan dengan keterangan yang berbelit-belit. Apalagi, ketika kita tidak mengetahui suatu masalah tersebut dengan pengetahuan yang baik, kita dilarang untuk ikut-ikut an ‘nimbrung’ berdiskusi tentang hal tadi, terlebih hal-hal yang bersangkutan dengan agama. Karena, suatu masalah agama akan menjadi buruk ketika orang-orang yang tak berpengetahuan membicarakannya. Persis seperti yang terjadi di Indonesia…

Qaulan Layyinan

Layyinan, secara bahasa adalah lunak, lemah lembut, ramah, dan enak didengar. Sehingga, ketika seseorang berbicara dengan gaya seperti ini, diharapkan hatinya akan tersentuh dan bisa mengikuti apa yang diucapkan pengujar tadi. Terkait frasa Qaulan Layyinan, al-Qur’an menyebutnya sekali, yakni dalam surat Thaha ayat ke 44;

فَقُولا لَهُ قَوْلاً لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

“Dan ucapkanlah (Wahai Musa dan Harun) kepadanya (Fir’aun) dengan lemah lembut, yang semoga dia teringat atau takut.”

Sebagaimana diketahui, ayat tersebut merekam perintah Allah kepada Nabi Musa a.s dan Harun a.s untuk berdakwah kepada Fir’aun. Uniknya, dalam menyampaikan dakwah, Allah memerintahkan untuk berujar dengan kata-kata yang lembut dan penuh simpati. Sehingga, dengan metode tersebut, objek dakwah –yang dalam hal ini adalah Fir’aun- bisa mendapatkan dampak dari dakwah tadi, terketuk hatinya.

Meskipun pada akhirnya tidak berhasil, paling tidak, dengan frasa Layyinan, al-Qur’an telah memberikan bekal kepada para pendakwah bahwa, sebuah hidayah dari Allah pada dasarnya tidak bisa dipaksakan, akan tetapi hidayah bisa dicapai dengan dakwah menggunakan metode yang demikian, tidak memaksa, halus, dan penuh simpati. Begitu kurang lebih yang disampaikan oleh tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir.

Masih dalam kitab yang sama mengatakan, salah satu yang melatar belakangi keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW adalah metode dakwah dengan kasih sayang, tanpa paksaan dan berujar dengan kata-kata yang halus namun membekas.

Ada pernyataan menarik yang disampaikan oleh Ibn ‘Adil al-Dimasyqi dalam karya monumentalnya, al-Lubab fi ‘Ulumil Kitab ketika menjelaskan tentang sikap kita kepada orang tua yang berlainan agama…

وأيضاً فلأمره – تعالى – موسى عليه الصلاة والسلام حين بعثه إلى فرعون [بالرِّفق مَعَهُ فقال تعالى : ] {فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً} [طه : 44] وذلك لرعاية حَقِّ تَرْبِيَةِ فرعون لموسى فالوالد أوْلَى بالرِّفْقِ.

 وأيضاً فالدعوة مع الرِّفْقِ أكثر تأثيراً في القَلْبِ , وأما التغليظ فإنه يوجب التَّنْفيرَ والبُعْدَ عن القَبُولِ ؛ قال تعالى لمحمد عليه الصلاة والسلام {وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَن} [النحل : 125] فكيف يليق بإبراهيم مثل هذه الخُشُونة مع أبيه.

Dalam potongan ibarot tersebut dijelaskan ihwal mengapa Nabi Musa disuruh untuk berdakwah dengan kesejukan dan lemah lembut kepada Fir’aun. Ini karena, Nabi Musa pernah dididik oleh Fir’aun di masa kecilnya. Sehingga, meminjam istilah orang Jawa, Unggah-Ungguh lebih diutamakan ketika kita berujar kepada orang tua, tanpa memandang status kedua orang tua, baik ataukah sebaliknya. Karena, -masih dalam kitab yang sama- berdakwah dengan mengutamakan unggah-ungguh akan lebih mengena dan mampu menarik simpati banyak orang.

Dan itulah tadi sedikit yang mampu penulis sampaikan tentang metode dalam berujar yang disampaikan oleh al-Qur’an. Masih banyak sikap-sikap lain yang al-Qur’an berikan kepada kita untuk menjadi pedoman dalam hidup dan bergaul dengan sesama. Dan cukuplah ayat-ayat al-Qur’an tadi dengan sedikit penafsiran menyampaikan pesan kepada kita. Sungguh, apa yang penulis tulis hanya setetes dari luasnya pengetahuan dalam al-Qur’an. Penulis cukupkan sampai di sini, dan semoga bisa bertemu lagi di lain kesempatan dengan samudera ilmu tak bertepi yang al-Quran sampaikan….

(Muhammad Az-Zamami)

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK