HASUD TINGKAT TINGGI

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda :

إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

Jauhilah hasud sebab hasud itu dapat membakar kebaikan layaknya api membakar kayu bakar [HR Abu Daud]

 

Catatan Alvers

 

Penyakit hati yang sering merasuki jiwa manusia dengan tidak mengenal golongan, pangkat, jabatan, keturunan dan usia baik laki-laki maupun perempuan adalah hasud atau iri dengki. Hasud adalah sifat dari orang munafik sehingga hasud (Sifat dengki) dan Iman itu bagaikan air dan minyak yang tidak bisa menyatu, bagaikan siang dan malang yang tidak pernah jatuh bersamaan. Malam akan pergi jika siang datang dan begitu sebaliknya”.   Dalam Kitab Taysirul Khallaq disebutkan : Hasud adalah mengharap hilangnya suatu kenikmatan yang dimiliki orang lain. Jika mengharap kenikmatan seperti yang didapatkan oleh orang lain dan ia terpacu untuk bekerja keras memperolehnya maka hal ini disebut ghibthah , dari segi hukum ghibthah  itu diperbolehkan karena hal ini akan membangkitkan motifasi, Nabi SAW bersabda :

إن المؤمن يغبط والمنافق يحسد

Seorang mukmin mempunyai melakukan Ghibthah sedangkan orang munafik melakukan hasud “ [Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin]

 

Imam Ghazali membagi hasud menjadi 4 tingkatan: (1) Senang akan hilangnya kenikmatan yang ada pada orang lain walaupun nikmat tersebut tidak berpindah kepadanya. Ini adalah hasud tingkat tinggi. (2) Senang akan hilangnya kenikmatan yang ada pada orang lain dan berusaha untuk mendapatkannya. Tingkatan ini juga tercela namun labih ringan dari yang pertama. (3) Menginginkan nikmat seperti yang dimiliki orang lain, dan jika tidak mampu menyamainya, maka dia berharap agar nikmat tersebut hilang dari orang lain, agar dirinya terlihat sama dengan orang lain tersebut. (4) Menginginkan nikmat seperti yang dimiliki orang lain, namun jika ia tidak mendapatkan nikmat tersebut maka ia tidak ingin nikmat tersebut hilang dari orang lain. Ini adalah tingkatan paling rendah dan hasud semacam ini diperbolehkan. (Ihya Ulumuddin)

 

Contoh hasud tingkat tinggi ini yang sering kita temui adalah seperti kejadian si fulan yang maju dalam pilkada kemudian saudaranya ada yang hasud. Ia menyebar berita negatif di media massa supaya si fulan gagal maju pilkada. Ia tidak peduli habis biaya berapa membayar media untuk kampanye hitam tersebut padahal ia bukan calon yang akan maju dalam pilkada.

 

Adapun contoh hasud tingkat ke dua adalah kisah yang ditulis oleh seorang ahli satra mesir yang bernama Baha’uddin Al-Absyihi (790 H – 852 H) dalam AL-Mustathraf Fi Kulli Fann Mustathraf : Kisah ini terjadi pada masa Khalifah Al-Mu’tashim Billah Bin Harun Ar-Rasyid (179 H – 227 H) Kholifah ke delapan Abbasiyah. Ada seorang lelaki dari desa (Badui) mengunjungi sang kholifah dan setelah beberapa lama orang badui tadi menjadi orang dekatnya. Melihat keakraban badui ini, Seorang wazir (patih) dengki akan kedudukannya dan berkata “aku harus menyingkirkan orang itu dari khalifah, kalau tidak maka sang khalifah akan menjauh dariku”. Mulailah ia berfikir bagaimana cara menyingkirkannya dari istana.

 

Suatu hari, wazir mengajak badui mampir ke rumahnya dan sengaja menjamunya dengan berbagai hidangan yang penuh dengan bumbu bawang. Usai jamuan, wazir berkata: jangan dekat-dekat kepada khalifah, karena beliau tidak suka bau bawang. Si wazir segera menemui khalifah dan berkata, “Si badui itu, jika keluar dari sini selalu berbicara buruk tentang Tuan. Ia juga berkata bahwa bau mulut tuan busuk sekali.” Selang beberapa saat, datanglah sang badui menemui khalifah. Sewaktu berjabat tangan dengan khalifah, ia menutup mulutnya dengan lengan bajunya agar khalifah tidak mencium bau mulutnya. Khalifahpun berkata dalam hatinya “Rupanya benar perkataan wazir, ia benar-benar menganggap mulutku bau”. Setelah ia berpamitan, Khalifah berkata, “Serahkanlah surat ini kepada fulan dan suruhlah ia membalasnya.” Surat itu tertutup rapat. Badui tadi keluar membawa surat khalifah.

 

Di tengah jalan ia bertemu wazir, si pendengki. “Apa yang kamu bawa?” tanyanya. Badui menjawab : Ini Surat khalifah untuk fulan. Saya diperintah untuk mengirimkannya”. Si wazir menawarkan diri untuk mengirimkannya dan ia memberi uang sebesar 2000 dinar. Si wazir mengira bahwa surat itu adalah surat pemberian hadiah. Wazirpun menyerahkan surat itu kepada si fulan sesuai amanat khalifah. Lalu si fulan yang ternyata seorang algojo itu langsung membunuhnya. Ternyata dalam surat tersebut tertulis :

إذَا وَصَلَ إِلَيْكَ كِتَابِي هَذَا فَاضْرِبْ رَقَبَةَ حَامِلِهِ

“Jika suratku ini telah sampai kepadamu, maka bunuhlah orang yang membawanya”.

 

Keesokan harinya, Si badui datang sebagaimana biasa. Khalifah pun terheran-heran melihatnya masih hidup dan bertanya tentang surat itu. Iapun menceritakan kejadian tersebut dan menjelaskan tentang fitnah bau mulut khalifah. Mendengar ceritanya, tahulah khalifah bahwa wazir telah dengki kepada badui. Khalifah akhirnya mengangkat si badui menjadi wazir pengganti wazir yang tewas karena kedengkiannya sendiri. [Mustathraf Fi Kulli Fann Mustathraf] Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk menjauhkan diri dari sifat iri dengki yang akan menghanguskan semua pahala ibadah kita. Semoga Allah memberi kita keikhlasan dalam semua ibadah perbuatan baik.

Home
PSB
Search
Galeri
KONTAK