MUSEUM TOPKAPI ISTANBUL DAN FATIMAH R.A.

topkapi, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

MUSEUM TOPKAPI DAN FATIMAH R.A
Dari pojok museum topkapi, aku lihat jubah yang sobek-sobek dan tidak beraturan, tertulis; ini adalah pakaian Fatimah R.A. SubhanaAllah, baru kali ini aku melihat menatap dan menyaksikan langsung  pakaian Fatimah R.A.  Seakan-akan jubah itu hidup kembali dari ingatanku, sosok yang diceritakan oleh para guru tentang kesederhanaan Sayyidah Fatima R.A.
Begini ceritanya; semua urusan rumah tangga diurus sendiri oleh Fatimah. Ia mulai mengurus anak-anak, menggiling biji-biji gandum lalu mengayaknya untuk membuat adonan roti. Sedangkan sejak kecil Fatimah sering sakit. Badannya pun kurus karenanya. Ia merasa kelelahan hingga tangannya pecah-pecah akibat terkena alat penumbuk gandum.
Suatu ketika, Fatimah mendatangi kediaman sang ayah Nabi besar Muhammad SAW. Kebetulan, sang ayah mendapatkan seorang budak perempuan. Fatimah berpesan pada Aisyah RA tentang keinginannya mendapatkan pembantu di rumahnya. Aisyah RA pun menyampaikannya. Namun bagaimana jawaban Rasulullah?  Beliau mendatangi putrinya, dan berkata dengan perasaan haru. “Maukah kalian kuberi tahu sesuatu yang lebih baik dari yang kamu minta? Bila hendak naik pembaringan, maka bertakbirlah 33 kali, bertasbihlah 33 kali, dan bertahmidlah 33 kali. semuanya itu lebih baik daripada seorang pembantu.”
Sejak saat itu, Fatimah mengamalkan dzikir tersebut hingga akhir hayat. Tak pernah lagi Fatimah meminta pembantu. Tak lagi ia mengeluh atas keletihan yang menderanya. Padahal sebagai putri Rasulullah, bisa saja Fatimah ngotot minta pelayan. Toh, siapa yang berani menolak jika Rasulullah memerintahkan seorang budak untuk membantu Fatimah?
Pembaca yang berbudiman, sebagai seorang muslimah, para sahabat Nabi adalah sebaik-baik uswatun hasanah. Kisah Fatimah RA adalah tauladan mulia tentang perjuangan dan kebersahajaan. Penolakan Rasulullah atas permintaannya adalah bukti kasih sayang seorang ayah yang menginginkan anaknya menempati derajat mulia di sisi-Nya.
Sahabat pembaca yang dimuliakan Allah, khususnya para wanita. Dibanding sayyidah Fatimah RA, alangkah nyaman hidup kita sekarang. Tak perlu repot-repot menggiling biji gandum, swalayan bertebaran menyajikan aneka roti yang kita inginkan. Siapalah di antara kita yang masih tidur beralaskan tikar yang koyak? Kasur kapas pun kini terlalu sederhana. Tak perlu repot-repot mencuci gunungan baju kotor, mesin cuci dijual dengan harga yang terjangkau. Pilihan lain? Laundry berdiri di mana-mana, lengkap dengan jasa setrika. Yang tak sempat masak? Catering di mana-mana. Tinggal calling, pesanan pun datang. warung-warung makan pun bersebaran, tinggal pilih mana yang sesuai selera.
Tapi, mengapa kita masih sering mengeluh?
“Ah, bosan banget hidup gini-gini terus ngurus rumah. Kapan keluarnya? Bisa jamuran gue lama-lama.”
“Pusyiiiinggg! Pembantu mudik, jadi rempong deh. Susah amir jadi wanita!”

Heheheh…..
Terkadang hidup yang kita rasakan sedemikian berat. Ujian datang silih berganti. Air mata menjadi teman setia. Hidup kita, berkalang derita. Benarkah? Mari kita bertanya pada nurani, lebih berat mana daripada sayyidah Fatimah ? Jika mereka sanggup menjalani hidup yang sedemikian berat, maka merekalah tauladan kita. Kekuatan, keteguhan, kebersahajaan, dan segala kebaikan mereka adalah guru abadi sepanjang zaman.
Selama nafas masih di badan, hidup tak akan lepas dari masalah. Masalah berat ataukah tidak, tergantung bagaimana kita memandangnya.
Quote : Di mata orang besar masalah besar terlihat kecil. Dan di mata orang kecil, masalah kecil menjadi besar.
Salam Takdzim

Ahmad Zain Bad.

Annur 2 Bululawang Malang.
Musium Topkapi – Istanbul – Turki

1 – 11 – 2016.

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK