Riya’ Jadikan Ibadah Tertolak

 

 Dalam dunia ini, tidak ada manusia yang sempurna kecuali baginda Nabi Muhammad saw.  Karena dalam diri manusia terdapat muatan-muatan yang berbeda dan saling bertolak belakang, yakni antara muatan positif dan muatan negatif. Dari muatan-muatan tersebut, moral manusia bisa terbentuk, yaitu dengan adanya sifat Mahmudah (terpuji) dan Madzmumah (tercela). Sifat Madzmumah inilah yang menjadi penyakit bagi manusia, khususnya menyerang pada hati yang akhirnya bisa membunuh pada dirinya sendiri. Salah satu dari sifat Madzmumah tersebut adalah sifat Riya’.

 

Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam kitab Fathul Baari berpendapat mengenai pengertian Riya’ yaitu menampakkan suatu ibadah dengan tujuan supaya dilihat oleh manusia, sehingga mereka memuji pada orang yang melakukan amalan ibadah tersebut.

 

Sebenarnya, penyakit-penyakit hati seperti Riya’ memang sangat sulit untuk dihilangkan sampai akar-akarnya, sehingga membutuhkan usaha ekstra agar sifat seperti ini bisa dihilangkan. Diantara usaha yang perlu dilakukan dalam mengobati penyakit hati adalah seperti yang telah difatwakan oleh  Wali Songo dalam Syi’iran ”Tombo Ati”. Diantaranya adalah moco Qur’an angen-angen sak ma’nane, seperti menghayati firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 142 di bawah ini:

 

إن المنافقين يخادعون الله وهو خادعهم، وإذا قاموا إلى الصلاة قاموا كسالى يراءون الناس ولا يذكرون الله إلا قليلا

 

Artinya:

 

 “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.

 

Dalam surat yang lain Allah swt. berfirman:

 

فويل للمصلين، الذين هم عن صلاتهم ساهون، الذين هم يراءون

 

Artinya:

 

”Maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya, (dan) mereka yang riya’…”     (QS. Al Ma’un : 4-6).

 

Allah swt. telah menjelaskan bahwa seseorang yang beribadah akan tetapi disertai dengan sifat Riya’, maka Allah swt tidak akan menerima ibadah tersebut, bahkan Allah swt. akan memberikan  adzab kepadanya, sebagaimana yang telah tertulis dalam ayat di atas. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa salah satu bahaya dari sifat Riya’ adalah menjadikan amal ibadah kita Mardud (tertolak). Sebenarnya, masih banyak lagi bahaya-bahaya yang akan ditimbulan sebab sifat Riya’. Diantaranya, Riya’ termasuk syirik khofi atau bisa disebut dengan syirik kecil. Sebagaimana hadits Rasulullah saw. yang berbunyi:

 

عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكَ الأَصْغَرَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِوَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ؟ قَالَ: الرِّيَاءُ.

 

Artinya:

 

Dari Mahmud bin Labib, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, mereka bertanya: Ya Rasulallah, apa syirik kecil itu? Rasulullah saw. menjawab: Riya’.

 

Bukankah kita juga telah mengetahui bahwa syirik sendiri termasuk salah satu dari dosa-dosa besar?. Bahkan, syirik juga bisa dikatakan mendekati kafir. Karena syirik adalah menyekutukan Allah, atau bisa dibilang mengakui adanya kekuasaan selain kekuasaan  Allah swt.

 

                Di dalam sebuah hadits yang telah diriwayatkan oleh sahabat Mu’adz bin Jabal ra. diceritakan bahwa sebelum Allah swt. menciptakan langit dan bumi, Allah telah menciptakan 7 malaikat terlebih dahulu. Pada setiap lapisan langit, terdapat seorang malaikat penjaga pintu yang sesuai dengan derajat pintu tersebut serta keagungannya.

 

                Dengan demikian, malaikatlah yang memelihara amal ibadah seorang hamba. Suatu hari, malaikat pencatat membawa amalan ibadah seorang hamba ke langit. Setibanya di pintu langit pertama, malaikat Hafadhoh (penjaga) berkata: “Tamparkan amal ini ke muka pemiliknya, aku adalah malaikat penjaga orang yang suka mengumpat. Aku tidak mengizinkan ia melewatiku untuk mencapai langit berikutnya.”

 

Keesokan harinya, malaikat pencatat membawa amalan seseorang dan bisa melewati pintu langit pertama. Akan tetapi, pada pintu langit kedua ia tidak lolos dan begitulah seterusnya hingga pada hari ke-7 malaikat pencatat tersebut bisa membawa amal seseorang sampai pada pintu langit ke-7, lalu malaikat penjaga berkata: “Aku malaikat penjaga Sum’at (sifat ingin terkenal). Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan ketenaran dalam setiap perkumpulan. Aku diperintahkan oleh Allah agar amal ini tidak melewatiku dan sampai pada yang lain. Sebab, ibadah yang tidak karena Allah adalah Riya’ dan Allah tidak menerima ibadahnya orang-orang yang Riya’.”

 

                Sekarang kita telah mengetahui akan bahaya dari sifat Riya’. Oleh karenanya, kita harus berusaha jangan sampai terselip sifat Riya’ dihati kita, agar semua ibadah yang kita lakukan tidak sia-sia dan bisa diterima oleh Allah swt.  Wallahu A’lam….

 

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK