ML MALAM JUMAT ? (Final Ed.)

malam jumat, Pondok Pesantren Wisata An-Nur II Al-Murtadlo

ONE DAY ONE HADITH

Rasul saw bersabda :

مَنْ غَسَّلَ وَاغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ، وَمَشَى، وَلَمْ يَرْكَبْ فَدَنَا مِنَ الْإِمَامِ، فَاسْتَمَعَ، وَلَمْ يَلْغُ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا

“Barangsiapa yang memandikan dan mandi, kemudian bergegas berangkat denganberjalan, tidak dengan menaiki dan mendekat dengan imam, lalu mendengarkan khutbah dan tidak berbuat sia-sia, maka baginya dari setiap langkahnya pahala satu tahun puasa dan shalat malamnya”[HR Ahmad]

Catatan Alvers

Banyak beredar artikel yang menafikan kesunnahan berjima’ di malam jum’at. Mereka beralasan : Pertama, tidak pantas kesunnahan jima’ Malam jumat dinisbatkan kepada sunnah Nabi. Kedua, Masih banyak kesunnahan yang lain selain itu. Ketiga, tidak ada haditsnya. Bahkan mereka yang telah membaca artikel mereka dan menelan mentah-mentah artikel tersebut akan segera mencaci maki orang yang berpendapat bahwa ML malam jumat adalah sunnah dan mereka segera menuduh bahwa hal itu menistakan sunnah rasul.

Ketahuilah urusan jima’ itu bukan hal yang tabu. Didalam agama semua ada tuntunan dan hukumnya sehingga membicarakan hukum jima’ malam jumat bukanlah hal yang tabu. Yang tabu adalah pikiran mereka yang kotor yang terbiasa menonton video porno dan terkontaminasi debu-debu syubuhat yang ujung-ujungnya mereka mencaci nabi karena suka nikah dan suka Jima’ dan mereka mencitrakan bahwa poligami itu tercela dan saya kira propaganda mereka berhasil.

Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Al-Arbain An-Nawawiyah hal 91 berkata,

اعلم أن شهوة الجماع شهوة أحبها الأنبياء و الصالحون, قالوا لما فيها من المصا لح الدينية و الدنيوية, و من غض البصر, و كسر الشهوة عن الزنا, و حصول النسل الذي تتم به عمارة الدنيا و تكثر به الأمة إلى يوم القيامة.

“ketahuilah bahwa syahwat jimak adalah syahwat yang DISUKAI oleh para nabi dan orang-orang shalih. Mereka berkata, karena padanya terdapat berbagai mashalat agama dan dunia berupa menundukkan pandangan, meredam syahwat dari zina dan memperoleh keturunan yang dengannya menjadi sempurna bangunan dunia dan memperbanyak jumlah umat islam..

Imam Qurthubi dalam kitab tafsirnya Jamii’ Li Ahkam Al Qur’an V/253 menjelaskan alasan kenapa orang sholih suka berjima’.

إن كل من كان أتقى فشهوته أشد لأن الذي لا يكون تقيا فإنما يتفرج بالنظر والمس ألا ترى ما روي في الخبر: “العينان تزنيان واليدان تزنيان” فإذا كان فيالنظر والمس نوع من قضاء الشهوة قل الجماع، والمتقي لا ينظر ولا يمس فتكون الشهوة مجتمعة في نفسه فيكون أكثر جماعا .وقال أبو بكر الوراق:كل شهوة تقسي القلب إلا الجماع فإنه يصفي القلب ولهذا كان الأنبياء يفعلون ذلك

Sesungguhnya orang benar-benar bertakwa syahwatnya akan besar. Karena orang yang tidak bertakwa akan mudah melampiaskan syahwatnya dengan memandang dan menyentuh yang haram. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits: “dua mata yang berzina dan tangan yang berzina” Ketika memandang dan menyentuh menjadi pelampiasan syahwat maka akan mengakibatkan sedikit (kualitas) berjima’. Sedangkan orang yang benar -benar bertakwa dia tidak akan pernah memandang (menundukkan pandangan kepada yang haram) dan tidak akan menyentuh yang haram. Ini mengakibatkan syahwat terpendam didalam dirinya dan lebih banyak melampiaskan jima’ yang halal terhadap istrinya. Berkata Abu Bakar Al Waraq: Semua syahwat dapat mengeraskan hati kecuali jima’. Sesungguhnya jima’ dapat melembutkan hati. Karena itulah para Nabi melakukan poligami dan jima’. (Tafsir Al Qurthubi Juz. 5/253)

Kembali ke hadits mengenai pahala menjima’ istri dihari jumat di atas, Imam Nawawi menjelaskan bahwa derajat hadits ini adalah Hasan, dan hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu Dawud, Imam At-Turmudzi, Imam Nasa’i , Imam Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad hasan.

 

Kesimpulan makna menjima’ dari hadits pertama di atas dipahami dari kata “memandikan”, bahwasannya suami menjima’ istrinya (ML ; Making Love) dan menyebabkannya mandi jinabat, maka secara tidak langsung sang suami telah “memandikan” istrinya. Sehingga ini menjadi dalil oleh ulama’ tentang kesunatan menjima’ istri sebelum berangkat sholat jum’at. [Lihat Syarah Sunan An-Nasa’i]

Lantas bagaimana jika dilakukan pada malam harinya? Apakah juga sunnah?

Mengenai hal ini saya pribadi tidak menemukan hadits nya. Cuman jangan kemudian terburu-buru mengatakan tidak sunnah dan tidak berpahala. Karena kalau hukum itu hanya berpedoman pada hadits tekstual saja dengan menafikan pemahaman dan qiyas maka tidak ada ruang ijtihad. Tidak ada fungsinya mujtahid karena anak SD pun bisa membacanya tanpa perlu penjelasan para imam mujtahid. Dalam banyak kitab-kitab kuning yang mu’tabar yang menjadi pedoman bahtsul masail seperti Fathul muin dan Tuhfatul Muhtaj terdapat pendapat yang menyatakan:

لأنه يسن ليلة الجمعة أو يومها

Karena sesungguhnya Jima’ itu disunnahkan pada malam jumat dan hari jumat.

Imam Ghazali di dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin, juz 2 hlm 324 :

ومن العلماء من استحب الجماع يوم الجمعة وليلته تحقيقاً لأحد التأويلين من قوله صلى الله عليه وسلم: ” رحم الله من غسل واغتسل الحديث

 

Dan sebagian ulama ada yang menyukai jima’ pada hari dan malam jumat, sebagai aplikasi dari salah satu takwil hadits; “Allah merahmati orang yg membersihkan dan mandi (pd hari jumat)”

Dari mana ulama mengatakan demikian?, tentu mereka berijtihad yang mana seorang yang berijtihad jikalaupun salah maka masih mendapat satu pahala sehingga pendapat inipun harus dihargai dan diakui keberadaannya. Menurut “nalar lancang” saya (yang notabene sebagai hamba yang dloif dan jauh dari paras seorang mujtahid) boleh jadi dikarenakan kesunnahan bergegas (mruput) pergi ke masjid di pagi hari maka dipahami bahwa jima’ tersebut dilakukan di malam hari, akhirnya disimpulkan hukum kesunatan menjima’ istri hari jumat berlaku pula pada malam jum’at. Coba perhatikan hadits shahih berikut :

من اغتسل يوم الجمعة غسل الجنابة ثم راح فكأنما قرب بدنة

Barangsiapa mandi junub kemudian berangkat ke masjid maka seakan-akan ia berqurban unta [HR Bukhari]

Sebagaimana dalam fathul bari, satu pendapat mengatakan bahwa hadits tersebut mengandung anjuran menjima’ istri untuk kemudian bisa mandi junub. Syarat untuk mendapat qurban unta adalah datang ke masjid pada saat pertama yaitu waktu fajar, maka boleh jadi seseorang menjima’ istrinya pada malam hari lalu ia mandi junub setelah masuk fajar kemudian ia bergegas menuju masjid guna “ibtikar” (mruput, berangkat pagi) untuk melaksanakan jumatan. dan boleh jadi pula karena faktor qiyas kesunnahan siang hari jumat pada malam harinya.

Jadi, mereka yang berpendapat bahwa ML pada hari jumat adalah sunnah berpengangan pada pendapat ulama yang disebutkan diatas sehingga janganlah memperolok-olok mereka.

Adapun hikmahnya dari kesunatan menggauli istri sebelum pergi sholat jum’at adalah agar matanya tidak melihat hal-hal yang mengganggu pikirannya saat pergi kemasjid dan menjadikan hatinya tenang, sehingga sholatnya menjadi lebih khusu’, hikmah lainnya adalah membantu istrinya untuk memperoleh kesunatan mandi jum’at. [Lihat Syarah Sunan An-Nasa’i]. Wallahu A’lam. Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk senantiasa mengikuti uswah Beliau saw tanpa berburuk sangka dan menistakan ajaran beliau saw. Amin..

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK